Pemakanan Sapi Gambaran Umum Tentang Usaha Sapi Perah di Kabupaten Subang

91 semuanya dari hasil aritan responden di areal perkebunan atau hutan sekitar kampung; sedangkan sumber konsentrat semua responden membeli dari Koperasi Peternak Susu Bandung Utara KPSBU. Di lokasi ini kerjasama para pelaku USP dengan KPSBU dalam banyak hal, termasuk pengadaan konsentrat untuk pakan sapi perah. Usaha kedua belah pihak saling menguntungkan atau saling tergantung satu sama lain. Hal ini sejalan dengan pendapat Aviliani 2008 yang menyatakan bahwa tingkat ketergantungan peternak terhadap koperasi masih sangat tinggi. Pernyataan senada dikemukakan oleh Purwantini 2001 bahwa pengembangan usaha ternak sapi perah rakyat tidak dapat dilepaskan dari peran koperasi susu sebagai lembaga mitra peternak sapi perah.

4.3.5 Pembibitan dan Pemeliharaan Sapi Perah

Dalam rangka pembibitan dan pemeliharaan kesehatan sapi, semua responden telah menerapkan inseminasi buatan, pemberian vaksin, pemberian vitamin, dan pemberian obat anti cacing kepada sapi secara rutin mengikuti jadwal sebagaimana mestinya di bawah bimbingan Dinas Peternakan dan KPSBU setempat.

4.3.6 Perkembangan USP

Distribusi responden menurut tingkat kemajuan atau perkembangan USP yang dikelolanya, yaitu: 36 orang 44,3 dalam kategori “berkembang cukup memadai; dan 64 orang 55,7 dalam kategori “berkembang kurang memadai”. Kriteria penilaian didasarkan pada bobot atau nilai kumulatif dari: a manajemen ketersediaan pakan hijauan ternak; b manajemen ketersediaan pakan konsentrat; c kondisi kesehatan sapi; d jumlah susu segar yang dihasilkan; e mutu susu segar yang dihasilkan; f biogas hasil olahan limbah sapi sendiri; g pupuk organik hasil pengelolaan limbah sapi sendiri; h keadaan fisik konstruksi kandang sapi; i lokasi kandang sapi; j kebersihan dan kesehatan ruang kandang; k sanitasi lingkungan kandang sapi; l pertambahan populasi sapi per tahun; m postur tubuh sapi perah; n jumlah dan mutu sumberdaya manusia; dan o jumlah sapi piaraan laktasi, kering kandang, dan dara. Faktor sanitasi atau kesehatan lingkungan dijadikan salah satu kriteria khusus dalam menentukan mutu USP dengan 92 alasan bahwa USP yang dikehendaki ialah USP yang berwawasan lingkungan. Sejumlah eksternalitas atau dampak, baik positif maupun negatif, yang timbul dari kondisi sanitasi atau kesehatan lingkungan USP penting dimonitor atau dievaluasi sebagai bahan masukan untuk perencanaan dan pengendalian lebih lanjut.

4.3.7 Kontribusi USP Terhadap Pendapatan Peternak

Penerimaan dari USP di antaranya hasil penjualan susu, penjualan pedet. Jumlah perolehan susu per sapi laktasi per hari rata-rata 9 liter dengan harga jual per liter dalam kisaran Rp.2.900,-- dan Rp.3.300,--. Susu segar dan pedet dipasarkan melalui KPSBU. Susu segar dikumpulkan dan diangkut oleh KPSBU untuk dijual ke IPS. Pengumpulan dan pengangkutan susu segar dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore. Kerjasama para pelaku USP dengan KPSBU dan IPS selama ini berjalan dengan baik; dan dirasakan oleh para pelaku USP sangat mendukung terhadap usaha mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Purwantini 2001 bahwa kerjasama peternak, koperasi, dan IPS sesuai dengan peranan masing-masing dalam suatu sistem yang berwawasan agribisnis akan sangat membantu dalam pengembangan usaha ternak sapi perah rakyat. Adapun gambaran distribusi responden menurut hasil perolehan susu segar per hari seperti tertera dalam Tabel 11. Tabel 11 Distribusi responden menurut hasil perolehan susu segar per hari Perolehan susu per hari liter Jumlah responden orang Persentase 13 liter 27 23,50 25 liter 45 39,10 38 liter 32 27,83 50 liter 7 6,09 63 liter 4 3,48 Jumlah 115 100,00 Dari keseluruhannya pendapatan bruto responden dari USP per bulan yaitu dalam kisaran Rp. 968.534,-- dan Rp. 6.923.736,--. Hasil pendapat an