Pengendalian Upaya Tangkap InputEffort Control

41 air di wilayah laut pesisir, yang bisa berdampak negatip terhadap sub-sektor perikanan tangkap Clark, 1992. Dengan demikian, kelestarian sumber daya ikan dan usaha perikanan tangkap di laut tidak bisa terlepas dari pengelolaan kegiatan pembangunan dan manusia yang berlangsung di lahan atas upland areas. Dengan perkataan lain, keterpaduan ruang spatial integration sangat diperlukan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yang merupakan habitat tempat hidup ikan dan beragam biota laut lainnya yang menjadi target usaha penangkapan ikan. Meskipun pengelolaan pesisir terpadu integrated coastal management, ICM sangat penting bagi keberlanjutan sumber daya ikan dan usaha perikanan tangkap di laut, tetapi tidak berarti ICM akan menggeser atau meniadakan peran pengelolaan perikanan tangkap. ICM justru bersifat komplementer dan mendukung pengelolaan perikanan tangkap agar usaha perikanan tangkap di laut dapat berlangsung secara menguntungkan, optimal, dan berkelanjutan Cicin-Sain and Knect, 1998. Dalam prakteknya, pengelolaan perikanan tangkap fokus pada bagaimana menerapkan segenap pendekatan dan teknik pengelolaan management measures yang dapat memastikan kelestarian sumber daya ikan dan usaha perikanan tangkap, seperti penetapan kuota penangkapan total allowable catch, pembatasan ukuran mata jaring, closed areas, closed seasons, dan pemberlakuan kawasan konservasi laut marine protected area, MPA Charles, 2001. Pada saat yang sama, ICM mengamankan sumberdaya ikan dan usaha perikanan tangkap dengan cara melindungi habitat ekosistem dimana ikan dan biota laut lainnya hidup, tumbuh, dan berkembang biak dari pencemaran, sedimentasi, perusakan ekosistem pesisir secara fisik, dampak negatip dari perubahan iklim global, dan tekanan lingkungan environmental pressures lainnya Dahuri, et al.; Chua, 2007. ICM melindungi dan mendukung subsektor perikanan tangkap antara lain dengan cara mengimplementasikan dan menegakkan hukum law enforcement tata ruang darat-pesisir-lautan secara terpadu, pengendalian pencemaran baik yang berasal dari sumber-sumber pencemaran di darat land-based pollution sources maupun dari sumber-sumber pencemaran di laut marine-based pollution sources , pedoman konstruksi dan rekayasa pesisir dan lautan guidelines for 42 coastal and ocean engineering and constructions , konservasi keanekaragaman hayati biodiversity conservation, dan mitigasi dan adaptasi bencana alam Clark, 1992; Dahuri, et al., 1996; Chua, 2007; dan White, et al., 2007.

2.5 Karakteristik Masyarakat Nelayan

Karakteristik masyarakat nelayan yang hidup di kawasan pesisir berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris. Hal ini disebabkan oleh karakteristik sumberdaya alam yang menjadi tumpuan hidup mereka juga berbeda. Masyarakat agraris menghadapi sumberdaya alam yang dapat dikontrol, mobilitas usaha relatif rendah dan elemen resikopun tidak terlalu besar. Sedangkan nelayan yang bekerja menangkap ikan di laut menghadapi sumberdaya alam yang terbuka dan sulit dikontrol, keadaan ini menyebabkan mereka harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil maksimal, elemen resikonya menjadi sangat tinggi, akibatnya nelayan memiliki karakteristik yang keras dan tegas Satria, 2002. Masyarakat nelayan digambarkan sebagai masyarakat yang relatif tertinggal dan terpinggirkan, mereka hidup dalam berbagai keterbatasan, baik keterbatasan ekonomi, sosial, politik dan pendidikan. Keterbatasan ekonomi dapat kita lihat pada tingkat pendapatan nelayan yang pada umumnya masih rendah. Keterbatasan sosial terwujud pada ketidak mampuan masyarakat nelayan dalam mengambil bagian dalam kegiatan ekonomi pasar secara menguntungkan, pola hubungan patron-client yang sudah lama terjalin antara nelayan dengan juragan sangat tidak menguntungkan bagi nelayan. Adanya sistem nilai yang dipaksakan dari atas mengakibatkan terjadinya keterbatasan politik dari masyarakat nelayan, yang terwujud pada tidak dilibatkannya nelayan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Sebagai contoh dalam hal ini adalah penentuan pengurusan KUD Mina yang tidak dipilih oleh masyarakat nelayan, tetapi ditentukan dari atas. Adapun keterbatasan pendidikan tercermin pada kondisi sumberdaya manusia yang masih rendah, terutama jika dibandingkan dengan komunitas lain di luar nelayan. Wahyono, et al. 2001, mengatakan rendahnya sumberdaya masyarakat nelayan disamping disebabkan oleh jauhnya fasilitas pendidikan dari wilayah mereka, juga disebabkan oleh kondisi ekonomi