Kebijakan Perbankan untuk Pengembangan Usaha Peternakan

46 dalam bentuk simpanan serta menyalurkan dana atau memberikan kredit Suyatno et al. 1999. Usaha bank lainnya adalah memberikan jasa-jasa keuangan yang memperlancar kegiatan pinjaman dan penghimpunan dana. Pengertian bank menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai usaha yang menghimpun dana dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau lain-lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional danatau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam penjelasan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, dikemukakan bahwa perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha mikro-kecil serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah melalui Paket Januari yang dikeluarkan pada tahun 1990, yang mensyaratkan bahwa setiap bank umum yang menyalurkan kredit harus mencadangkan 20 dari portofolio kreditnya untuk usaha kecil, menengah dan koperasi. Implikasi dari kebijakan ini sangat mendukung terhadap perkembangan usaha kecil sehingga diharapkan mampu meningkatkan struktur perekonomian nasional. Kredit dapat diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam penyaluran kredit yang dilakukan oleh perbankan, selalu mengandung risiko terhadap pengembalian kredit. Sedangkan disisi lain, penyaluran kredit membawa misi pengembangan usaha mikro kecil. Beberapa kriteria umum untuk menentukan pemberian kredit dengan menggunakan prudential banking yang layak Siswanto 2000, yaitu 1 kredit hanya diberikan pada debitur yang jujur, usaha dikelola secara profesional, mempunyai kemampuan melunasi kredit dari sumber dana yang normal, prospek masa depan 47 bidang usahanya cerah dan dalam hal tertentu didukung oleh jaminan yang cukup; 2 setiap persetujuan kredit harus didukung jadwal pelunasan dalam arsip portofolio kredit yang bersangkutan dan kemudian hari dapat direvisi sesuai dengan perkembangan likuiditas keuangan debitur; 3 selama perjanjian kredit berjalan, bank harus mendapatkan kepastian bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kreditnya. Agar dapat melakukan evaluasi tentang itu, paling sedikit setiap tahun debitur harus menyerahkan laporan keuangannya Perbankan dalam perannya menjalankan fungsi intermediasi mempunyai hubungan keterkaitan dengan pihak debitur. Bank akan mendapat keuntungan pendapatan bunga dan propisi dari pinjaman debitur, disisi lain debitur mendapat tambahan modal usaha yang dapat mendatangkan keuntungan. Usaha yang berdampak negatif bagi lingkungan akan menyebabkan ketidakberlanjutan usaha, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap bank sebagai kreditur. Pada bulan Januari 2005, Bank Indonesia sebagai bank sentral dan regulator perbankan di Indonesia, telah mengeluarkan paket kebijakan perbankan yang salah satu diantaranya memasukkan aspek lingkungan hidup menjadi salah satu komponen dari sisi prospek usaha khusus untuk “penilaian kualitas aktiva” dalam bentuk “kredit”. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia PBI nomor 72PBI2005. Menurut Setyobudi 2007 dukungan BI melalui kebijakan yang bersifat demand side maupun supply side bertujuan untuk lebih meningkatkan upaya-upaya akses UMKM kepada perbankan melalui mekanisme hubungan bisnis yang saling menguntungkan sehingga dapat berkesinambungan. Dari sisi supply, BI mengeluarkan berbagai kebijakan perbankan sehingga dapat meningkatkan pemberian kredit kepada UMKM namun tetap prudent. Kebijakan tersebut antara lain dengan mengeluarkan PBI Nomor 32PBI2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang menganjurkan bank memberikan sebagian kreditnya kepada usaha kecil; PBI Nomor 625PBI2004 dan SE Nomor 644DPNP perihal Rencana Bisnis Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit UMKM, sehingga diketahui komitmen bank dalam menyalurkan kredit UMKM; dan SE nomor 83DPNP, dimana dalam perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko ATMR bobot risiko untuk KUK dikenakan sebesar 85. Dari sisi demand, kebijakan BI lebih difokuskan pada penguatan lembaga pendamping 48 UMKM melalui peningkatan capacity building dalam bentuk pendidikan dan pelatihan serta kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM. Menurut Sumodiningrat 2003, untuk mengatasi hambatan permodalan usaha mikro, maka pendekatan yang perlu dilakukan adalah penyediaan jasa keuangan mikro micro finance. Selama ini LKM merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan modal UMKM karena mampu menyesuaikan dengan karakteristik UMKM yang cenderung dianggap tidak bankable oleh sektor perbankan komersial. LKM mampu memberikan pelayanan kredit dalam skala besar tanpa jaminan, tanpa aturan yang ketat dan dengan cara itu pula mampu untuk menutup seluruh biaya yang telah mereka keluarkan. Selain itu LKM juga dapat menjadi perpanjangan tangan dari lembaga keuangan formal, sebelum dana untuk pelayanan keuangan mikro itu tersalur kepada usaha mikro tersebut. LKM menjadi pilihan bagi masyarakat bawah karena memang mempunyai karakteristik yang merakyat, yaitu sesuai dengan ritme kehidupan sehari-hari dan menggunakan prosedur yang sederhana, tidak sarat aturan dan cepat. Jadi adalah tepat dan wajar apabila untuk dimasa sekarang LKM mendapatkan perhatian yang serius dalam rangka pemulihan ekonomi karena LKM mendukung sustainability dan pengembangan UMKM yang telah terbukti mampu menjadi pilar dasar perekonomian Indonesia. Robinson 2002 menyatakan bahwa penanggulangan kemiskinan di dunia dapat dilaksanakan melalui banyak sarana dan program seperti program pangan, kesehatan, permukiman, pendidikan, keluarga berencana dan melalui pinjaman dalam bentuk mikro kredit melalui LKM.

2.3 Analytical Hierarchy Process AHP

Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan adalah proses hierarki analitik atau Analytical Hierarchy Process AHP, yang dikembangkan oleh Thomas L Saaty dari Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk memformulasikan masalah-masalah yang tidak terstruktur, baik dalam bidang ekonomi, sosial maupun sains dan manajemen. AHP juga memodelkan masalah dan pendapat-pendapat sedemikian rupa sehingga dapat dinyatakan secara jelas, yang selanjutnya akan dievaluasi, dan dikaji Marimin 2004. 49 Metode AHP juga merupakan metode pengolahan data yang dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kuantitatif dengan tujuan untuk menentukan alternatif strategi berdasarkan skala prioritas Saaty 1991. Selanjutnya, Saaty 1991 menyatakan bahwa sebuah hierarki dapat dibangun dari hasil pemikiran kreatif, dukungan informasi yang tersedia dan pembentukan perspektif manusia. Tahapan yang penting dalam AHP adalah penilaian dengan teknik komparasi berpasangan terhadap elemen-elemen pada suatu tingkatan hierarki, penilaian dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara suatu elemen dan elemen lainnya. Tahap selanjutnya adalah melakukan sintesis terhadap hasil penilaian untuk menentukan elemen dengan elemen lainnya. Tahap selanjutnya yaitu melakukan sintesis hasil penilaian untuk menentukan elemen yang memiliki prioritas tertinggi dan terendah Saaty 1999. Keuntungan atau manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan metode AHP, antara lain: memberi satu model tunggal yang mudah dimengerti dan fleksibel untuk berbagai permasalahan yang tak terstruktur, memadukan pendekatan deduktif dan pendekatan sistem, dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat; memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan mewujudkan metode penetapan prioritas; melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas, menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif; mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan mereka, tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesiskan suatu hasil yang reprensentatif dari berbagai penelitian; dan memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu permasalahan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui pengulangan. Adapun ide dasar prinsip kerja AHP menurut Marimin 2005 yaitu penyusunan hierarki, penilaian kriteria dan alternatif, penentuan prioritas dan konsistensi logis. Penjelasan langkah tersebut adalah sebagai berikut: a Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.