27
2.3.2 Tujuan Pengelolaan Perikanan Tangkap
Ada dua tujuan pengelolaan perikanan tangkap yang sering dibicarakan dan perlu diketahui, yaitu mencapai MSY Maximum Sustainable Yield dan MEY
Maximum Economic Yield. Sedangkan tujuan lain yang jarang dibicarakan adalah mengoptimumkan kondisi-kondisi sosial atau meminimumkan konflik di
dalam sektor perikanan Gulland, 1974 in Merta, 1989. Menurut Fricke 1985 dalam Merta 1989, bahwa untuk mencapai manfaat terbaik dari suatu
sumberdaya, para pengelola haruslah menyeimbangkan dampak-dampak dari ekologi sumberdaya, ekonomi dan sosial dalam membuat keputusan atau
memaksimumkan keuntungan-keuntungan biologi atau biomassa, ekonomi dan sosial.
Menurut Boer dan Aziz 2007 salah satu tujuan akhir menemukan pola pengelolaan sumberdaya perikanan yang tepat adalah demi tercapainya
kesejahteraan para nelayan. Tujuan utama lainnya adalah untuk penyediaan pangan dan bahan baku industri, penghasil devisa serta untuk mengetahui porsi
optimum besarnya pemanfaatan oleh armada penangkapan. Sementara itu, Charles 2001 berpendapat bahwa tujuan akhir dari
pengelolaan perikanan tangkap adalah untuk mewujudkan sosok perikanan tangkap yang berkelanjutan sustainable fisheries. Selanjutnya, Charles 2001
menjelaskan bahwa ada empat kelompok indikator yang menggambarkan sebuah sistem perikanan tangkap yang berkelanjutan, yakni:
a Keberlanjutan ekologis ecological sustainability, yakni suatu kondisi
dimana kualitas dan kesehatan ekosistem perairan terpelihara dengan baik, agar sumberdaya ikan yang hidup di dalamnya dapat tumbuh dan
berkembang biak secara optimal, dan tingkat penangkapan sumberdaya ikan
tidak melampaui kemampuan pulih renewable capacity nya, sehingga hasil
tangkapan secara keseluruhan baik pada tingkat kabupatenkota, propinsi, maupun nasional dapat berlangsung secara berkelanjutan.
b Keberlanjutan sosial-ekonomi socioeconomic sustainability, yaitu suatu
kondisi dimana sistem usaha perikanan tangkap mampu memelihara atau meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional; dan
28
meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha nelayan dan mereka yang terlibat dalam kegiatan industri hulu serta industri hilir perikanan tangkap secara
adil dan berkelanjutan.
c Keberlanjutan masyarakat community sustainability, yakni
terpeliharanya atau semakin membaiknya kualitas kehidupan masyarakat pelaku usaha perikanan tangkap beserta segenap sistem nilai keutamaan
individu seperti budaya kerja keras, kreatif, budaya menabung, jujur, dan disiplin dan sistem nilai keutaman kelompok nya, seperti semangat
toleransi, saling menghormati, kerjasama, dan pengorbanan untuk kepentingan bersama.
d Keberlanjutan kelembagaan institutional sustainability, yaitu suatu
kondisi dimana semua pranata kelembagaan institutional arrangements yang terkait dengan sistem perikanan tangkap seperti pelabuhan perikanan,
pemasok sarana produksi, pengolah dan pemasar hasil tangkapan, dan lembaga keuangan dapat berfungsi secara baik dan benar serta
berkelanjutan. Selain keberlanjutan sustainability, sosok perikanan tangkap yang berhasil
adalah juga yang mampu meredam dan pulih kembali dari segenap tekanan, distorsi, gangguan, dan gejolak baik yang disebabkan oleh aktivitas manusia
maupun fenomena alam, seperti El-Nino, La-Nina, dan perubahan iklim global global climate change. Dengan perkataan lain, sistem perikanan tangkap yang
sukses harus berkelanjutan sustainable dan lentur resilience terhadap sejumlah
gangguan dan distorsi. Untuk dapat mewujudkan sosok perikanan tangkap yang berhasil seperti itu, maka setiap kebijakan, program, kegiatan, dan teknik
manajemen hendaknya disusun berdasarkan pada karakteristik, struktur, dinamika, dan interaksi dari berbagai sub-sistem komponen yang membentuk sistem
perikanan tangkap.
2.3.3 Teknik-Teknik Pengelolaan Perikanan Tangkap
Beberapa teknik pengelolaan perikanan tangkap yang biasanya diterapkan adalah melalui penutupan musim penangkapan, penutupan daerah pemijahan,
pembatasan ukuran ikan yang tertangkap, pembatasan alat dengan cara
29
mengontrol selektivitas dan ”fishing power”-nya, menentukan kuota hasil tangkapan, dan pengawasan terhadap jumlah penangkapan melalui pembatasan
terhadap jumlah kapal dan jumlah penangkapan oleh masing-masing kapal Gulland, 1971 in Merta, 1989.
Oleh Tait 1981 dalam Merta 1989, teknik-teknik pengelolaan perikanan tangkap dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu 1 pembatasan jumlah total
penangkapan dan 2 memberikan perlindungan khusus terhadap ikan-ikan muda yang menjamin bahwa mereka dapat mencapai ukuran yang layak dan mempunyai
kesempatan untuk memijah sebelum tertangkap. Pembatasan jumlah total penangkapan dilakukan dengan cara:
• Penghentian secara total penangkapan terhadap jenis yang dieksploitasi secara berlebihan;
• Membatasi hasil tangkapan tahunan total yang diizinkan TAC = Total Allowable Catch
; • Membatasi ukuran dari armada penangkapan;
• Membatasi lamanya musim penangkapan atau jam-jam yang diizinkan;
dan • Mengatur ukuran dan tipe dari alat tangkap.
Sementara perlindungan terhadap ikan-ikan muda dilakukan dengan cara: • Melarang penangkapan ikan-ikan kecil;
• Menutup daerah-daerah pemijahanatau asuhan dari penangkapan; dan • Menentukan penggunaan ukuran-ukuran minimum dari mata jaring atau
pancing. Menurut Merta 1989, beberapa alternatif dalam pengelolaan perikanan
lemuru Sardinella longiceps antara lain: • Mengurangi jumlah kapal;
• Mengurangi jumlah trip; • Penutupan musim penangkapan;
• Memperbesar mata jaring; • Melarang alat tangkap bagan; dan
• Mengganti alat tangkap payang.
30
Dalam pada itu, para ahli perikanan lain seperti Charles 2001 dan McClanahan dan Castilla 2007 mengelompokkan teknik manajemen perikanan
tangkap fisheries management measures secara garis besar ke dalam lima kategori: 1 pengendalian upaya tangkapinput inputeffort control; 2
pengedalian hasil tangkapoutput outputcatch control; 3 pengaturan teknologi penangkapan; 4 insentif dan disinsentif ekonomi indirect economic
instruments ; dan 5 pengelolaan berbasis ekosistem.
a. Pengendalian Upaya Tangkap InputEffort Control
Pada prinsipnya, dalam rangka menjamin usaha perikanan tangkap supaya terus menguntungkan dan stok ikan tetap lestari, maka teknik manajemen ini
mengaturmengendalikan upaya tangkap atau fishing effort yang diperbolehkan beroperasi di suatu wilayah perairan fishing ground. Meskipun upaya tangkap
merupakan kumpulan kombinasi berbagai input, namun ada empat unsur input yang lazim digunakan dalam menentukan besarnya upaya tangkap dari suatu
armada penangkapan ikan fishing fleet, yaitu: 1 jumlah kapal ikan; 2 rata-rata kemampuan menangkap ikan dari setiap kapal ikan yang biasanya ditentukan oleh
ukuran kapal, jumlah dan keahlian ABK, jenis dan kuantitas alat tangkap, alat penunjang fish finder, peta perkiraan lokasi ikan, dll, dan input fisik lainnya; 3
rata-rata intensitas operasi setiap kapal ikan per satuan waktu di laut, yang berarti mengukur proporsi dari kemampuan menangkap dari kapal yang sebenarnya
teralisir di laut; dan 4 rata-rata waktu operasi setiap kapal ikan di laut. Secara matematis, upaya tangkap dirumuskan sebagai berikut:
Upaya tangkap = Jumlah kapal ikan x Kemampuan kapal menangkap ikan x Intensitas x Lamanya kapal beroperasi di laut
Dari rumus di atas jelas, bahwa bila salah satu unsur tersebut besarnya adalah nol, maka upaya tangkap pun menjadi tidak ada nol. Dengan kata lain,
tidak ada aktivitas penangkapan ikan. Pada kenyatannya, selain keempat unsur tersebut, sebenarnya upaya tangkap juga bergantung pada keahlian dan
pengalaman dari fishing master, nahkoda kapal, dan ABK. Namun dalam analisis, faktor keahlian dan pengalaman ini jarang dipertimbangkan. Secara garis besar,
31
ada lima teknik manajemen yang termasuk ke dalam pengendalian upaya tangkap, yaitu: 1 membatasi jumlah kapal ikan yang boleh beroperasi, 2 membatasi
kemampuan menangkap setiap kapal ikan, 3 membatasi intensitas operasi penangkapan ikan, 4 membatasi lama waktu menangkap ikan di laut, dan 5
membatasi lokasi penangkapan ikan.
a.1. Pembatasan jumlah kapal ikan limiting entry
Teknik ini merupakan salah satu yang paling populer diterapkan dalam pengelolaan perikanan tangkap. Caranya dengan membatasi jumlah kapal
ikan yang boleh beroperasi di suatu WPP Wilayah Pengelolaan Perikanan melalui pemberian surat izin penangkapan ikan kepada pemilik perusahan
kapal ikan tertentu. Pemerintah Indonesia termasuk yang mengandalkan teknik manajemen perikanan tangkap ini sejak tahun 1970-an sampai
sekarang.
a.2. Pembatasan kemampuan menangkap setiap kapal ikan limiting the
capacity per fishing vessel
Pengendalian upaya tangkap tidak cukup hanya dengan cara membatasi jumlah kapal ikan yang diizinkan beroperasi di suatu WPP, karena setiap
kapal ikan memiliki kemampuan menangkap ikan fishing power berbeda. Oleh sebab itu, pembatasan terhadap unsur-unsur yang menentukan
kemampuan menangkap ikan setiap kapal ikan juga mesti dilakukan. Biasanya, instansi pengelola management authority, seperti KKP, dan
dinas perikanan dan kelautan tingkat propinsi serta kabupatenkota membatasi: 1 ukuran kapal ikan, terutama panjang atau kemampuan
menampung holding capacity; dan 2 jumlah atau besarnya alat tengkap fishing gears yang boleh dioperasikan.
a.3. Pembatasan intensitas operasi penangkapan ikan limiting the intensity
of fishing operation
Dalam prakteknya, teknik ini paling sulit untuk dikendalikan. Karena, intensitas penangkapan bukan hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang
sifatnya fisik dan kuantitatif seperti jumlah alat tangkap dan jumlah ABK, tetapi juga dipengaruhi oleh seberapa jauh fishing master dan para ABK
32
bekerja keras, serta hal-hal di luar kekuasaan control manusia seperti kondisi gelombang laut dan cuaca.
a.4. Pembatasan lamanya waktu operasi penangkapan ikan limiting the
time of fishing operation
Setiap kapal ikan dengan berapa besar kemampuan tangkapnya dan seberapa tinggi keahlian fishing master dan para ABK nya, tidak akan dapat
menangkap ikan, apabila kapal ikan tersebut tidak beroperasi di laut, daerah penangkapan ikan fishing ground. Karena itu, pembatasan lamanya kapal
ikan beroperasi di laut biasanya dihitung atas dasar lamanya hari kapal ikan di laut menjadi teknik manajemen yang semakin banyak digunakan oleh
para pengelola perikanan tangkap.
a.5. Pembatasan lokasi penangkapan ikan limiting the location of fishing
Pada umumnya distribusi stok atu biomasa ikan di laut tidak merata, ada lokasi kawasan laut yang banyak ikannya, dan ada yang tidak, yang
keberadaannya juga dipengaruhi oleh musim dan faktor-faktor oseanografis. Oleh karena itu, salah satu teknik manajemen yang sudah lazim digunakan
adalah dengan cara mengalokasikan lokasi kawasan perairan laut tertentu kepada beberapa individu nelayan, beberapa keluarga, perusahaan
perikanan, atau kelompok masyarakat. Teknik ini dapat dilaksanakan berdasarkan pada tataran individu nelayan dalam bentuk territorial use
rights in fishing TURFs, hak pengusahaan wilayah perikanan, atau
berbasis pemerintah seperti contoh pada Tabel 5. Tabel 5
Zonasi untuk kegiatan perikanan tangkap di Malaysia
Kawasan Jarak dari garis
pantai km Deskripsi Peruntukan
A 8
Nelayan tradisional B
8-19 Pukat harimau yang dioperasikan sendiri oleh
pemiliknya dan purse-seiners 40 GT C
19-48 Pukat harimau dan purse-seiners 40 GT yang
dimiliki dan dioperasikan oleh nelayan Malaysia D
48 Perikanan laut dalam dengan kapal ikan
≥ 70 GT dan kapal ikan asing melalui joint venture atau charter
Sumber : Abdullah dan Kuperan 1997
33
Tantangan dan kendala dalam mengimplementasikan teknik manajemen atas dasar pengendalian upaya tangkap adalah akal-akalan para nelayan atau perusahan
perikanan untuk cari cara agar dapat kapasitas penangkapan kapal ikannya. Contohnya, pembatasan panjang kapal ikan dengan maksud untuk mengurangi
kapasitas penangkapan fishing power kapal tersebut. Nelayan atau perusahaan perikanan bisa saja mentaati ukuran panjang kapal, tetapi mereka mengakalinya
dengan memperlebar ukuran kapal. Sehingga, kapasitas penangkapan kapal termaksud tetap atau bahkan bisa lebih besar. Demikian juga halnya dengan
pembatasan ukuran mata jarring mesh size pada pukat harimau trawler, nelayan atau perusahaan perikanan mengakalinya dengan memperpanjang waktu
operasi penangkapan. Oleh sebab itu, agar teknik manajemen perikanan tangkap ini dapat berhasil,
maka kita harus menerapkan kombinasi dari beberapa teknik manajemen di atas.
b. Pengendalian Hasil Tangkap OutputCatch Control
Dalam teknik manajemen yang berbasis pada pengendalian upaya tangkap seperti diuraikan di atas, fokusnya adalah bagaimana membatasi berbagai
komponen dari upaya tangkap inputs, sedangkan manajemen yang berbasis pada pengendalian hasil tangkap, fokusnya adalah mengendalikan hasil tangkap catch
nya. Ada empat jenis teknik manajemen yang termasuk ke dalam kelompok manajemen berbasis pengendalian hasil tangkap.
b.1. Jumlah ikan hasil tangkapan yang diperbolehkan Total Allowable
Catch, TAC
Sampai saat ini, teknik manajemen inilah yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Jumlah hasil Tangkap yang Diperbolehkan JTB adalah
besarnya biomasa ikan biota perairan lainnya yang diizinkan untuk ditangkapdipanen dalam kurun waktu tertentu setahun dari suatu WPP.
Myoritas pakar dan praktisi perikanan di dunia meyakini, bahwa bila kita menangkap stok ikan sebanyaksebesar JTB, maka diharapkan stok ikan
tersebut tetap lestari sustained dan usaha perikanan tangkap pun akan menguntungkan dan berkelanjutan. Menurut FAO 1995, JTB adalah
sekitar 80 dari MSY Maximum Sustainable Yield atau potensi produksi lestari dari stok ikan yang terdapat dalam suatu WPP.
34
Apabila JTB ini kita terapkan untuk kondisi perikanan tangkap Indonesia, dimana potensi lestari stok ikan secara agregat untuk seluruh laut Indonesia
adalah 6,5 juta tontahun; maka JTB nya adalah kurang lebih sebesar 5,2 juta tontahun. Persoalannya adalah, bahwa angka total potensi lestari itu
sangat agregatif dan kasar, baik ditinjau dari jenis stok ikan maupun unit WPP.
b.2. Kuota individu nelayankapal ikan Individual quotas
Jumlah hasil tangkapan kuota per individu individual quota adalah besarnya jumlah atau biomasa ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap
oleh setiap kapal ikan dalam kurun waktu tertentu. Dalam prakteknya, teknik ini bisa berupa pembatasan besarnya biomasa ikan yang boleh
ditangkap setiap kali kapal melaut trip limits, atau dalam kurun waktu setahun on an annual basis, dimana kuota individual ini merupakan
nisbah atau proporsi a fraction dari JTB. Selanjutnya, kuota individual dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu: 1 kuota individual yang
dapat diperjual-belikan atau dipindah-tangankan Individual Transferable Quotas, ITQs
; dan 2 kuota individual yang tidak dapat diperjual-belikan Individual Non-Transferable Quotas, INTQs.
b.3. Kuota masyarakat Community quotas
Pada prinsipnya, kuota masyarakat sama dengan kuota individu, tetapi dalam hal ini kuota tersebut diberikan kepada masyarakat. Hal ini seiring
dengan semakin berkembangnya pengelolaan sumberdaya alam, termasuk perikanan, yang berbasis masyarakat community-based management.
Tiga kelebihan dari kuota masyarakat adalah: 1 menghadirkan manajemen lebih ke tingkat lokal, tidak pada tingkat pusat atau di tangan pemerintah
saja; 2 melibatkan lembaga-lembaga lokal, sehingga rancangan manajemen diharapkan lebih sesuai dengan kondisi setempat serta aspirasi
masyarakat, dengan demikian aturan main pun lebih bisa ditaati bersama oleh segenap warga nelayan; dan 3 secara moral masyarakat lebih patuh
kepada peraturan yang disepakati bersama. Dalam kuota masyarakat, biasanya pembagian kuota kepada anggota
nelayan ditentukan secara musyawarah, sementara instansi pemerintah
35
sebagai mediator serta fasilitator saja. Lebih dari itu, pemantauan terhadap pelaksanaan teknik manajemen ini juga pada umumnya dikerjakan oleh
masyarakat sendiri, sehingga diharapkan ada semacam rasa memiliki sense of belonging
terhadap kelestarian sumberdaya ikan.
b.4. Pengendalian stok ikan yang tersisa Escapement control
Filosofi yang mendasari teknik manajemen ini adalah bahwa kita harus memastikan ada sejumlah stok ikan yang disisakan tidak
ditangkapdipanen di laut dengan kuantitas biomasa dan komposisikeragaman jenis yang mencukupi, sehingga proses pemijahan
dan rekrutmen masih bisa berlangsung normal. Dengan demikian, stok ikan di laut tetap bisa lestari dan kegiatan usaha perikanan tangkap bisa terus
eksis dan menguntungkan. Teknik manajemen ini pada umumnya diterapkan dalam perikanan anadromous atau katadromous seperti ikan
salmon dan sidat.
c. Pendekatan Teknis
Pada dasarnya teknik manajemen perikanan tangkap yang termasuk ke dalam kelompok ini dimaksudkan untuk membatasi dimana, kapan, dan
bagaimana kegiatan penangkapan ikan dilakukan terhadap stok ikan tertentu. Harapannya adalah agar kelestarian stok ikan tersebut tetap terjaga, serta secara
simultan usaha penangkapan ikan dapat berlangsung secara menguntungkan dan berkelanjutan. Ada empat macam pendekatan teknik, yaitu: 1 pembatasan alat
tangkap fishing gear restrictions, 2 pembatasan ukuran mata jaring mesh size limits
, 3 penutupan daerah penangkapan closed areas, dan 4 pembatasan musim penangkapan closed seasons.
c.1. Pembatasan penggunaan alat tangkap
Teknik membatasi penggunaan alat tangkap yang populer di Indonesia adalah pelarangan operasi pukat harimau trawlers, jaring arad, dan lainnya
di daerah-daerah perairan tertentu. Dari segi konservasi, larangan penggunaan pukat harimau, terutama bottom trawling, dimaksudkan untuk
menghindari kerusakan habitat dasar perairan, dan juga agar proses pemijahan ikan dan biota laut lainnya tidak terganggu. Pada prinsipnya,