Tingkat Kemiskinan Nelayan Study on the interaction between fish stocks and fisherman poverty as a basis for coastal fisheries management in cirebon regency, Province of West Java
122
tangga, perkotaan maupun pertanian yang masuk ke dalam lingkungan perairan laut mengalami penguraian menjadi unsur-unsur hara nutrients yang dapat
meningkatkan pertumbuhan algae dan produser primer lainnya yang hidup di dalam perairan laut tersebut. Dengan perkataan lain, masukan limbah organik
dalam volume yang terbatas ke lingkungan laut berdampak positip, mirip seperti pemupukan terhadap kebun atau lahan pertanian di daratan. Di beberapa
ekosistem laut dunia, masukan limbah organik yang mengandung nutrients dapat meningkatkan hasil tangkapan produksi ikan, seperti Teluk Naranganset,
Amerika Serikat Kremer and Nixon, 1978 dan Laut Seto, Jepang Clark, 2002. Akan tetapi, bila beban pencemaran dari buangan limbah rumah tangga dan
perkotaan serta pertanian itu melampaui kapasitas asimilasi suatu ekosistem laut, maka akan berdampak negatif bagi ekosistem laut tersebut dan dapat
membahayakan kehidupan ikan serta biota laut lainnya. Karena, limbah organik yang masuk ke dalam lingkungan laut akan mengalami penguraian oleh bakteri
mikroorganisme menjadi senyawa anorganik yang stabil. Proses penguraian ini memerlukan oksigen yang diambil dari kolom air, sehingga kandungan oksigen
yang terlarut dalam perairan laut pun semakin menurun. Selanjutnya, ketika konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan laut turun sampai di bawah 1,5
mgliter ppm, maka proses penguraian bahan organik oleh bakteri berubah dari proses aerobik menjadi proses anaerobik. Bakteri anaerobik memang dapat
mengoksidasi menguraikan senyawa organik tanpa oksigen, tetapi hasil akhir end products dari proses penguraian itu adalah berupa senyawa-senyawa seperti
hidrogen sulfida H2S, NH4, dan metana CH4 yang dapat meracuni toxic terhadap kebanyakan biota laut, termasuk ikan. Lebih dari itu, laju penguraian
decomposition limbah organik melalui proses anaerobik jauh lebih lambat dari pada melalui proses aerobik, sehingga dapat mengakibatkan akumulasi bahan
pencemar dalam ekosistem laut Clark, 2002. Kondisi inilah yang terjadi di perairan laut Kabupaten Cirebon, yang tercermin dari lebih tingginya konsenrtasi
NH
3
-N, NO
3
-N, dan sulfida dari pada ambang batas Baku Mutu kualitas air yang berlaku.
Bahaya lain dari terlampau besarnya volume beban bahan pencemar organik yang masuk ke lingkungan laut adalah fenomena eutrofikasi atau
123
peningkatan kesuburan laut secara dramatis dan mendadak. Eutrofikasi mengakibatkan penurunan kandungan oksigen terlaut secara dramatis dalam
perairan hingga lebih rendah dari ambang batas yang berlaku, dan peledakan biomasa alga algae bloom. Selanjutnya, kondisi ini dapat merubah struktur
komunitas biota perairan laut, yang dapat memperburuk kualitas perairan dan kelestarian ekosistem laut secara keseluruhan Clark, 2002.
Selain itu, karena limbah yang berasal dari rumah tangga dan perkotaan hampir semuanya mengandung bakteri, patogen, dan virus, maka kelompok jenis
limbah ini selain dapat membahayakan kehidupan biota laut, juga membahayakan kesehatan manusia yang menggunakan laut sebagai media untuk berenang,
snorkling , diving, dan aktivitas air lainnya, atau yang mengkonsumsi ikan
seafood yang berasal dari laut yang tercemar tersebut. Orang yang berenang atau melakukan aktivitas olah raga dan rekerasi lain di
perairan laut yang tercemar oleh limbah yang berasal dari rumah tangga maupun perkotaan sewage secara tidak sengaja seringkali menelan air laut, sehingga dia
terserang diare akut yang disebabkan oleh bakteri Salmonella atau Shigella, atau terkena infeksi oleh virus polio dan hepatitis yang terkandung dalam sewage.
Lebih dari itu, dalam tiga dekade terakhir kejadian algal bloom di laut juga mulai sering diikuti oleh fenomena red tide pasang merah atau ledakan populasi
dan biomasa biota laut yang menghasilkan racun biotoxins yang sangat membahayakan kesehatan dan bahkan mengakibatkan kematian manusia yang
mengkonsumsinya. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya red tide, dan
pengkayaan unsur hara eutrofikasi akibat buangan sewage dalam jumlah besar
ke laut adalah salah satu faktor yang penting. Ada tiga jenis penyakit yang diakibatkan oleh biotoxins, yaitu ciguatera, PSP Paralytic Shelfish Poisoning,
dan NSP Neurotic Shelfish Poisoning Clark, 2002. Ciguatera disebabkan oleh biotoxin yang dikeluarkan oleh dinoflagelate
yang hidup di peraian laut tropis, yaitu Gambierdiscus toxicus. Gejala symptom penyakitnya bisa berupa gatal-gatal pada bibir, pandangan mata menjadi kabur,
sampai kematian akibat hancurnya sistem sirkulasi darah. Setiap tahun terjadi sekitar 50.000 kasus ciguatera di seluruh dunia, dengan frekuensi kejadian fatal
mematikan sekitar 4,5 persen. Jenis-jenis ikan herbivora biasanya
124
terkontaminasi oleh biotoxin jenis ini. Kemudian, ikan herbivora dimangsa oleh jenis-jenis ikan predator, seperti kakap, kerapu, dan barracuda. Pada umumnya
manusia terpapar exposed terhadap biotoxin ini ketika mereka mengkonsumsi jenis-jenis ikan predator. Jenis biotoxin ini tidak bisa dimusnahkan efeknya
dengan cara memasak ikan tersebut. Peristiwa keracunan ciguatera pada umumnya terjadi di negara-negara Asia Tenggara dan Pasifik.
Paralytic Shelfish Poisoning disebabkan oleh saxitoxin, sejenis neurotoxin
yang dihasilkan oleh beberapa spesies dinoflagelata, terutama Gonyaulax dan Pyrodinium
. Pada saat terjadi blooming alga spesies ini red tide di suatu kawasan perairan laut, maka kepiting, kekerangan, dan ikan pemakan plankton
yang ada dalam perairan tersebut akan mengakumulasi saxitoxin dengan konsentrasi yang besar. Bagi biota laut tersebut, saxitoxin yang terakumulasi
dalam jaringan tubuhnya tidak membahayakan kehidupannya. Namun, bagi ikan karnivora, burung laut, atau manusia yang mengkonsumsi kepiting, kekerangan,
atau ikan pemakan plankton yang terkontaminasi saxitoxin akan menderita
keracunan PSP dengan gejala antara lain: mual-mual, hilang keseimbangan, cacat penglihatan, lumpuh, sampai pada kematian. Kawasan-kawasan laut dunia yang
selama ini sering terserang PSP adalah pantai California Amerika Serikat, Pilipina, Bay of Fundy Canada, dan timur laut Inggris. Gejala serangan NSP
mirip seperti pada PSP, tetapi tanpa mengakibatkan kelumpuhan. Biotoxinnya dihasilkan oleh dinoflagelata spesies Gymnodinium breve.
Meskipun sampai sekarang belum pernah terjadi red tides yang mengakibatkan wabah penyakit ciguatera, PSP, dan NSP, tetapi pada tahun 1990-
an ride tides beberapa kali terjadi di perairan laut sekitar Medan, Teluk Jakarta, Surabaya, dan perairan antara Balikpapan dan Samarinda di Kalimantan Timur
Setyapermana, 2000. Oleh sebab itu, jika limbah yang berasal dari rumah tangga dan perkotaan di Wilayah-III Cirebon Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon,
Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan tidak dikendalikan secara tepat dan benar, seperti yang selama ini terjadi, maka red
tides yang sudah melanda beberapa wilayah perairan laut Indonesia itu dapat saja
terjadi di perairan laut Cirebon.
125
Ketiga
, ekosistem pesisir utama, khususnya mangrove, yang menjadi tempat pemijahan dan asuhan berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya, semakin
menurun baik luasan maupun kualitasnya. Saat ini luas hutan mangrove di Kabupaten Cirebon hanya sekitar 70 ha yang tersebar di empat lokasi, yakni
Bungko, Pengarengan, Gebang, dan Playangan BPLHD, 2010; PT. Pertamina EP dan BP Migas, 2010. Sementara itu, kualitas hutan mangrove dilihat dari
kepadatan jumlah pohon100 m
2
, persentase penutupan, dan ketebalan hutan dari garis pantai ke arah darat hulu pun sudah sangat buruk. Adapun spesies-spesies
yang menyusun ekosistem mangrove di pesisir Kabupaten Cirebon adalah: Avicenia marina
, Rhizophora mucronata, Burguiera sp, Lumnitzera sp, dan Hisbiscus tiliaceus
. Padahal sudah banyak hasil penelitian membuktikan bahwa sekitar 85
persen dari seluruh biota laut tropis, baik sebagian atau keseluruhan siklus hidup life cycle nya, sangat bergantung pada ekosistem pesisir, khususnya mangrove,
terumbu karang, padang lamun, dan estuari Berwick, 1983; Martosubroto dan Naamin, 1976; Turner, 1979; Odum and Teal, 1973.
Oleh sebab itu, gejala overfishing, penurunan hasil tangkapan per satuan upaya, semakin mengecilnya rata-rata ukuran ikan yang tertangkap, dan semakin
menjauhnya fishing grounds dari pantai sebagaimana diuraikan diatas Bab 6 selain disebabkan oleh tingkat penangkapan ikan yang melebihi MSY dan cara-
cara penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan alat tangkap yang merusak, juga kemungkinan besar oleh kualitas perairan laut yang semakin memburuk dan
pengurangan luasan serta penurunan kualitas hutan mangroves di Kabupaten Cirebon.
Peran pengelolaan pesisir terpadu Integrated Coastal Management, ICM dalam menunjang usaha ekonomi perikanan tangkap yang menguntungkan
efisien dan mensejahterakan nelayan secara berkelanjutan menjadi sangat strategis dalam hal ini. Hal itu karena sistem dan tata kelola governance
manajemen perikanan tangkap di seluruh dunia memang tidak memiliki mandat tanggung jawab untuk mengatasi permasalahan pencemaran dan kerusakan
eksositem pesisir yang diakibatkan oleh kegiatan sektor lain atau dari wilayah daratan upland areas yang merupakan eksternalitas bagi wilayah pesisir dan
126
lautan Charles, 2001; Berkes, et al., 2001; Chua, 2007; dan McClanahan and Castilla, 2007. Sementara itu, dalam ICM, dampak negatip yang bersifat
externalitas menjadi salah satu mandat utamanya.