Yogyakarta BAKPIA MINO: ALTERNATIF OLEH- OLEH KHAS JOGJA

SMAN 6 Yogyakarta BAKPIA MINO: ALTERNATIF OLEH- OLEH KHAS JOGJA

Tidak mudah mencapainya. Dari pusat kota harus menaiki bus TransJogja jalur 2A yang rutenya tidaklah pendek. Naik dari halte Mal Malioboro kemudian bus berjalan menuju ke selatan ke arah Stadion Kridosono lalu berhenti di halte Cik Ditiro dan perjalanan terus dilanjutkan hingga halte tujuan, halte Condongcatur. Namun, perjalanan belum mencapai kepada tujuan utama. Turun dari bus TransJogja di halte Condongcatur, saya harus melanjutkan perjalanan menggunakan ojek atau angkutan mini Kopades. Ingin menghemat biaya, saya memilih menggunakan angkutan mini saja. Sama dengan rute perjalanan bus TransJogja, angkutan mini ini pun memiliki rute yang memusingkan sehingga terkesan jarak dengan desa tujuan sangatlah jauh dari Condongcatur.

Kurang lebih sepuluh menit kemudian, barulah saya sampai di desa ini. Desa yang kurang cocok disebut desa karena suasananya lebih ramai meski jika menelusuri lebih dalam setiap ujung desa ini, suasananya tampak sepi. Desa ini tidak memiliki gapura sebagai identitas, bahkan pengunjung mungkin akan kebingungan dengan pintu masuk desa ini karena ada banyak pintu untuk memasuki desa ini.

Minomartani, desa terbesar ke-6 di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman dengan tanah seluas 153,1440 ha adalah desa yang saya tuju. Jika memasuki wilayah ini dari arah selatan ke utara, kita akan menjumpai banyak waralaba, warung internet, dan penjaja makanan keliling. Tak hanya itu, toko listrik, toko bangunan, sampai

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Saya mencoba menyusuri gang demi gang di Minomartani ini, sekadar melihat-lihat pemukiman warga dan kehangatannya. Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 15.30. Umumnya pada waktu ini warga kampung menyempatkan diri keluar rumah menemui tetangganya, terutama anak-anak kecil yang bermain bersama di kompleksnya.

Pemandangan agak berbeda baru terasa ketika memasuki gang Jalan Tengiri. Seakan melangkahkan kaki ke kerajaan industri, di sini ada banyak sekali plang bertuliskan “BAKPIA”. Kompleks ini ternyata merupakan wilayah pengusaha Bakpia Mino. Ada 15 home industry di sini dengan nama yang berbeda-beda. Bakpia ISTU, Bakpia 76, Bakpia 83, dan lain-lain.

Perusahaan-perusahaan ini tergabung dalam perkumpulan Mekar Lestari yang baru dirilis pada tahun 2009 lalu. Bakpia Mino, tujuan baru untuk membeli oleh-oleh khas Jogja setelah Bakpia Pathuk yang terkenal itu. Meski masih jauh dibandingkan kesuksesan Bakpia Pathuk, namun warga Mino tetap semangat menjalankan bisnis bakpia ini. Selain itu yang menjadi motivasi warga Mino untuk mendongkrak namanya adalah cita rasa bakpia itu sendiri. Bakpia ISTU misalnya. Ia mengolah kacang hijau sehalus mungkin tanpa menghilangkan rasa aslinya dan dengan perbandingan gula dan bahan lainnya yang pas, semakin menguatkan opini konsumen bahwa bakpia ini memang berbeda dengan bakpia Pathuk.

Namanya memang belum setenar bakpia Pathuk, tapi ternyata sudah banyak pengunjung dari luar kota yang merujuk kesini untuk membeli buah tangan. Wisatawan dari Jakarta, Bandung, hingga Bali pun turut merujuk ke kampung ini.

Tak perlu khawatir pula soal harganya. Harga bakpia di pasaran kurang lebih Rp15.000,00 sampai Rp20.000,00 tapi bakpia Mino menawarkan harga yang cukup ramah. Satu karton berisi dua puluh biji bakpia memiliki harga Rp11.000,00 sampai Rp15.000,00

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Disini memang belum ada satu tempat khusus untuk penjual- an keseluruhan produk bakpia yang ada, namun sedang diusaha- kan untuk mewujudkan hal itu. Penjualan produk biasanya masih di tempat produksi masing-masing atau dititipkan. Yang jelas, bakpia Mino tetap harus menjadi sasaran perburuan oleh-oleh khas Jogja.***

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Aditya Nur Prasetya