Manajemen Berbasis Ekologi Study on the interaction between fish stocks and fisherman poverty as a basis for coastal fisheries management in cirebon regency, Province of West Java
48
kemiskinan bermacam-macam tergantung pada institusi yang mengeluarkannya. BPS menerapkan garis kemiskinan dengan ukuran kalori,
dimana masyarakat dikatakan miskin jika tingkat pengeluaran untuk makan kurang dari 2.100 kalori per orang per hari. Pada tahun 2002, untuk
memenuhi kebutuhan pangan minimum diperlukan biaya Rp 82.328 per orang per bulan, sedangkan untuk kebutuhan non pangan diperlukan biaya Rp
28.957 per orang per bulan, maka jumlah garis kemiskinan ditetapkan sebesar Rp 111.285 per orang per bulan BPS; BAPPENAS dan UNDP, 2004.
Sementara itu, Bank Dunia menggunakan ukuran pendapatan. Orang yang memiliki pendapatan kurang dari US 2 per orang per hari digolongkan
miskin. Sedangkan Sajogyo menggunakan ukuran pengeluaran setara beras. Orang yang tingkat pengeluaran beras kurang dari 320 kg per tahun
digolongkan miskin. Jika ukuran garis kemiskinan hanya berdasarkan kalori atau tingkat
pengeluaran untuk makan saja menurut pendapat saya kurang tepat, karena manusia selain makan perlu pakaian, tempat tinggal, kesehatan dan pendidikan
sebagai kebutuhan dasar untuk hidup normal. Ukuran yang ditetapkan oleh Bank Dunia lebih tepat karena dengan pendapatan US 2 per orang per hari
bisa digunakan untuk kebutuhan makan dan bukan makan. Jadi penduduk miskin didefinisikan sebagai mereka yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar, yaitu kebutuhan pokok pangan dan non pangan. Berdasarkan faktor penyebabnya, dalam studi kemiskinan dikenal adanya
kemiskinan struktural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan alamiah.
1 Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi struktur sosial-ekonomi dan politik yang ada. Golongan nelayan tertentu tidak
memiliki akses terhadap modal atau kegiatan ekonomi produktif akibat pola institusional yang diberlakukan. Menurut Dahuri 2005a, bahwa kemiskinan
yang menggelayuti sebagian besar rakyat kita disebabkan terutama karena problem struktural. Artinya kebijakan pemerintah sejak era Orde Baru sampai
sekarang cenderung membuat rakyat kecil kelompok usaha mikro, kecil dan menengah memiliki akses yang sangat terbatas atau tidak memiliki akses
49
sama sekali terhadap aset ekonomi produktif. Sementara pengusaha besar menikmati akses yang boleh dikatakan berlimpah dan mudah terhadap aset
ekonomi produktif permodalan, informasi, teknologi, manajemen, infrastruktur, dan perlindungan usaha. Masyuri 1999, juga menyimpulkan
bahwa kemiskinan nelayan lebih disebabkan oleh struktur ekonomi nelayan dan bukan oleh sumberdaya yang terbatas. Pola hubungan nelayan dengan
jurangan patron-client dan sistem bagi hasil yang tidak seimbang mengakibatkan kemiskinan struktural nelayan menjadi lestari. Hal ini
disebabkan ketergantungan nelayan kepada juragan, dan nelayan tidak memiliki mata pencaharian alternatif dan sumber keuangan lainnya untuk
menutupi biaya hidup pada saat kondisi dimana nelayan tidak bisa beraktivitas sama sekali paceklik. Guna mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka
mengutang pada juragan pemilik faktor produksi dengan prasyarat hasil tangkapan saat kondisi alam membaik harus dijual pada juragan dengan harga
ditentukan oleh juragan. Kusnadi 2003 menjelaskan bahwa, dua pranata sosial ekonomi yang dimiliki oleh masyarakat nelayan, seperti pranata
penangkapan dan pemasaran hasil tangkapan, dipandang sebagai hal-hal krusial yang menjadi penyebab timbulnya kemiskinan struktural.
2 Kemiskinan Kultural
Kemiskinan Kultural dipandang sebagai kemiskinan yang terjadi akibat kultur atau budaya yang tidak produktif, seperti perilaku malas, cepat puas diri,
konsumtif yang bersumber pada nilai-nilai lokal yang memang tidak kondusif untuk suatu kemajuan. Akibatnya tingkat pendidikan rendah, susah menerima
inovasi baru, keterampilan rendah dan akhirnya berlanjut pada produktivitas rendah, pendapatan rendah, gizi keluarga rendah dan seterusnya. Kemiskinan
kultural diduga terjadi karena kekayaan sumberdaya laut yang sangat berlimpah sehingga mereka tidak tertantang untuk mendapatkan hasil
tangkapan yang lebih banyak guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
3 Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah dipahami terjadi akibat faktor alam, bahwa kondisi sumberdaya alam yang ada tidak mendukung mereka untuk melakukan
kegiatan ekonomi produktif. Pada periode waktu tertentu nelayan tidak bisa
50
melaut karena angin kencang, gelombang besar, arus kuat sehingga kondisi ini sangat mempegaruhi pendapatan mereka musim paceklik. Disamping itu,
mereka tidak mempunyai alternatif pekerjaan lain karena rendahnya kualitas sumberdaya manusia nelayan, mereka tidak memiliki keterampilan lain selain
menjadi nelayan. Kelangkaan sumberdaya perikanan dapat terjadi akibat kerusakan ekosistem laut karena faktor alam maupun aktivitas manusia. Hal
ini terjadi karena sumberdaya pesisir secara “de-facto” bersifat akses terbuka dan dipengaruhi kondisi lingkungan dan musim Dahuri, 2002.
Ketergantungan terhadap lingkungan dan musim itu mengakibatkan setiap kegiatan pembangunan yang mengganggu atau mencemari lingkungan akan
menekan ketersediaan sumberdaya perikanan dan menyebabkan aktivitas produksi menjadi fluktuatif. Kerusakan ekosistem laut juga tidak terlepas dari
akibat langsung maupun tidak langsung dari aktivitas sosial-ekonomi di kawasan daratan dan pesisir. Pabrik-pabrik atau pertambangan di kawasan
hulu yang sering membuang limbah ke laut melalui sungai-sungai terdekat sangat membahayakan kelangsungan ekosistem laut, pencemaran yang terjadi
akan menyebabkan sumberdaya hayati rusak dan punah. Untuk mendapatkan hasil tangkapan nelayan harus berlayar jauh ke laut lepas dan hal ini tentunya
meningkatkan biaya operasional, sedangkan hasil tangkapan yang diperolah belum tentu bisa menutupi biaya operasional. Jadi jelas secara sistematis,
kerusakan lingkungan baik oleh faktor alam maupun aktivitas manusia dapat menimbulkan proses pemiskinan masyarakat nelayan.
Penyebab kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dikalangan masyarakat nelayan dilaterbelakangi oleh sebab-sebab yang kompleks. Menurut
Kusnadi 2003, sebab-sebab yang kompleks tersebut dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu sebab yang bersifat internal dan sebab eksternal. Kedua
kategori sebab kemiskinan tersebut saling berinteraksi dan melengkapi. 1 Sebab kemiskinan yang bersifat internal, berkaitan dengan kondisi didalam
sumberdaya manusia nelayan dan aktivitas kerja mereka. Sebab-sebab internal ini mencakup masalah: 1 keterbatasan kualitas sumberdaya manusia
nelayan, 2 keterbatasan kemampuan modal usaha dan teknologi penangkapan, 3 hubungan kerja antara pemilik perahu dengan nelayan buruh