Sleman DEVI , ASA UNTUK MENGAKRABI THALASEMIA

SMAN 2 Sleman DEVI , ASA UNTUK MENGAKRABI THALASEMIA

Kaget. Shock. Sedih. Itulah pe- rasaan Sintawati Koeswojo begitu mengetahui Devi—cucu perem- puannya—mengidap Thalasemia ma- yor , sebelas tahun yang lalu. Perasa- an serba buruk tentu lebih meng- guncang Ivon, ibu Devi.

Bagi telinga awam, Thalasemia mayor masih jarang terdengar. Pa- dahal, di Indonesia terdapat cukup banyak penderita penyakit itu. Thalasemia mayor merupakan suatu kelainan bersifat genetik. Kerusak-

Gambar 1. Keceriaan

an DNA menyebabkan produksi

Benedicta Deviana

sel darah merah tidak optimal. Se- lain itu, sel darah merah mudah

rusak sehingga kerap menyebabkan anemia. Begitulah yang dialami Benedicta Deviana selama sebelas tahun terakhir. Thalasemia mayor mengerogoti tubuhnya sejak ia masih berusia tiga bulan. Awalnya Devi hanya menderita de- mam. Namun, setelah berhari-hari, panas tubuhnya tidak kunjung turun.

Akhirnya dokter memvonis Devi terkena Thalasemia mayor. Kaget, shock, dan sedih dirasakan orang-orang dekatnya, ter-

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk menolong Devi hanyalah transfusi darah. Tranfusi pertama dilaksanakan setiap tiga bulan sekali. Seiring berjalannya waktu, transfusi menjadi dua bulan sekali, kemudian sebulan sekali, dan akhir-akhir ini sebulan dua kali.

Betapa tersiksa tubuh Devi yang kerap ditusuk jarum trans- fusi. Devi tentu saja mengeluhkan rutinitasnya bolak-balik ke rumah sakit. Betapa tegarnya Ivon—sang ibu—menemani hari- hari Devi karena sang ayah Devi meninggalkan mereka.

Segala cara diperlakukan bunda dan nenek untuk menjelas- kan kepada Devi tentang penyakit yang dideritanya. Respons pertama Devi biasa saja. Maklum di usia delapan tahun Devi belum mengerti tentang banyak hal. Akibat penyakit ini pertum- buhan Devi menjadi terlambat. Masa bermain pun berkurang karena Devi harus banyak beristirahat di rumah.

Gadis kecil itu juga kehilangan banyak jam sekolah akibat kewajiban tranfusinya. Namun, itu tidak menjadikan Devi tertinggal pelajaran. Devi adalah gadis yang cerdas dan responsif. Daya ingatnya tajam. Maka, ia cepat tanggap ketika mendapat informasi. Cara berpikirnya rasional dan lebih dewasa dari sebayanya.

Rasa percaya diri yang luar biasa membuat teman- teman Devi sayang dan selalu menjaga Devi. Perut yang membuncit akibat penumpuk- an zat besi pada limpa tidak

menjadi penghalang bagi Devi Gambar 2. Devi tetap tekun belajar mengembangkan bakatnya.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Belum lama ini—tepatnya 25 Febuari 2010—Devi menjalani operasi pengangkatan limpa. Operasi yang memakan waktu selama kurang lebih enam jam itu berhasil mengangkat limpa seberat 1,5 kilogram.

Segala hal menuju tahap operasi telah disiapkan secara ma- tang. Kidungan dan doa dukungan terus mengalir untuk Devi. Saat ditanya, Devi sempat merasa ketakutan menghadapi operasi pengangkatan limpa. “Takut kalau nanti aku nggak keto- long,” ujarnya sedih. Namun, Tuhan mendengar doa semua orang. Operasi yang meninggalkan bekas jahitan melintang panjang di perut Devi itu berhasil dan berjalan lancar.

Dampak dari operasi ini, Devi harus menjaga pola makannya. Tidak sembarang makanan dapat dikonsumsi. Tentu saja karena Devi tidak lagi memiliki limpa yang berfungsi sebagai penyaring makanan.

Semangat yang luar biasa membantunya dalam keberhasilan operasi. Senyum terus menghiasi bibir mungilnya. Cerita-cerita polosnya terus menari-nari di telinga orang-orang terdekatnya. Betapa bangga keluarga mendapati bocah cilik yang gelora se- mangat hidupnya mengalahkan orang dewasa.

Operasi juga tidak menghalangi Devi menjalankan Ujan Na- sional. Walaupun terpaksa dilakukan di rumah, Devi tetap berse- mangat dalam belajar dan menjalankan ujian.

Namun, bagaimana pun, di balik semangatnya yang luar biasa, Devi kadang mengeluh lelah dengan kewajiban transfusi- nya. Ia ingin bermain layaknya bocah sebelas tahun yang lainnya. Di saat seperti ini keluarga terus memberi dukungan agar Devi kembali bersemangat.

Setiap kali pula Devi menemukan asanya. Dengan asa itu Devi mampu mengakrabi—karena tidak mungkin lagi menun- dukkan—Thalasemia mayor yang setia bermukim di dalam tubuh- nya.***

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Sativa Eka Sari Dewi K.