Praktek atau Perilaku Mengelola USP

13 4 km dari tempat tinggal mereka. Setiap hari mereka harus mengeluarkan biaya angkutan relatif besar dan menggunakan waktu relatif lama; d pengelolaan atau pemanfaatan limbah sapi yang belum optimal, hal ini tampak dari banyaknya limbah sapi lama dan baru bercampur dan menumpuk di areal sekitar kandang. Hingga saat ini baru 55 USP 25,94 yang memanfaatkan limbah sapi menjadi biogas; itupun rata-rata masih dalam skala kecil, artinya hanya untuk memenuhi kebutuhan rata-rata satu sampai dua keluarga saja; atau hanya menyerap limbah dari satu atau dua sapi saja asumsi: biogas hasil satu ekor sapi memenuhi kebutuhan satu keluarga beranggota 5-6 orang. Dengan penghitungan keseluruhan, maka proporsi limbah sapi yang terserap untuk biogas selama ini baru sebagian kecil saja yaitu tidak lebih dari 12,46 110 ekor883ekor100. Ratio jumlah USP dengan jumlah keluarga pengguna biogas pada saat ini baru 1 : 0,52 atau 212 USP memenuhi kebutuhan gas 110 keluarga; masih lebih kecil dari ratio jika seluruh USP dioptimalkan memproduksi biogas yaitu 1 : 4,17 212 USP memenuhi kebutuhan gas 883 keluarga. Sementara itu proporsi USP yang mengolah limbah sapi menjadi pupuk organik, selain teknik biogas, juga masih relatif kecil, di bawah 2. Limbah sapi perah yang tidak terserap atau tidak dikelola dengan baik per USP per hari adalah rata-rata 85,54. Limbah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi faktor risiko: a peningkatan emisi gas CH 4 metana yang masuk ke atmosfir sebesar 230 liter per kg kotoran sapi Srinivasan, diacu dalam Meiviana et al. 2004; Olesen et al. 2006; b gangguan kesehatan sapi dan masyarakat LaBlane et al. 2006; Noordhuizen et al. 2005; Kirk et al. 2002, diacu dalam Rosati et al. 2004; Caraviello et al. 2006; Noor 2006; Kusmiyati et al. 2005, diacu dalam Nurhayati et al. 2007; serta c gangguan kenyamanan akibat bau limbah sapi. Menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim United Nations Framework Convention on Climate Change - UNFCCC, gas metana adalah salah satu gas rumah kaca GRK utama yang memiliki Global Warming Potential GWP atau indeks potensi pemanasan global sekitar 25 kali CO 2 . 14 Meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer pada akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu permukaan bumi secara global; yang menimbulkan dampak negatif berupa 1 mencairnya es dan gletser di seluruh dunia, terutama di Kutub Utara dan Selatan, yang kemudian menyebabkan peningkatan permukaan air laut; 2 pergeseran musim; 3 krisis persediaan makanan akibat tingginya gagal panen, 4 krisis air bersih, 5 meluasnya penyebaran penyakit tropis: malaria, demam berdarah dan diare; 6 kebakaran hutan, serta 7 hilangnya jutaan spesies flora dan fauna karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan suhu di bumi. Salah satu penyebab kurangnya pemanfaatan atau penyerapan limbah sapi perah tersebut ialah karena kurangnya gairah pelaku USP membuat atau mengolah biogas dan pupuk organik akibat hasil yang diperoleh kemudian tidak dapat dipasarkan seperti halnya elpiji.

1.4.1.7 Kemampuan Dana

Kemampuan dana sebagian besar pelaku USP untuk pengembangan USP pada dapat dikatakan rendah, hal ini tercermin dari perkembangan populasi sapi per USP dalam kurun waktu 2008-2010 relatif tetap rata-rata 3-4 ekor. Hasil pendapatan USP pada umumnya digunakan sebagian besar pelaku USP untuk keperluan konsumsi belanja pangan, listrik, air, telepon, pajak, retribusi, iuran sosial, transport, pendidikan, kesehatan, dan lainnya; akibatnya pemupukan modal untuk pengembangan USP dalam bentuk simpanan sangat rendah.

1.4.2 Kebijakan Pemerintah

Kebijakan pemerintah yang dimaksud ialah berkaitan dengan sarana dan prasarana, keamanan lingkungan, dan layanan penyuluhan dan bimbingan teknis tentang USP.

1.4.2.1 Sarana dan Prasarana

Bantuan sarana yang pernah diberikan oleh pemerintah kepada para pelaku USP di Kecamatan Sagalaherang dan Kecamatan Ciater yaitu milk-can, ember perah sapi, milk-cooling 2.500 liter dan alat pembuat eskrim. Jumlah bantuan ini kurang memadai dibandingkan dengan jumlah dan jenis kebutuhan untuk pengembangan USP. Alat pembuat eskrim dan milk-cooling yang diberikan 15 kepada pelaku USP hingga saat ini belum digunakan oleh pelaku USP karena alasan teknis dan kesulitan pemasaran hasil produksinya. Dukungan pemerintah dalam hal pengelolaan pakan masih kurang; padahal pakan merupakan faktor penting dalam USP Eastridge 2006; semakin memadai kuantitas dan kualitas pakan yang diberikan, semakin memadai pula jumlah dan kualitas sapi dan produknya; dan semakin menambah pendapatan para pelaku USP dan keluarganya. Pakan sapi perah yang tersedia sesuai dengan jumlah dan jenis yang dibutuhkan, langsung atau tidak langsung akan menggairahkan peternak memajukan USP ke arah yang diharapkan; dan sekaligus dapat merangsang atau memotivasi anggota masyarakat umum lainnya turut serta mengembangkan USP. Dukungan pemerintah dalam hal penyaluran atau pemasaran biogas dan pupuk organik hasil olahan limbah sapi perah belum ada; karenanya pelaku USP yang memiliki instalasi pengolahan selama ini memproduksi biogas bukan untuk komersial tetapi terbatas untuk keperluan konsumsi keluarga sendiri dan tetangga dekatnya.

1.4.2.2 Keamanan Lingkungan

Layanan pemerintah kecamatan atau desa dalam sistem keamanan lingkungan USP dirasakan masyarakat masih kurang; hal ini tampak dari kondisi penempatan kandang sapi pada umumnya berdekatan dengan rumah pemilik masing-masing dengan alasan belum optimalnya keamanan lingkungan.

1.4.2.3 Layanan Penyuluhan dan Bimbingan Teknis

Frekuensi dan mutu penyuluhan serta bimbingan teknis tentang pengembangan USP oleh pemerintah kepada para pelaku USP selama ini menurut para peternak masih kurang memadai jika dibandingkan dengan kebutuhan pengembangan USP secara efektif. Penyuluhan dan bimbingan teknis selama ini dominan dilakukan oleh petugas KPSBU dan petugas kesehatan hewan setempat dengan jadwal atau frekuensi yang tidak teratur. Hasil penyuluhan dan bimbingan teknis tersebut belum banyak memberi perubahan ke arah penampilan USP yang diharapkan, terutama dalam hal kebersihan atau kesehatan lingkungan USP.