Sleman BRAYUT, POTRET KESEIMBANGAN BUDAYA DAN ALAM
SMAN 2 Sleman BRAYUT, POTRET KESEIMBANGAN BUDAYA DAN ALAM
Brayut hanyalah sebuah dusun. Namun, dusun itu layak menyandang sebutan Desa Wisata Budaya Berbasis Pertanian. Desa wisata yang resmi berdiri pada 14 Agustus 1999 ini terletak di Desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Desa Wisata Brayut berawal dari kegiatan Budi. Pemuda Brayut yang berkerja di sebuah lembaga kursus bahasa itu meng- ajak murid-muridnya—orang-orang mancanegara—ke dusunnya. Budi bermaksud menceburkan orang-orang asing itu di tengah masyarakat agar mereka dapat berinteraksi langsung dengan warga beserta budayanya. Ternyata langkah Budi mengundang daya tarik. Semakin banyak muridnya yang ingin belajar budaya di dusun Brayut.
Akhirnya Budi mengusul kepada masyarakat desa untuk men- jadikan dusun Brayut sebagai desa wisata. Gayung pun bersambut. Aloysius Sudarmadi, warga setempat, sanggup menangkap usulan Budi sebagai tantangan. Pendek kata, seiring berjalannya waktu, dusun tersebut berhasil menjadi Desa Wisata Budaya Berbasis Pertanian sejak 14 Agustus 1999.
Pengelolaan Desa Wisata Brayut melibatkan warga setempat, terutama anak-anak muda. Mereka disadarkan tentang potensi dusunnya. Mereka lalu didorong untuk menghidupkan denyut nadi dusunnya yang penuh potensi itu. Dengan begitu, proyek Desa
• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •
Gambar 1. Peta desa wisata Brayut
Wisata Brayut mampu membuka lapangan perkerjaan bagi warga- nya.
Desa wisata ini mengenalkan kepada para pengunjungnya berbagai aktivitas yang jarang mereka jumpai. Apalagi jika wisata- wan itu berasal dari mancanegara. Mereka diajak terlibat dalam kegiatan sehari-hari yang nyata sebagaimana lazimnya keseharian orang desa.
Tujuan Desa Wisata Brayut ini ialah mengemas aktivitas masya- rakat setempat agar dapat dilakukan, dinikmati, dan dimaknai oleh masyarakat lain atau pengunjung, termasuk dari mancanegara. Akan
tetapi, jangan sampai pula budaya itu menjadi bumerang bagi masyarakat setempat.
Dampak berdirinya Desa Wisata Brayut sungguh terasa. Masyarakat, terutama kaum muda, mendapatkan wadah untuk
mengembangkan bakatnya di bidang budaya dan pertanian. Masya- rakat pun menjadi semakin kompak.
• Pesona Alam dan Budaya Jogja •
Kegiatan bertani yang ditawarkan kepada pengunjung seperti membajak sawah, menanam padi, ndhaut atau mencabut bibit tanaman padi, dan nyorok atau menyiangi tanaman padi.
Aktivitas budaya juga tak kalah serunya sehingga berhasil mem- buat para wisatawan senang. Kegiatan itu misalnya membatik, menabuh gamelan, menari, membuat kerajinan lokal, serta memasak menu-menu tradisional.
Desa Wisata Brayut juga melakukan budidaya jamur kuping. Usaha ini terjadi berkat kerja sama dengan sebuah pabrik log di Ambarawa. Pengelola jamur kuping membeli log jamur dari pabrik, kemudian membudidayakannya di dusun Brayut. Hasil panen dibeli lagi oleh pabrik pembuat log tersebut.
Para pengunjung Desa Wisata Brayut berkesempatan pula untuk menikmati proses pembuatan jamur itu. Namun, pembuatan jamur memerlukan waktu yang lama. Maka, yang penting pengun- jung dapat mencicipi prose situ.
Jamur yang dihasilkan sebulan dapat mencapai 0,5 ton dengan harga jual Rp 5.500,00 per kilogram. Kendala yang dijumpai dalam budidaya jamur terutama serangan penyakit yang sering disebut virus krepes .
Kandang sapi kelompok juga dapat dijumpai di Desa Wisata Brayut. Kandang itu memuat seratusan ekor ternak sapi yang milik warga Brayut. Kandang kelompok ini bernama Sumber Ayu dengan luas 4000 m². Para wisatawan turut diajak untuk ngarit atau mencari rumput untuk makan sapi.
Desa Wisata Brayut dilengkapi dengan 23 homestay. Rumah tinggal itu keseluruhan dapat menampung tidak kurang 150 pengunjung yang menginap. Homestay menggunakan rumah-rumah penduduk. Rata-rata terdiri dari empat kamar tidur dan satu kamar mandi yang bersih dan rapi. Harga akomodasi yang ditawarkan juga tidak terlalu mahal. Cukup Rp55.000,00 per malam untuk satu orang, termasuk biaya makan.
Tidak ada usaha yang tanpa kendala. Menurut Sudarmadi, kendala utama yang ia hadapi dalam mengembangkan Desa Wisata
• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •
Brayut adalah rendahnya kesadaran masyarakat. Ambil contoh, betapa tidak mudah menjelaskan tentang konsep kebersihan dan pelestarian alam. Kendala itu juga terkait dengan pengelolaan homestay . Maka, ada warga yang tidak yakin sebagai penyedia homestay .
Untuk menghadapi semua itu, Menurut Sudarmadi, kunci- nya satu: sabar. “Masyarakat itu macam-macam. Maka untuk menghadapi masyarakat, kita harus sabar luar biasa, selain juga dengan pendekatan yang ramah,” tutur Sudarmadi saat menik- mati hari liburnya.
Jumlah pengunjung dari tahun ke tahun Desa Wisata Brayut terus meningkat. Pada tahun 2008, jumlah pengunjung sekitar 750 orang, pada tahun 2009 pengunjung bertambah menjadi dua kali lipat, 1.500-an orang. Pada 2010 jumlah itu makin bertambah. Terbukti dari bulan Januari hingga Mei (5 bulan) sudah mencapai 1.260 orang.
Meningkatnya animo dan jumlah pengunjung tentu perlu diantisipasi agar tidak menimbulkan masalah. Karena itu, ketercu- kupan lahan parkir, pengelolaan sampah, dan penataan jemuran warga terus dipikirkan oleh pengelola.
Untuk menjaga kelestarian budaya, Desa Wisata Brayut meng- gelar latihan kerawitan dan tari. Latihan kerawitan seminggu sekali, latihan menari tiga sampai lima kali sebulan. Dengan adanya Desa Wisata Budaya Brayut Berbasis Pertanian, warga dusun Brayut semakin giat menjaga melestarikan budayanya.
Desa Wisata Brayut mengetuk hati wisatawan dan siapa pun untuk terlibat menjaga keseimbangan lingkungan. Maka, pengun- jung diajak menanam pohon di sekitar bantaran sungai Brayut sepanjang 500 meter. Mereka juga diajak menjaga kebersihan sungai Brayut dengan memunguti sampah di sekitar sungai.
“Jangan sampai desa kita menjadi kotor gara-gara kedatangan orang dari luar. Jadikan desa kita tetap bersih agar dapat ditiru oleh masyarakat luar,” harap Sudarmadi mengakhiri perjumpaan.***
• Pesona Alam dan Budaya Jogja •
Fitri Nadhiroh