5. Pembatasan lokasi penangkapan ikan limiting the location of fishing

43 mereka yang tidak memungkinkan untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam konteks masyarakat tradisional, nelayan sering didefinisikan sebagai orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut sebagai mata pencahariannya. Mereka umumnya hidup di kawasan pesisir pantai dan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam terutama angin, gelombang, dan arus laut. Menurut Kusnadi 2002, penggolongan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari 3 tiga sudut pandang: 1 penguasaan alat-alat produksi peralatan tangkap, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan pemilik atau juragan orenga dan nelayan buruh pandhiga; 2 tingkat skala investasi modal usaha, struktur masyarakat nelayan terbagi ke dalam kategori nelayan besar dan nelayan kecil; 3 tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan, struktur masyarakat nelayan terbagi kedalam kategori nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan pemilik atau juragan adalah orang yang memiliki modal dan sarana penangkapan. Sementara nelayan buruh adalah orang yang menjual jasa tenaga kerja sebagai buruh dalam kegiatan penangkapan ikan di laut. Pola hubungan nelayan buruh dengan juragan disebut sebagai patron-client. Pola hubungan ini sudah lama terjadi dan sangat tidak menguntungkan bagi nelayan buruh, karena pola tersebut menyebabkan nelayan buruh sangat tergantung pada juragan sebagai patron. Juragan sebagai rentenir dengan suku bunga yang tinggi perbulan, sekaligus penampung hasil tangkapan dengan harga termurah. Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya milik umum commons property resources yang pemanfaatannya terbuka untuk siapapun. Hal ini mendorong kebebasan yang penuh bagi setiap individu atau kelompok masyarakat untuk memanfaatkannya secara optimal tanpa memperhatikan kerusakan sumberdaya perikanan serta akibat-akibat serius yang akan ditimbulkannya. Para pemilik modal dan alat-alat produksi memiliki jangkauan kapasitas penangkapan ikan yang lebih besar dibandingkan nelayan buruh. Ketimpangan kapasitas ini akan menimbulkan konflik sosial yang terjadi karena kecemburuan sosial, yang dipicu oleh kenyataan bahwa salah satu pihak memperolah bagian terbesar dari eksploitasi sumberdaya perikanan sedangkan pihak yang lain justru sebaliknya. 44 Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Ditjen Perikanan 2000 mengklasifikasi nelayan berdasarkan waktu yang digunakan untuk melakukan pekerjaannya yaitu: 1 Nelayan penuh, adalah orang yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk pekerjaan penangkapan ikan. 2 Nelayan sambilan utama, adalah orang yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk penangkapan ikan, disamping itu mereka dapat mempunyai pekerjaan lain. 3 Nelayan sambilan tambahan, adalah orang yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan. Sementara itu, Satria 2002 menggolongkan nelayan menjadi empat tingkatan yang dilihat dari kapasitas teknologi alat tangkap dan armada, orientasi pasar, dan karakteristik hubungan produksi yaitu: 1 Peasant-fisher nelayan tradisional - Hasil tangkapan yang dijual lebih berorientasi untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, bukan diinvestasikan. - Umumnya masih menggunakan alat tangkap tradisional dayung atau sampan tidak bermotor dan masih melibatkan anggota keluarga sebagai tenaga kerja utama. 2 Post-peasant-fisher - Penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih maju. - Orientasi pasar - Tenaga kerja sudah meluas dan tidak bergantung pada anggota keluarga. 3 Commercial fisher - Orintasi pada peningkatan keuntungan - Skala usaha besar - Teknologi lebih modern - Tenaga kerja banyak mulai buruh hingga manajer. 4 Industrial fisher - Diorganisasi dengan cara-cara yang mirip dengan perusahaan agroindustri di negara-negara maju.