Wonosari, Gunungkidul SUKINO SUPROBO, MASKOT GUNUNG TUTUP

SMAN 1 Wonosari, Gunungkidul SUKINO SUPROBO, MASKOT GUNUNG TUTUP

Malam itu malam Jumat Kliwon. Seperti malam Jumat Kliwon biasanya. Terlihat arus kendaraan yang begitu ramai menuju suatu tempat. Dilihat dari nomor polisi kendaraan yang lalu lalang itu, sebagian besar berasal dari luar daerah Gunungkidul. Jalan yang berkelok dan mendaki menuju tempat itu ramai dengan kendaraan, baik kendaraan roda dua ataupun roda empat bahkan ada pula yang berjalan kaki. Mereka menuju ke Gunung Tutup. Hati saya tergerak ingin mengetahui ada apa di sana dan apa yang mereka lakukan.

Jumat Kliwon kali ini saya mengunjungi tempat itu juga. Dida- sari rasa penasaran ingin mengetahui apa sebenarnya yang mereka lakukan di pesanggrahan Gunung Tutup itu. Gunung Tutup terletak di Dusun Gedaren I, Kelurahan Sumbergiri, Ponjong adalah nama sebuah bukit ( gunung dalam Bahasa Jawa) yang di puncaknya berdiri sebuah pesanggrahan. Di sana terdapat makam Eyang Mangunkusumo dan makam Bapak Sukino Suprobo sebagai salah satu keturunannya.

Tujuan pertama saya adalah mengunjungi makam Eyang Mangunkusumo. Dari penjelasan yang saya dapatkan dari juru kunci di sana, yaitu Bapak Sukin, sejarah Gunung Tutup berawal dari gunung yang ditutup sebagai tempat persembunyian Mangun- kusumo alias Narakosuro, keturunan Pangeran Sambernyowo di Kerajaan Surakarta, dari kejaraan tentara Hindia-Belanda pada zaman perang kemerdekaan. Gunung itu sengaja ditutup supaya tidak ada orang yang tahu bahwa Mangunkusumo bersembunyi di

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

17 Agustus 1956. Sejak itu makam Eyang Mangunkusumo sering dikunjungi banyak orang dan menjadi terkenal.

Gambar 1. Komplek pemakaman di Gunung Tutup

Sukino sebagai salah satu keturunan Eyang Mangunkusumo akhirnya menetap di tempat itu. Sebelum Sukino menetap di Gu- nung Tutup, Sukino muda senang tirakat, khususnya bertapa, bahkan pernah hingga empat tahun sembilan bulan lamanya. Selama bertapa di dalam kamar di rumahnya di desa Genjahan, ia selalu dilayani oleh keluarga dan diberi jatah makan pada waktu-waktu tertentu. Setiap hari, jatah makan yang dikirim selalu dimakan namun semakin hari semakin sedikit yang dimakan. Sampai suatu ketika keluarga yang biasa memberi makan tidak bisa lagi melihat wadak Sukino. Berkat kebiasaannya

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Sukino sangat terkenal sampai ke segala penjuru wilayah Indonesia karena kepiawaiannya. Pemasang nomer SDSB yang muncul (nembus) banyak yang memberikan ucapan terima kasih dengan berbagai cara, diantaranya membangun istana di puncak bukit Gunung Tutup. Jalan yang saya susuri menuju pesanggrahan yang berkelok-kelok ternyata dibangun oleh masyarakat sekitar bersama para sukarelawan dengan memapras bukit itu sehingga jalan yang berkelok-kelok itu bisa dilalui kendaraan roda empat dan selesai dibangun pada tanggal 18 Agustus 1982.

Setelah saya melewati berpuluh-puluh anak tangga yang me- nuju gerbang pesanggrahan, sampailah saya di kompleks pesang- grahan. Pesanggrahan Gunung Tutup terdiri dari bangunan utama berupa sebuah rumah limasan lengkap dengan lintringnya sebagai tempat tinggal. Di depannya, berdiri dengan megahnya sebuah pendopo berbentuk bangunan Joglo berfungsi untuk menerima tamu- tamu, atau tempat berkumpul banyak orang sehingga terkesan lega dan nyaman. Pendopo itu, sering digunakan untuk tempat pertemuan, rapat, dan terbuka untuk umum, termasuk diantaranya digunakan untuk pentas seni dalam rangka HUT Kemerdekaan RI, pentas budaya untuk memeriahkan bersih desa, dan kepentingan- kepentingan umum lainnya. Setiap malam Jumat, di Joglo itu, masyarakat sekitar berlatih memainkan gamelan (sepel). Selain itu, dari pendopo sering terdengar musik keroncong karena Pak Sukino merupakan seorang penggemar musik keroncong bahkan merupa- kan salah satu penyanyi keroncong saat itu dan terlihat sangat menik- mati latihan rutin yang digelar di sana. Lagu keroncong kesayangan yang sering dinyanyikannya adalah Langgam Harum dan Selendang Sutra. Beliau sempat pula mendapatkan penghargaan dari pemerintah sebagai pemerhati dan pelestari budaya Indonesia .

Sukino muda menikah dengan iIbu Kartinem, namun sayang tidak dikaruniai putra maupun putri. Oleh sebab itu beliau merasa putus asa ketika beliau mengetahui istrinya sedang dirawat di rumah

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Jenazah Sukino dimakamkan di samping rumah, di bawah ma- kam Mangunkusumo, tepatnya di sebelah selatan makam Mangun- kusumo. Saya harus berjalan melingkar mengelilingi puncak Gunung Tutup untuk sampai ke makam Sukino karena gerbang utama masuk makam Sukino berada di puncak bagian selatan. Pembangunan makam Sukino dilaksanakan selama 7 hari yaitu mulai tanggal 23 Mei 1995 sampai 30 Mei 1995. Untuk mengenang beliau Gunung Tutup diberi nama baru menjadi Sari Giri.

Makam Sukino selalu ramai dikunjungi terutama di malam Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon. Hampir semua pengun- jung makam itu yang berasal dari berbagai daerah berdoa di depan makam dengan khusuk, ada yang membakar dupa, ada pula yang membawa bunga- bunga sesaji sebagai perleng- kapan doanya. Para pengun- jung berharap mendapatkan

berkah siapa tahu mendapat keberuntungan bisa bertemu dengan sukma Sukino. Mereka meyakini jika bisa bertemu dengan penampakkan Sukino keinginan mereka akan terkabul.

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Kemegahan, kesakralan, dan keindahan Gunung Tutup atau Sari Giri akan lebih menarik apabila pihak pemerintah daerah melalui Dinas Kebudayaan Kabupaten Gunungkidul memberikan perhatian dalam pengelolaan dan pemeliharaannya. Saya merasa prihatin jangan sampai aset budaya yang adi luhung itu menjadi dilupakan oleh generasi penerus bangsanya.

Apakah Anda tertarik untuk datang kesana? Siapa tahu Anda yang mendapat keberuntungan bisa bertemu dengan arwah Sukino dan terkabul semua keinginan Anda.***

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Beatriks Christma Antari

SMA 1 Semin, Gunungkidul PAK SAIMO BUTUH PENERUS PEMBUAT WAYANG KULIT

Kegigihannya ingin meluhurkan tradisi, ia lakoni dengan membuat wayang hingga kini, di saat usianya menjelang senja. Itulah yang dijalani Pak Saimo.

Awalnya sekadar melihat. Selanjutnya, terangsang dan ter- gerak hati untuk ikut membuat wayang. Begitulah awal mula Pak Saimo, seorang pengrajin wayang kulit di Desa Semin, kecamatan Semin, Gunungkidul, menggeluti dunia pembuatan wayang kulit hingga kini. Sayang, sudah sejak beberapa tahun terakhir ini usahanya mulai berkurang karena minat masyarakat terhadap wayang kulit menurun, khususnya generasi muda.

Pak Saimo, begitu orang sering memanggilnya, belajar membuat wa- yang secara otodidak. Dia merintis karirnya mulai tahun 1962. Dia belajar membuat wayang sedikit demi sedikit. Darah seni yang mengalir dari kedua orang tuanya semakin memudahkan- nya membuat wayang kulit. Tangannya yang terampil, berbagai sketsa wayang pada kulit kerbau ia hasilkan dengan indah. Matanya dengan teliti meme-

riksa setiap lekuk dan goresan sketsa.

Gambar 1. Pak Saimo saat di

Berbagai warna, dari warna dasar hingga emas, ia torehkan di setiap

beranda rumahnya

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Alami Penurunan

Kehidupan pengrajin wayang saat ini cukup memprihatinkan. Pesanan wayang sudah jauh berkurang dibanding beberapa tahun

lalu. Sementara harga bahan utama pembuatan wayang kulit, yakni kulit kerbau atau sapi, makin hari makin mahal saja. Dulu, sekitar tahun 1962 hingga 1996 penjualan wayang kulit mengalami perkembangan sangat pesat. Sekarang masa kejayaan wayang sudah tak ada lagi. Bahkan, karena biaya produksi semakin mahal maka pengrajin wayang hanya bisa mendapatkan untung sedikit. Misal, dulu, untuk setiap wayang ia bisa untung sebesar Rp50.000,00. Sekarang ia hanya bisa mengantungi Rp5.000,00 saja.

Sulitkah membuat wayang? Ya. Sebagai orang awam, membuat wayang itu sulit. Berbagai perlengkapan pahat diperlukan untuk membuat wayang. Misalnya, pada saat tahap tatah dibutuhkan tatah,

atau alat pahat, sebanyak 22 buah, pandukan (60 cm), tindik dan malam. Sedangkan untuk tahap sungging dibutuhkan pewarna (pulas),

sablon, cat air, brom gronjeng, emas, dan lem kayu. Biasanya, sebuah wayang kulit bisa selesai dalam waktu tiga hari. Atau, 10 buah wayang akan selesai waktu sebulan. Namun kini, Pak Saimo hanya dapat membuat wayang kulit hingga tahap sungging (pewarnaan) saja; sedangkan tahap tatah (pemberian bentuk) Pak Saimo dibantu oleh orang lain.

Situasinya memang banyak mengalami perubahan. Dulu, saat pesanan wayang masih banyak, dalam sebulan Pak Saimo bisa menyelesaikan pembuatan wayang sebanyak 50 buah. Kini, karena usianya yang sudah semakin senja, ia hanya hanya dapat meng- hasilkan 10 wayang kulit per bulan. Dulu, ketika pesanan wayang masih banyak dan perkembangan dunia wayang kulit begitu pesat, Pak Saimo memiliki banyak pengrajin. Sayang, satu per satu pengrajinnya meninggalkan profesi itu karena pesanan makin jarang.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Ketekunan dan Ketelitian

Bagaimana sih proses pem- buatan wayang kulit? Ada beberapa

tahap dalam pembuatan wayang kulit. Pertama, tehnik mutihi meru- pakan teknik memberikan warna dasar putih pada wayang yang akan diwarna dan memberikan dasaran kuning pada badan wayang yang akan diberi warna emas atau prada. Kedua, tahap ngenom- ngenomi adalah tahap memberikan warna termuda untuk semua warna yang digunakan, misalnya warna

Gambar 2. Pak Saimo saat membuat dasaran untuk

hijau muda, ungu muda, merah

muda, coklat muda, dan lainnya dalam beberapa tingkatan warna.

pembuatan wayang

Ketiga, tahap nuwani merupakan memberikan warna lebih tua dengan beberapa tingkatan warna. Misalnya, dimulai dari warna

kuning muda kemudian ditumpangi hijau muda, dan terakhir hijau tua. Tahap keempat yaitu memberikan warna emas pada bagian tertentu. Misalnya, emas-emasan, badan wayang, muka wayang yang memang berwarna emas (gembleng) dan lainnya. Tahap kelima adalah drenjemi, yaitu memberikan efek berupa kumpulan titik-titik pada bagian tertentu dengan menggunakan pena. Tahap keenam yaitu nyawi, memberikan efek coretan garis lurus yang teratur dan saling berdekatan sesuai dengan bidang yang dicawi. Tahap ketujuh yaitu masi banyu, memberikan efek tinta hitam dengan warna agak terang untuk mempertegas garis tertentu. Terakhir, ngulat-ulati, yaitu memberikan perwatakan pada wajah wayang, misalnya membuat alis, mempertegas biji mata, cambang, bibir dan gigi wayang sesuai karakter masing-masing tokoh wayang.

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Gambar 3. W ayang setengah jadi

Gambar 4. Wayang yang telah jadi

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Wah, susah betul ya membuat wayang itu? Memang. Hal itu juga diakui oleh Pak Saimo. “ Membuat wayang itu perlu ketekunan dan ketelitian yang tinggi,” kata Pak Saimo. Karena faktor inilah Pak Saimo menduga tak ada anak muda yang suka membuat wayang. “Anak muda zaman sekarang lebih suka hal-hal yang praktis. Jadi mereka tidak ada yang berminat meneruskan tradisi membuat sayang ini,” tambahnya.

Teman muda, benarkah yang dikatakan Pak Saimo ini? Jika tidak, adakah di antara kita yang bersedia meneruskan perjuangan Pak Saimo dalam membuat wayang? Telatenkah kita menyungging lapisan kulit kerbau dan menjadikannya wayang yang indah? Wayang adalah warisan budaya yang memiliki nilai seni dan keluhuran yang tinggi. Harus ada banyak Pak Saimo lain di masa mendatang.***

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Toto Bonaparty S.

SMA Pembangunan 3 Ponjong, Gunungkidul