Gamping, Sleman KALIMULYO DAN LEGENDA KI AGENG TALUN

SMAN 1 Gamping, Sleman KALIMULYO DAN LEGENDA KI AGENG TALUN

Adalah Ki Ageng Talun. Lelaki itu merupakan murid Sunan Kudus, salah seorang dari Walisongo. Ki Ageng Talun dikenal seba- gai pembuka Desa Talun, Kecamatan Kayen Kabupaten Pati. Ia juga menjadi pembuka beberapa desa lain di Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Sebutlah Desa Bakaran Wetan, Desa Bakaran Kulon, dan Desa Gadingrejo di Kecamatan Juwana. Tidak ketinggalan Desa Kalimulyo di Kecamatan Jangkenan.

Sebagaimana desa yang lain, nama Kalimulyo memiliki seja- rah—atau lebih tepatnya: legenda—tersendiri. Sangat mungkin hanya segelintir orang yang memahami sejarah atau legenda itu. Bahkan penduduk asli Desa Kalimulyo sekalipun. Jika ada yang mampu bercerita tentang asal-muasal Desa Kalimulyo, orang itu pasti tergolong sesepuh yang sudah lanjut usianya.

Desa Kalimulyo terletak 6 kilometer sebelah barat Kota Kecamatan Jangkenan, atau sekitar 12 kilometer ke arah timur laut dari Kota Pati. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Glonggong, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tambahmulyo, dan sebe- lah barat berbatasan dengan Desa Sidoarum.

Tidak ada referensi sejarah yang resmi tentang dibukanya desa tersebut. Sejarah Desa Kalimulyo hanya sebatas cerita dari mulut ke mulut yang dikisahkan secara turun-temurun. Bermula dari kisah Ki Ageng Talun, santri Sunan Kudus. Ia pergi dari desanya untuk mencari ketenangan. Hatinya gundah karena kematian salah seorang pengikutnya.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Setelah lama mengembara, ia bermaksud untuk kembali ke desanya. Dengan sebuah rakit bambu Ki Ageng Talun menyusuri Sungai Juwana. Di tengah perjalanan, kelapa gading yang dibawa- nya jatuh ke sungai. Ia berusaha untuk mengambil kembali, tetapi justru rakitnya oleng sehingga tubuhnya tercebur ke dalam sungai. Dengan susah payah lelaki itu berhasil menepi. Oleh Ki Ageng Talun, desa itu dinamai Gadingrejo, sebagaimana namanya hingga seka- rang.

Ketika Ki Ageng Talun sedang menikmati istirahat di tepi sungai, terdengarlah suara merdu burung perkutut yang menarik perhatiannya. Penasaranlah ia dengan keberadaan suara merdu itu. Maka dicarilah suara itu hingga tanpa terasa ia semakin jauh masuk ke daerah bagian selatan Sungai Juwana. Sampailah ia di sebuah daerah yang dialiri oleh sebuah sungai kecil yang membuat beliau terpikat. Ada perasaan sangat dekat dengan Allah SWT.

Di tempat itulah Ki Ageng Talun beristirahat dalam beberapa hari sambil menyendiri dan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Esa. Terwujudlah tempat yang kemudian dikenal sebagai Mijen yang artinya sendiri atau menyendiri.

Sungai kecil yang menarik perhatian Ki Ageng Talun itu ternyata dihuni oleh banyak binatang air yang lazim disebut kijing. Binatang itu bercangkang (bermoluska) pipih sejenis keong dan bukur yang hidup bersembunyi di dalam lumpur. Karena banyaknya kijing , ternamalah tempat itu sebagai Kijingan.

“Kijingan itu salah satu pedukuhan yang ada di bagian utara Desa Kalimulyo, terdiri dari tujuh RT (Rukun Tetangga) yang terhim- pun dalam satu RW (Rukun Warga), yaitu RW 01”, jelas salah seorang pria paruh baya di desa tersebut.

Sementara itu, sungai di bagian selatan ternyata bercabang dua. Melihat keadaan ini, Ki Ageng Talun menamainya Kalipang, gabungan dari kata kali (sungai) dan ngepang (bercabang). Sekarang Dukuh Kalipang ini terletak di bagian selatan Desa Kalimulyo, dan masuk dalam RW 02.

Sungai kecil yang membujur di tengah-tengah desa itu meng- alami pendangkalan, dan akhirnya hilang sama sekali. Namun, hing-

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

“Menurut cerita, dulu Ki Ageng Talun juga memberi tetenger desa yang dilalui Sungai Juwana ini dengan nama Kalimulyo. Arti- nya, “sungai yang menenteramkan”. Beliau sendiri menetap di Kijingan—salah satu pedukuhan di Desa Kalimulyo—hingga meninggal. Beliau dikebumikan di pemakaman Kamandowo, letaknya di perbatasan antara pedukuhan Kijingan dan Kalipang. Makam itu dikeramatkan oleh warga hingga sekarang”, terang seorang warga yang tidak mau disebut namanya.

Sejak tahun 1960-an, diadakan haul untuk menghormati wafat Ki Ageng Talun. Tradisi itu merupakan hasil jerih payah Kiai Lasi- mun, ulama Desa Kalimulyo saat itu, yang mengadakan penyeli- dikan tentang makam dan asal usul Ki Agung Talun. Salah satunya melakukan cross-check dengan masyarakat Desa Talun, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati. Haul Ki Ageng Talun sampai sekarang tetap dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharam dengan acara tahlil, bukak slambu (prosesi mengganti kain penutup makam), lelang selambu bekas penutup makam, pawai keliling desa, aneka perlombaan, dan pengajian umum. Kegiatan-kegiatan itu dipusatkan di kompleks makam Kamandowo.

Selain haul, diadakan pula Sedekah Bumi yang merupakan perwujudan rasa syukur masyarakat kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah dilimpahkan-Nya. Sedekah Bumi di Desa Kalimulyo dilangsungkan setiap bulan Apit atau sering disebut juga bulan Selo dalam penanggalan Jawa dengan mengadakan selamatan di balai desa dan masjid. Kadang kala sedekah bumi dimeriahkan dengan gelaran kesenian rakyat, seperti ketoprak ataupun orkes dangdut.

Sampai kini warga Desa Kalimulyo terus menikmati kehidup- an. Itu berkat air Sungai Juwana yang menjadi sungai kehidupan

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Fauzan Permadi