Godean, Sleman WALAUPUN TERTATIH, TOELIS TETAP MELATIH

SMKN 1 Godean, Sleman WALAUPUN TERTATIH, TOELIS TETAP MELATIH

Nama lengkapnya tidak sepanjang prestasinya. Itulah Toelis Priyantono. Pria lulusan SMEA Negeri 2 (sekarang SMKN 1) Yogyakarta ini menghabiskan masa mudanya dengan bergelut di bidang seni pertunjukan dan teater.

Sekalipun darah seni tidak ia warisi dari orang tuanya, bakat seni telah nampak pada Toelis kecil. Tidak penting dari siapa bakat itu berasal. Yang jelas, hasratnya untuk berkesenian berkobar-kobar. Maka Toelis kecil tak bisa diam. Ia terus mengasah bakatnya dengan mengikuti berbagai lomba dari TK, SD, hingga SMP. Alhasil juara sering yang diraihnya.

Prestasi Toelis mengantarkan dirinya yakin untuk terjun ke dunia seni. Saat di SMK, ia langsung memilih ekstrakulikuler teater, yang saat itu diasuh oleh Nanang Sugeng Atmanto. Tak berselang lama, sang pelatih pun pensiun. Kekosongan pelatih itulah yang membuat jiwa seninya semakin bergejolak. Tanpa pendidikan teater yang formal alias otodidak, ia melatih teman-temannya. Meskipun otodidak, kemampuan melatihnya tak diragukan lagi. Itu dibuktikan dengan prestasi yang diraih saat Festival Pertunjukan Rakyat di Panggung Hiburan Pasar Malam Sekaten, di Alun-alun Utara, Yogyakarta. Anak yang sejak tiga tahun diboyong keluarganya ke Yogya itu bertindak sebagai pelatih, sutradara, pemain, sekaligus penulis naskah. Ia mampu menyabet gelar pemeran utama laki-laki terbaik, artis terbaik, dan kelompok teater terbaik.

Perjuangan Toelis meniti karier tak semudah membalikkan telapak tangan. Saat pertama kali mengutarakan niatnya untuk

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Karena kecintaanya pada teater, dua puluh dua tahun sudah pria asal Pati ini berkecimpung di dunia seni. Dengan modal kesabaran, ia melatih di sejumlah sekolah dan sanggar. Sekarang ada tiga sekolah yang merasakan sentuhannya, yakni SMKN 1 Yogyakarta, SMKN 1 Godean, dan SMPN 1 Sewon. Selain itu, telah puluhan drama komedi disutradarainya. Toelis juga berkiprah di komunitas ELBEHA Yogyakarta, ketoprak humor, dan DMP (Dagelan Mataram Plus).

Di tengah kesibukan, saat berangkat nge-job sebagai MC, pada

17 September 2006 silam, di Jalan Kaliurang, Toelis mengalami kecelakaan. Nyawanya selamat, namun kakinya menjadi cacat. Sejak itu jalannya menjadi pincang. Walaupun demikian, ia tetap bertahan dengan dunia yang telah dipilihnya untuk mencapai kepuasan hidup. Kini Toelis dibantu rekannya, Mianto—yang boleh dibilang sebagai asistennya—tetap melatih anak-anak muda yang ingin me- ngembangkan bakat seninya.

Keadaan cacat tak menjadikan Toelis berciut nyali. Dengan keterbatasan pria kelahiran Pati, 8 April 1970, itu tetap mampu men- ciptakan berbagai ide kreatif yang tertuang dalam pertunjukan. Toelis tetap setia mendampingi para anak didiknya dalam berlatih. Walaupun tertatih, ia tetap melatih.

Babe—begitu sapaan akrabnya—memberikan gojlogan untuk melatih mental, kekuatan, kemampuan, serta kreativitas anak-anak didiknya. Ia mengarahkan dan memberi contoh untuk dipraktik-

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Segudang prestasi, kemampuan berpikir kreatif dan up to date, serta job-job yang mengalir tak menjadikan Toelis sombong. Kese- derhanaan dan gurauan khasnya menjadikan ia dikagumi para muridnya. Berbagai filosofi kehidupan banyak ia beberkan di sela- sela latihan. Maka tak heran jika banyak muridnya yang begitu dekat dengannya. Apalagi Babe selalu mengajak murid-muridnya terlibat dalam penyelenggaraan aneka event seni yang ditanganinya.

“Saya melatih teater tidak untuk mencetak mereka sebagai artis, melainkan mengantarkan mereka menghadapi berbagai ke- mungkinan yang bakal terjadi di masa depan. Jika kelak mereka sukses, saya juga merasa senang dan bangga. Karena itulah, saya tak bosan mengajak mereka untuk terlibat dalam pembuatan sebuah acara. Bagi saya proses lebih penting daripada hasil. Jika prosesnya baik, tentu hasilnya juga akan baik. Di teater kita bisa banyak belajar mengenai hal-hal yang tidak ada dalam ekstrakulikuler yang lain. Kita diajarkan untuk memahami satu sama lain antaranggota teater. Ibarat anggota badan, bila satu sakit, semua ikut sakit. Tak hanya acting saja, kita juga bisa mengembangkan bakat dalam bernyanyi, main musik terutama gamelan, tari, bahakan ber-make up. Semua itu diajarkan dalam teater,” tuturnya penuh semangat.

Perjalanan yang cukup panjang nan terjal telah dilalui Toelis dengan penuh suka cita. Aneka tantangan dan rintangan sudah men- jadi bagian petualangan hidupnya. Berbekal tekad dan kemampuan, ia berhasil membuktikan bahwa seni bisa menghidupi.

Dengan keberhasilan tersebut, ia pun tidak lupa pada kodrat- nya sebagai lelaki. Meskipun butuh waktu yang panjang, wanita yang bersedia menerima segala kelebihan dan kekurangannya akhirnya hadir pula. Setelah melatih di almamaternya selama dua puluh tahun, Tuhan menghadirkan jodoh itu. Windari Dwi Nur- yati, murid teaternya, dinikahi Toelis pada 30 Desember 2007.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Bolehlah itu juga disebut sebuah prestasi. Yang pasti, meski- pun masih tertatih, langkah Toelis makin mantap. Babe pun terus, terus, dan terus melatih.***

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Wahyuni Lestari

MAN Pakem, Sleman