Temon, Kulon Progo PUNCAK BOROBUDUR DI DESA GLAGAH

SMAN 1 Temon, Kulon Progo PUNCAK BOROBUDUR DI DESA GLAGAH

Tidak salah jika Yogyakarta berpredikat kota budaya. Daerah Istimewa Yogyakarta memang terkenal dengan ragam budaya dan tempat wisata. Salah satu tempat indah adalah adalah kabupaten Kulon Progo dengan Pantai Glagah. Pantai Glagah juga terkenal dangan agrowisatanya. Selain Pantai Glagah, ada juga objek yang tak kalah menarik, yaitu Situs Stupa Glagah.

Untuk sampai di Situs Stupa Glagah, dari arah Yogyakarta, setelah memasuki gapura Desa Glagah dengan tanda patung ganesa bergadha, lurus saja ke selatan sampai perempatan hingga perem- patan. Dari perempatan tersebut, bila ke arah ke selatan menuju pantai dan arah timur menuju Bantul, maka arah barat, tepatnya arah ke Purworejo kurang lebih sekitar 3 km, akan ditemukan papan bertuliskan Situs Sidareja. Di sanalah situs Sidareja.

Gambar 1. Papan Situs Stupa Glagah

48 • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Jalan utama Bantul—Purworejo terdapat semak-semak yang tidak terurus. Di sebelah selatan terdapat gerombolan pohon bam- bu. Di antara rimbunnya pohon bambu terdapat onggokan batu besar. Berjarak 200m dari jalan utama dangan jalan setapak yang diberi karikil berwarna putih, lebarnya 1m, dibatasi rantai besi. Jalan ini sebagai tempat refleksi kaki. Perjalanan menuju Situs Stupa Glagah tidak menjenuhkan. Di sepanjang jalan mata dimanjakan oleh deretan rumah joglo dan pohon kelapa.

Sampai di tempat akan dijumpai papan pengumuman yang bertuliskan ‘Dilarang merusak benda cagar budaya’. Stupa ini berpondasi. Berbentuk persegi dengan sisi 160cm dan tinggi 50cm. Dihiasi ornaman ukiran klasik. Stupa ini terdiri atas dua bangunan utama, yaitu bangunan dasar dan bangunan tabung. Tabung ter- letak di atas dasar bangunan dengan diameter 138cm dan tinggi 158cm. Dasar stupa kini dipondasi dengan beton persegi dengan sisi 180cm dan tinggi 30cm. Sebenarnya di atas stupa masih ada arca. Namun sayang, arca tersebut hilang karena tidak terawat.

Situs ini pernah dipugar oleh Dinas Purbakala Proinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2006. Sebelum dipugar, antara dasar bangunan dengan bagian atas batu terpisah sejauh 2m. Setelah direnovasi pada 17 Juli 2006 antara dasar dan bagian atas disatukan. Sejak itu banyak penelitian dilakukan di kawasan ini.

Status kepemilakan tanah bangunan ini tidak jelas. Bapak Tri Laksono pemilik lahan yang sah tidak pernah mendapatkan ganti rugi dari Pemerintah Kabupaten Kulon Progo maupun Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada tahun 1500 Masehi di tanah Jawa berdiri kerajaan Pajang, tepatnya berada di Yogyakarta dan sebagian Jawa Timur. Salah satu kabupatennya bernama Cios. Tempat ini merupakan daerah per- ikanan yang melimpah dan daerah pertanian yang subur. Pada tahun 1600-an Masehi banyak Brahmana datang ke Cios untuk menyebar- kan agama Hindu. Misi yang dibawa oleh Brahmana itu berjalan lancar hingga akhirnya pada tahun 1680-an didirikan pura yang berada di jantung Kabupaten Cios. Pura ini dibangun sebagai tempat ibadah bagi umat Hindu. Di sinilah kompleks stupa ini berada.

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Benda-benda bernilai estetis banyak terkubur di daerah Cios. Dua arca ditemukan di 150 meter arah barat dari stupa menjadi saksi bisu kejaya- an Kabupaten Cios. Dua arca ini ditemukan oleh tim purbakala tahun 2007.

Kedua arca ini ditemukan di sekitar pondasi stupa

Gambar 2. Situs Stupa Glagah

dan lantai halus di sebelah selatan stupa pada kedalaman 0,75m. Dua arca ini adalah arca Dewa Visnu dan Dewa Siwa. Kedua arca ini sekarang dapat kita lihat di museum purbakala yang terletak di daerah Bogem, Prambanan.

Ibu Sumardi Widyosumarto (60) mengatakan bahwa nama Cios berasal dari kabupatan pada waktu pembuatannya. Sekarang berubah nama menjadi Sidorejo. Dengan harapan rakyatnya ma- pan secara ekonomi. Situs yang berumur 3 abad ini menyimpan daya magis. Konon di stupa ini bersemayam arwah bupati Kabupa- ten Cios, yaitu Ki Cangak Mengeng, yang meminta sesaji satu tahun sekali. Oleh karena itu, setiap tahun pada tanggal 25 Ruwah (Bulan Jawa) di area stupa diadakan nyadran, yaitu wujud syukur warga yang telah diberi karunia selama satu tahun. Pernah suatu ketika tidak diadakan nyadran, Terjadi wabah penyakit gatal di dusun tersebut. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1978. Mulai saat itu nya- dran rutin diadakan setiap tahun.

Adapun bentuk nyadran, yaitu sesaji di stupa berupa hasil bumi, jajanan pasar, bunga, dan lain-lain. Hasil bumi meliputi padi, jagung, cabai, tebu, terong, dan kacang-kacangan. Bunga lengkap tujuh rupa, yaitu mawar, melati, kenanga, kanthil, ceplok piring, matahari, dan aster. Jajanan pasar tradisional berupa aneka apem, srabi, jenang. Tidak lupa kemenyan untuk mengiringi upacara hingga usai. Sore- nya diadakan kenduri. Kenduri kadang dilakukan di rumah Ibu Sumardi.

50 • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Stupa yang berada di lahan seluas 9m 2 ini menyimpan sejuta pesona. Jika datang tengah hari dalam suasana cerah, kita akan me- nyaksikan batu ini bersinar bak intan dan berlian. Hal ini disebabkan kristal batu memantulkan sinar matahari. Di sekitar stupa terdapat tanaman obat dan tanaman hias. Kicauan burung emprit serta suara bambu yang merdu dihampiri semilirnya angin laut menambah syahdunya tempat ini. Jika sudah puas menikmati stupa ini berjalan- lah 500m ke arah selatan, maka akan sampai ke pesisir laut selatan. Dengan adanya pengembangan jalan lintas selatan yang sudah mendekati kawasan ini, semoga stupa ini dapat dikenal lebih luas.***

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Riza Dwi Nur Annisa

Madrasah Aliyah Negeri 1 Wates, Kulon Progo