Struktur Ekonomi Wilayah Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya

89

5.2.2. Masa Kemerdekaan – 1967

Sejak Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 sampai 1967, sebagian besar peraturan dan perundangan tentang perikanan dan kelautan di zaman penjajahan masih diberlakukan. Pada 1960, Pemerintah RI menerbitkan UU No. 41960 tentang Perairan Indonesia, yang menyatakan bahwa wilayah Perairan Indonesia selebar 12 mil laut dari pantai. Kemudian, dengan diberlakukannya Keppres No. 1031963, maka wilayah Perairan Indonesia sebagai lingkungan maritim tahun 1939 tidak berlaku lagi. Dengan demikian, sejak merdeka 1945 sampai 1967 pemerintah tidak mengeluarkan kebijakan pembangunan yang berarti, termasuk di sektor perikanan, karena hampir seluruh energi dan kapasitasnya terpakai untuk meredam berbagai gejolak politik, pergantian sistem pemerintahaan, dan pembenahan organisasi pemerintahan.

5.2.3. Masa Pembangunan 1968 – 1999

Laju pemanfaatan sumberdaya ikan laut di masa kolonial hingga sebelum masa pembangunan 1968 masih sangat rendah. Lebih dari 95 persen kegiatan perikanan tangkap masih bersifat subsisten hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga nelayan sendiri Soewito, et al., 2000. Kemampuan nelayan beroperasi dengan perahu layarnya hanya terbatas pada perairan laut yang dekat pantai nearshore fisheries. Sementara itu, kondisi lingkungan laut belum terpengaruh oleh pencemaran dan perusakan lingkungan lainnya. Atas dasar kondisi nyata tersebut, sampai akhir 1973 Pemerintah RI c.q. Ditjen. Perikanan belum menganggap perlu melakukan penelitian tentang besarnya potensi sumberdaya ikan laut. Status pemanfaatan sumberdaya ikan laut saat itu dapat dikatakan masih underfishing kurang diusahakan, sehingga belum ada kebijakan dan peraturan yang secara khusus membatasi intensitas tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut. Sebaliknya, sebagian besar kebijakan justru diorientasikan untuk meningkatkan produksi perikanan, terutama dari perikanan tangkap di laut. Kondisi kebijakan semacam ini berlangsung hingga akhir 1980-an. Pada tahun 1973 dan 1974 dilakukan pendugaan stok stock assessment ikan secara terbatas di wilayah Laut Indonesia, dan hasilnya mengungkapkan bahwa potensi produksi lestari Maximum Sustainable Yield, MSY sumberdaya 90 ikan Laut Indonesia adalah sekitar 4,5 juta tontahun. Kemudian, dengan diberlakukannya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia ZEEI pada 1983 sebagai keputusan dari UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea 1982, maka potensi produksi lestari sumberdaya ikan Laut Indonesia bertambah sebesar 2,1 juta tontahun menjadi 6,6 juta tontahun. Nilai inilah yang dijadikan dasar dalam kebijakan pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap di laut sampai tahun 1991 Soewito, et al., 2000. Pendugaan stok sumberdaya ikan laut berikutnya dilaksanakan pada 1991 oleh Ditjen. Perikanan, Puslitbang Perikanan, dan Puslitbang Oseanologi-LIPI. Hasilnya justru nilai MSY sumberdaya ikan laut Indonesia hanya sekitar 6,4 juta tontahun. Namun, informasinya menjadi lebih lengkap, dijabarkan lebih rinci menurut WPP Wilayah Pengelolaan Perikanan yang jumlahnya sebanyak sembilan wilayah ketika itu, dan kelompok ikan, yakni pelagis besar, pelagis kecil, demersal, udang penaeid, ikan karang konsumsi, dan lainnya. Laju pemanfaatan sumberdaya ikan laut terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 1975, tingkat pemanfaatannya baru sebesar 25 persen dari nilai MSY, kemudian meningkat menjadi 38 persen dari nilai MSY, dan mencapai 64 persen dari nilai MSY pada 1999 Soewito, et al., 2000; Ditjen. Perikanan, 2000. Namun, tingkat pemanfaatannya tidak merata, baik antara wilayah Indonesia Timur dan wilayah Indonesia Barat maupun antar wilayah pantai, lepas pantai, dan ZEEI. Hal ini disebabkan karena sebagian besar nelayan armada perikanan merupakan nelayan skala kecil artisanal yang kegiatan operasi penangkapannya berlangsung di perairan pantai dangkal, terutama di Paparan Sunda, seperti Laut Pantai Utara Jawa, Selat Malaka, Selat Karimata, Selat Bali, dan Pantai Selatan Sulawesi. Di wilayah-wilayah laut dangkal ini, sejak awal 1990-an tingkat pemanfaatannya sudah mencapi titik jenuh fully exploited, dan untuk beberapa jenis stok ikan udang Penaeid dan ikan demersal bahkan sudah overfishing tangkap lebih. Berdasarkan pada potensi sumberdaya ikan laut dan status pemanfaatannya, maka berbagai kebijakan dan peraturan telah dikeluarkan pemerintah sejak 1968 hingga 1999 sebelum dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan, berupa: