Imogiri, Bantul JATHILAN: SEBUAH TARIAN MAGIS

SMAN 1 Imogiri, Bantul JATHILAN: SEBUAH TARIAN MAGIS

Jathilan dikenal sebagai salah satu tarian paling tua di Jawa. Jathilan juga sering disebut dengan nama Jaran Kepang atau Jaranan. Dengan anyaman bambu yang dibuat menyerupai kuda, Jathilan dipertunjukkan.

Sejatinya, Jathilan adalah sebuah drama tari yang menampil- kan kegagahan seorang prajurit di medan perang dengan menung- gang kuda sambil menghunus sebuah pedang. Ketika ditampilkan, sang penari menggunakan sebuah kuda tiruan terbuat dari anyam- an bambu atau kulit binatang yang disebut dengan Jaran Kepang. Penari menempatkan Jaran Kepang ini di antara kedua pahanya sehingga tampak seperti seorang kesatria menunggang kuda sambil menari dengan diiringi alat musik kendhang, bonang, saron, kempul, slompret, dan ketipung.

Gambar 1. Penari Jathilan sedang beraksi

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Tari Jathilan juga merupakan pentas drama yang dibawakan oleh enam orang secara berpasangan berseragam serupa. Sebagai tambahan, tari ini juga menampilkan penari yang menggunakan topeng. Dengan tokoh-tokoh yang beragam, ada gondoruwo (setan) atau barongan (singa), mereka muncul kala para prajurit itu berangkat perang dengan tujuan untuk mengganggu.

Tidak ada yang mengetahui dan mendefinisikan kapan mula- nya tari ini ada. Namun yang pasti, Jathilan berkembang di beberapa wilayah seperti, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Masing-masing wilayah tersebut menampilkan versi masing-masing. Soal cerita, biasanya identik dengan lakon yang sama, seperti Panji, Ario Penangsang, dan gambaran kehidupan prajurit pada masa kerajaan Majapahit.

Tari ini sifatnya fleksibel, bisa ditampilkan dimana saja, saat pesta pernikahan, sunatan atau pada saat pesta maupun festival kesenian rakyat. Menurut seorang dosen Jurusan Tari Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, Gan- dung Sudjatmiko, seni ini bersumber dari rakyat jelata.

Hal ini bisa dilihat dari penampilan kesederhanaan pakaian yang digunakan para penari. Mereka mengenakan celana sebatas lutut, kain batik bawahan, kemeja atau kaos lengan panjang, setagen, ikat pinggang bergesper, selempang bahu (srempang), selendang pinggang (sampur) dan kain ikat kepala (udheng) dan

hiasan telinga (sumping). Para penari berdandan men- colok dan mengenakan ka- camata hitam. Tentu sangat berbeda dengan pakaian se- orang pembesar kerajaan yang menggunakan pakaian serba lengkap dan gemer- lap. Tarian yang diperaga- kan cenderung berulang-

Gambar 2. Penari Jathilan sedang beraksi di atas kuda kepang

72 • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • 72 • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Identik dengan Kesurupan

Jathilan merupakan drama tari dengan adegan pertempuran sesama prajurit berkuda bersenjata pedang. Tarian ini bertema

perjuangan prajurit yang gagah perkasa di medan perang dengan menunggang kuda dan bersenjata pedang. Namun demikian, masyarakat lebih mengenalnya sebagai sebuah tarian yang me- ngandung unsur magis dan kesurupan. Pada versi aslinya, para penari Jathilan akan melakukan adegan tarian terus-menerus tanpa berhenti sambil berputar-putar hingga salah satu dari mereka mengalami kondisi tidak sadarkan diri tapi tetap menari.

Penonton akan dibuat tegang ketika para penari mulai meraih apa saja yang ada di depannya. Bahkan, pecahan kaca bisa dimakan

sang penari tanpa merasakan sakit, apalagi berdarah sedikitpun. Mereka mengunyah laksana menikmati makanan cemilan yang enak dan nikmat. Bagi sebagian penonton, adegan itu merupakan tontonan mengasyikkan, manusia memakan kaca, memakan rum- put, mengupas kulit kelapa dengan gigi, dan adegan berbahaya lainnya.

Seiring perjalanan waktu, kini seni tari Jathilan bisa divariasi- kan dengan berbagai musik lain. Sebut saja Jathilan model baru. Mereka sudah merambah ke wilayah dan nuansa modern dengan

mengkolaborasikan musik yang ada pada zaman sekarang yang tidak terkesan kampungan, seperti musik jazz, pop atau Campur Sari.***

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Amin Karuniawati