Langkah-Langkah Penulisan Feature

6. Langkah-Langkah Penulisan Feature

Langkah pertama yang ditempuh penulis feature adalah mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan. Ada banyak cara untuk ini. Misalnya observasi (datang langsung ke objek penulis- an), interview (melakukan serangkaian wawancara dengan sum- ber-sumber primer maupun sekunder), dan mencari di buku atau media massa lain sebagai pelengkap.

Apa yang perlu dilakukan dalam mengumpulkan bahan sering sangat tergantung pada jenis feature yang akan ditulis dan macam bahan yang diperlukan. Untuk menulis feature sejarah, misalnya, sering cukup hanya mencari dari sumber pustaka. Akan tetapi, jika ada pelaku atau saksi sejarah yang masih hidup, feature ini akan lebih menarik dan berharga jika dilengkapi dengan wa- wancara dengan tokoh yang masih hidup itu. Kita bisa mengung- kap sisi lain yang tidak atau belum tertulis dalam buku pustaka.

Setelah seluruh bahan yang dianggap diperlukan terkumpul, kemudian tinggal memilih dan mengorganisasikan sesuai dengan stressing yang kita tentukan. Pemilihan stressing ini tentu yang diperkirakan menarik bagi pembaca. Misalnya, kita akan menulis tentang pasar Bringharjo, tentu kita tidak akan mengangkat

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Pemilihan stressing tersebut bisa juga kita lakukan sebelum kita mengumpulkan bahan. Dengan menentukan stressing sebelum mengumpulkan bahan, kita akan mendapat pedoman bahan apa saja yang kita butuhkan sehingga kita tidak perlu mengumpulkan seluruh informasi atau data tentang pasar tersebut. Hal ini akan menghemat waktu dan tenaga sehingga tidak akan ada kerja kita yang sia- sia. Pemilihan stressing dilakukan setelah pengumpulan bahan hanya kita kerjakan jika kita “masih buta” atau belum tahu persis tentang sisi atau aspek mana yang paling menarik pada objek yang akan kita garap.

Sayangnya, justru ini yang paling sering terjadi. Dalam kondisi semacam ini kita memang sebaiknya mengumpulkan bahan sebanyak-banyaknya dari berbagai aspek. Setelah semuanya ter- kumpul, barulah kita menilai semua aspek yang ada, mana yang paling menarik untuk diangkat menjadi feature. Dengan cara ini kita bisa menulis lebih dari satu feature tentang suatu objek.

Langkah selanjutnya adalah menggarap bahan-bahan itu men- jadi feature. Untuk ini kita bisa memulai dari mana saja, dengan teknik atau gaya apa saja sesuai dengan selera dan cita rasa kita terhadap objek. Tentu yang paling baik adalah dengan teknik dan gaya khas kita. Yang perlu diyakini dalam hal ini adalah bahwa penulisan feature bebas memilih struktur. Tidak terikat dengan struktur piramida terbalik, sebagaimana kalau kita menulis straight news .

Yang terpenting dalam menulis feature adalah bagaimana dengan teknik tertentu penulis bisa membangun ketegangan, daya cekam, keharuan, atau daya sentuh yang mampu menghanyutkan perasaan pembaca untuk melahap feature tersebut sampai habis. Daya cekam tersebut bisa dibangun melalui narasi, deskripsi, dan dialog. Karena itu bentuk feature sering mirip dengan cerpen,

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Akan tetapi, tentu tetap berbeda dengan cerpen yang dibangun dengan elemen-elemen imajinatif (khayal) karena feature tetap dibangun dengan elemen- elemen fakta. Tapi keduanya memang sama-sama membutuhkan kemampuan berimajinasi penulisnya. Dalam menulis cerpen kemampuan imajinasi itu dibutuhkan untuk melukiskan dunia khayal (rekaan) secara hidup, sedangkan dalam menulis feature kemampuan imajinasi dibutuhkan untuk melukiskan fakta-fakta, peristiwa, suasana, dan gerak dramatik objek menjadi suatu sajian baru (feature) yang benar-benar hidup dan mencekam perasaan.

Karena itu, orang yang tidak mampu berimajinasi tidak akan mampu menulis feature yang baik, sebagaimana pula ia tidak akan mampu menulis cerpen yang baik. Karena itu pula seseorang yang mampu menulis cerpen yang baik bisa diperkirakan ia akan sangat berpotensi menulis feature yang baik pula.

Tampaknya kemampuan berimajinasi yang baik inilah yang sekarang jarang dimiliki oleh para wartawan sehingga feature-feature yang mereka hasilkan dan dimuat di berbagai media massa, rata- rata adalah feature yang buruk, miskin suasana, miskin ketegangan, miskin imajinasi, dan tak punya daya sentuh. Bahkan banyak yang masih berupa straight news atau investigative news, tetapi sengaja dipasang pada kolom atau rubrik feature, atau mungkin “dipaksakan” oleh redakturnya.

Biasanya satu feature terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama adalah pembukaan, yang berupa lukisan suasana, potongan dialog, atau bagian peristiwa yang sangat dramatis. Bagian kedua adalah tubuh feature yang berisi detail peristiwa atau detail objek. Pada bagian ini detail peristiwa atau objek diceritakan secara lengkap sesuai dengan stressing yang dipilih.

Sementara itu, pada bagian ketiganya adalah penutup yang biasanya berupa klimaks peristiwa, atau bagian yang paling menge-

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •