8 MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP
UNTUK MENGATASI KEMISKINAN NELAYAN
Berdasarkan pada tingkat pengusahaannya, sistem perikanan tangkap dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: 1 perikanan tangkap baru new capture
fisheries , dimana sumberdaya ikan yang ada dalam suatu wilayah perairan belum
pernah dieksploitasi sama sekali; dan 2 perikanan tangkap yang sudah berkembang, yang sumberdaya ikannya telah diamanfaatkan harvested Charles,
2001. Perikanan tangkap di wilayah laut Kabupaten Cirebon jelas temasuk ke dalam kategori-2, sebuah perikanan yang telah berkembang.
Sementara itu, suatu model manajemen dari sebuah sistem perikanan tangkap yang sudah berkembang pada intinya dimaksudkan untuk memperbaiki
atau mengganti manajemen yang ada existing management agar tujuan dari perikanan tangkap dapat diwujudkan dengan sukses. Pada umumnya sistem
perikanan tangkap di berbagai wilayah atau negara di dunia memiliki tujuan lebih dari satu multiple objectives, seperti untuk memenuhi kebutuhan pangan protein
dan nutrisi bangsa, meningkatkan perolehan devisa negara, mensejahterakan nelayan, dan memelihara kelestarian sumberdaya ikan beserta ekosistem laut.
Untuk konteks Indonesia, termasuk Kabupaten Cirebon, dimana tingginya jumlah pengangguran dan rakyat miskin masih merupakan permasalahan yang
besar, maka manajemen perikanan tangkap sebaiknya memiliki empat tujuan utama, yakni agar subsektor perikanan tangkap mampu: 1 mensejahterakan
nelayan, 2 memproduksi ikan dan komoditas perikanan untuk memenuhi kebutuhan nasional maupun ekspor secara optimal dan berkelanjutan, 3
memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah maupun nasional secara signifikan, dan 4 menjaga kelestarian sumberdaya ikan beserta ekosistem laut
yang menjadi tempat hidupnya. Dengan empat tujuan utama indikator kinerja tersebut, maka diharapkan perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon dapat
berlangsung secara menguntungkan efisien, optimal, dan berkelanjutan Gambar 14.
Atas dasar temuan dari penelitian ini Bab 4 sampai Bab 7 dan kajian literatur tentang teori dan pengalaman pengelolaan pembangunan perikanan
tangkap di berbagai negara Bab 2, maka manajemen perikanan tangkap
140
Kabupaten Cirebon seyogyanya mencakup enam komponen pilar utama: 1 pengendalian intensitas laju dan cara teknologi penangkapan ikan, 2
pemeliharaan kualitas dan daya dukung lingkungan ekosistem pesisir, 3 aplikasi teknologi penangkapan yang efisien dan ramah lingkungan serta skala ekonomi
economy of scale dalam setiap unit usaha perikanan tangkap, 4 manajemen supply-chain system
secara terpadu, 5 peningkatan kapasitas SDM nelayan, dan 6 kebijakan politik-ekonomi yang kondusif Gambar 15.
Sumberdaya Ikan
Ekosistem Laut Prasarana
Sarana Perikanan
Manajemen Perikanan
Eksisting SDM
Perikanan
Pa sa r
- Lokal - Nasional
- Global
Ma na jemen Perika na n Ta ng ka p
• Keseimb an g an in ten sitas penangkapan dan potensi
lestari SDI • Pemelih araan lingkungan
ekosistem • Teknologi penangkapan
yang efisien dan ramah lingkungan
• S u p p ly-Ch a in S ystem • Pemb in aan SDM
• Keb ijak an p o litik - ekonomi
Ling kung a n Bisnis da n Stra teg is
Indika to r Kinerja
• Nelay an d an p elak u usaha lain sejahtera
• Produksi komoditas perikanan optimal dan
stabil • Kontribusi terh ad ap
perikanan tinggi • Kelestarian sto k SDI
dan ekosistemnya terpelihara
Perikanan Tangkap yang
menguntungkan, optimal, dan
berkelanjutan
Gambar 15 Kerangka Manajemen Perikanan Tangkap yang Optimal dan Berkelanjutan
Sebagaimana telah diuraikan dalam Bab 5, bahwa manajemen perikanan konvensional hanya fokus pada aspek stok sumberdaya ikan, lingkungan
ekosistem pesisir dan lautan, dan kegiatan penangkapan ikan. Akan tetapi, kurang atau tidak mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial-budaya, politik dan
kelembagaan yang mempengaruhi sistem perikanan tangkap itu sendiri. Bahkan, meskipun aspek pengelolaan lingkungan pesisir dan lautan sejak awal 1980-an
sudah mulai dipertimbangkan dalam manajemen perikanan tangkap, tetapi pada kenyataannya kebanyakan pihak yang berwewenang dalam pengelolaan perikanan
141
tangkap di Indonesia masih menempatkan pengelolaan lingkungan pesisir dan lautan sebagai prioritas kedua atau kurang penting.
8.1 Optimalisasi Tingkat Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Sesuai Produksi
Lestari
Sebagai sumberdaya terbarukan renewable resource, sumberdaya populasi ikan di laut dapat tumbuh berkembang dan memperbaharui dirinya
melalui proses rekruitmen pertambahan jumlah individu terhadap populasi melalui reproduksi, dan proses pertumbuhan berat maupun panjang setiap
individu dalam populasi. Dalam suatu populasi ikan yang ada dalam kondisi keseimbangan equilibrium, proses pertambahan dari pertumbuhan dan
rekruitmen secara rata-rata sama dengan proses pengurangan dari mortalitas yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan dan kematian secara alamiah seperti
pemangsaan, penyakit, dan perubahan faktor-faktor lingkungan secara drastis Gulland, 1986.
Oleh sebab itu, mandat utama dari pengelolaan perikanan tangkap adalah untuk memastikan bahwa mortalitas ikan oleh kegiatan penangkapan tidak
melampaui proses pertambahan dikurangi dengan proses pengurangan akibat kematian secara alamiah dari suatu stok ikan dalam wilayah perairan laut tertentu.
Jika, mandat ini diterjemahkan menjadi rumus matematik sederhana adalah sebagai berikut:
F R + G + I – M + E,
Dimana: • F = Kematian ikan akibat kegiatan penangkapan oleh nelayan
• R = Rekrutmen • G = Pertumbuhan individu ikan
• I = Ikan yang masuk ke dalam wilayah perairan laut yang menjadi unit
pengelolaan, dari wilayah laut sekitarnya. • M = Kematian ikan akibat pemangsaan, penyakit, perubahan kondisi
lingkungan secara drastis, dan lainnya • E = Ikan yang keluar dari wilayah laut yang sedang dikelola ke wilayah
laut sekitarnya.
Dengan demikian, suatu sistem usaha perikanan tangkap dapat efisien menguntungkan dan mensejahterakan nelayan serta pelaku usaha terkait lainnya
142
secara berkelanjutan hanya dapat diwujudkan, bila intensitas laju penangkapan ikan tidak melebihi potensi produksi lestari atau MSY kemampuan pulih,
renewable capacity dari sumberdaya ikan di suatu wilayah perairan dalam kurun
waktu tertentu. Selain itu, teknologi dan cara yang digunakan pun harus yang ramah lingkungan, tidak menurunkan, apalagi menghancurkan kemampuan
populasi ikan untuk melahirkan anak-anaknya recruitment dan untuk tumbuh menjadi besar atau semakin panjang.
Mengingat status pemanfaatan sumberdaya ikan berdasarkan pada jenis alat tangkap, jenis stok ikan maupun zona penangkapan di Kabupaten Cirebon pada
umumnya telah melampaui batas-batas kelestarian dari sumberdaya ikan Bab 6, maka perlu pengurangan upaya penangkapan ikan fishing effort di wilayah
perairan laut Kabupaten Cirebon, khususnya di zona-1 dan zona-II dimana nelayan banyak menangkap ikan.
Mengacu pada hasil penelitian ini tentang status pemanfaatan sumberdaya ikan berdasarkan jenis alat tangkap yang sudah berstatus berlebih Tabel 12 dalam
Bab 6, maka jumlah alat tangkap payang yang saat ini digunakan di wilayah perairan laut Kabupaten Cirebon harusnya dikurangi dari 793 unit standar f
saat ini
menjadi 510 unit standar f
opt
. Sedangkan, dogol dikurangi dari 138 unit standar menjadi 8 unit standar, pukat arad dari 206 unit standar menjadi 74 unit standar,
jaring insang hanyut dari 472 unit standar menjadi 379 unit standar, jaring insang lingkar dari 592 unit menjadi 33 unit, bagan tancap dari 192 unit menjadi 48 unit,
dan rawai tetap dari 233 unit menjadi 15 unit. Lebih jelasnya lihat Tabel 34 berikut ini.
Tabel 34 Optimalisasi Jenis Alat Tangkap Nelayan di Kabupaten Cirebon
No Jenis Alat Tangkap
Jumlah Alat Tangkap Unit Saat Ini
Optimal Pengurangan
1. Payang 510
793 283
2. Dogol 8
138 130
3. Pukat arad apolo 74
206 132
4. Jaring Insang Hanyut 379
472 93
5. Jaring Insang Lingkar 33
592 559
6. Bagan Tancap 48
192 144
7. Rawai Tetap 15
233 218
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian 2010
143
Selanjutnya, untuk menilai apakah kebijakan pengurangan upaya tangkap tersebut tepat on the right track, maka perlu pemantauan CPUE setiap bulan
dalam jangka waktu sedikitnya lima tahun ke depan. Jika, kecenderungan trend CPUE bulanan tersebut konstan mendatar, tidak naik atau turun, maka berarti
kebijakan pengurangan tersebut sudah tepat. Apabila kecenderungannya menurun, maka perlu pengurangan upaya tangkap yang lebih besar. Sebaliknya,
bila kecenderungannya naik, maka penambahan upaya tangkap diperbolehkan secara bertahap. Selain CPUE, indikator lain yang perlu dipantau dan dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi adalah ukuran rata-rata dari jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh setiap armada kapal ikan. Apabila ukuran rata-rata ikan yang
tertangkap justru semakin mengecil, maka berarti telah terjadi recruitment overfishing
. Implikasinya adalah perlu pengurangan upaya tangkap yang lebih besar. Indikator lainnya adalah lokasi daerah penangkapan ikan fishing ground
dan waktu yang diperlukan untuk mendapatkan volume ikan tertentu. Pemantauan dan evaluasi dari sebuah kebijakan semacam ini sesungguhnya
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap sistem manajemen, tidak terkecuali manajemen perikanan tangkap. Sayangnya, otoritas pengelola
perikanan tangkap di Indonesia belum pernah atau belum serius melakukan program pemantauan dan evaluasi ini.
8.2 Pemeliharaan Kualitas dan Daya Dukung lingkungan Laut
Untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan laut, maka faktor-faktor yang menambah stok ikan dalam rumus dinamika populasi ikan diatas, yakni
rekruitmen, pertumbuhan individu ikan, dan imigrasi ikan harus diperbesar. Pada saat yang sama, faktor-faktor yang mengurangi yaitu mortalitas alamiah dan
emigrasi harus diminimalisir. Seperti telah diuraikan diatas, bahwa rekruitmen ikan baru melalui proses
reproduksi dan kelangsungan hidup survival rate ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas perairan dan keberadaan ekosistem pesisir seperti mangrove, terumbu
karang, dan estuari. Sementara itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa baik kualitas perairan laut Kabupaten Cirebon maupun kondisi ekosistem pesisir
mangrove telah mengalami pencemaran dan kerusakan.