Sleman CANDI NGAWEN YANG TELANTAR

SMAN 1 Sleman CANDI NGAWEN YANG TELANTAR

“Kini banyak candi yang tak utuh lagi. Ada candi yang me- mang tak selesai dibangun, ada pula candi yang rusak akibat ben- cana alam ataupun ulah manusia.”

Pendapat itu tidak dikemukakan oleh sembarang orang. Milliard, seorang arkeolog, menyatakan pendapat itu ketika menjelaskan keadaan berbagai candi di Indonesia.

Candi Ngawen yang terletak di Desa Gunungpring, Keca- matan Muntilan, Kabupaten Magelang Jawa Tengah merupakan satu dari sekian banyak candi di Kabupaten Magelang yang nasibnya kurang lebih sama dengan pernyataan Milliard. Candi bercorak Budha itu juga kurang dikenal oleh masyarakat. Bahkan masya- rakat Magelang pun hanya sedikit yang mengetahui keberadaan- nya.

Jika ditinjau dari segi lokasi, Candi Ngawen terletak tidak jauh dari Pasar Muntilan. Dari Jalan Pemuda Muntilan, hanya sekitar satu kilometer ke arah selatan. Pendek kata, Candi Ngawen ini berada pada lokasi yang mudah dijangkau.

Candi Ngawen ditemukan pada masa sebelum kemerdekaan. Pemerintah penjajahan Belanda memugarnya pada tahun 1911. Menurut catatan yang ada pada pos penjagaan, Candi Ngawen dibangun sekitar abad ke-8, tepatnya pada masa dinasti Syailendra (Budha) dan dinasti Rakaipikatan (Hindu). Candi ini termasuk dalam candi Budha meskipun dibangun oleh dua dinasti yang berbeda. Karena dibangun pada masa dua dinasti inilah Candi Ngawen dijuluki sebagai Candi Peralihan.

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Bila dipandang sekilas, bentuk bangunannya nyaris mirip dengan bangunan candi Hindu. Misalnya pucuknya meruncing. Namun, bila diamati dengan seksama, candi ini memiliki stupa dan teras (undak-undak) yang menjadi ciri khas candi Budha. Selain bangunannya yang mirip dengan candi Hindu, bentuk bangunan Candi Ngawen memiliki banyak kesamaan dengan Candi Mendut. Candi yang terpaut jarak sekitar 5 kilometer dari Candi Ngawen itu merupakan rangkaian candi Budha.

Kompleks Candi Ngawen mencakup lima bangunan candi dengan letak berderet. Terdiri dari dua candi induk dan tiga candi apit. Candi induk merupakan candi utama, sedangkan candi apit adalah candi yang letaknya mengapit candi induk. Candi apit juga diartikan sebagai bangunan pendamping candi induk. Jadi, urutan- nya adalah candi apit pertama, candi induk pertama, candi apit kedua, candi induk kedua, dan candi apit ketiga. Atau, letak dari candi induk ada pada bangunan kedua dan keempat, sedangkan candi apit terletak pada bangunan pertama, ketiga, dan kelima.

Candi induk yang pertama merupakan satu-satunya candi yang masih lengkap. Sayangnya, stupa pada candi induk ini sudah pecah menjadi beberapa bagian sejak awal ditemukannya. Ini membuat stupa candi “diamankan” alias tidak dipasang atau disimpan. Sebagai candi yang paling utuh, candi induk pertama itu memang paling banyak batu penyusunnya. Dengan tujuan pengamanan, pemerintah memperkuat sambungan batu-batu tersebut dengan memberi lapisan semen. Adapun beberapa batu asli yang rusak, terpaksa diganti dengan batu polosan. Batu polosan yang dimaksud adalah batu yang tidak berelief. Jadi berbeda dengan batu aslinya yang berelief.

Lain dengan candi induk pertama, kondisi candi induk kedua lebih parah. Pada candi induk kedua ada begitu banyak batu pe- nyusun yang pecah dan hilang. Stupanya bahkan juga hilang. Bila dihitung, hanya lima puluh persen saja batu yang masih layak pada bangunan keempat ini. Alhasil, bangunan keempat itu berdiri, tetapi

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Di samping itu, batu-batu di pelataran candi tidak sebatas batu penyusun candi induk dan candi apit. Masih banyak lagi batu-batu lain yang ditemukan, namun tidak termasuk dalam batu penyusun candi induk dan apit. Batu-batu itu hingga kini belum jelas arti dan fungsinya. Batu-batu tadi ditata rapi di pelataran candi. Untuk memperindah pelataran candi, pihak pengelola menanam bunga- bunga indah, beserta kolam lengkap dengan bunga teratai di tengahnya.

Lalu, apa fungsi Candi Ngawen? Fungsi Candi Ngawen tidak jauh beda dengan candi-candi pada umumnya. Sesuai dengan coraknya, candi ini juga berfungsi sebagai tempat beribadah umat Budha. Yang menjadi pembeda dari Candi Ngawen ini adalah frekuensi digunakannya. Walau sama-sama sebagai tempat per- ibadatan, namun candi ini cenderung jarang dikunjungi. Menurut Sumedi, juru pelihara di Candi Ngawen, bangunan situs yang terletak di Muntilan ini biasanya digunakan atau dikunjungi untuk beribadah hanya pada saat perayaan Waisak. Itu pun pengunjungnya hanya sedikit. Kemudian taman di pelataran candi juga memiliki fungsi, yakni untuk kenyamaan pengunjung saat mampir di candi ini. Adapun kolam di taman memiliki fungsi untuk pengairan di wilayah pelataran candi.

Bila kita menengok ke belakang, kurang dikenalnya Candi Ngawen oleh masyarakat sebenarnya sangat disayangkan. Me- ngapa? Karena sekecil apa pun budaya bangsa itu tetap mahal nilai- nya. Saking tidak dikenalnya, bila kita melakukan survai pada generasi muda di wilayah ini tentang Candi Ngawen, umumnya mereka hanya bungkam karena tidak tahu.

Kemudian dari segi renovasi. Pada umumnya candi-candi di Indonesia—terutama candi yang besar—mengalami renovasi hingga berulang kali. Sangat kontras dengan Candi Ngawen yang sejak penemuannya baru dipugar sekali. Pemugaran itu pun telah terjadi

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Pemerintah melalui Dinas Purbakala Jawa Tengah tidak melakukan renovasi lagi bukan karena tidak peduli, tetapi karena kelayakan renovasi tidak dapat dipenuhi. “Sebenarnya pemerintah peduli. Hanya saja batu-batu di candi ini banyak yang hilang atau mungkin belum ditemukan. Dan ini yang membuat Candi Ngawen tidak layak dipugar. Sebab dalam pemugaran candi itu ada stan- darnya, termasuk kelengkapan batu yang pada candi ini tidak terpenuhi,” tutur Sumedi.

Selain itu, Candi Ngawen dapat dikatakan memiliki areal mini. Candi yang terdiri dari lima bangunan ini terletak di tengah pedesaan yang areanya jauh lebih sempit dibandingkan area Candi Mendut. Sekalipun begitu, suasana alam yang membingkai Candi Ngawen masih tampak alami. Warna hijau sawah yang membentang di sekelilingnya menambah cantik pesona candi yang telantar ini.

Candi Ngawen bila dilihat dari sisi lain memiliki aspek yang menarik. Candi Budha mungil ini menyimpan potensi yang bisa dikembangkan. Letaknya di dekat perkotaan, tetapi berbingkai alam yang masih natural, merupakan daya tarik tersendiri. Apalagi bila batu-batu penyusunnya lengkap dan candi ini dipugar kembali, tentu keeksotisan alamnya semakin memancar. Daerah sekitar candi ini juga berpotensi untuk dijadikan desa wisata.

Candi Ngawen merupakan bukti tidak dikenalnya peninggal- an nenek moyang oleh masyarakat. Akibatnya, potensi situs ini juga belum tergali dan dikembangkan. Padahal, siapa sangka candi mungil ini menjadi pesona wisata, termasuk untuk mengangkat daerah di sekitarnya?***

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •