Sewon, Bantul BB MUSIK RAKYAT

SMKN 1 Sewon, Bantul BB MUSIK RAKYAT

Sabtu, 24 April 2010 suara meriah memenuhi stadion Dwi Windu Bantul. Banyak orang berbondong-bondong menyaksikan konser musik. Yang disponsori oleh Bintang Buana Musik Rakyat.

Woouu, menakjubkan, meskipun hujan, tidak menyurutkan langkah penggemarnya. Mulai dari anak-anak, remaja, bahkan tidak ketinggalan pasangan bapak dan ibu muda. Meskipun acara kali ini diadakan di Bantul. Namun ternyata partisipasi penonton- nya ada yang berasal dari luar Bantul.

Acara malam Minggu kali ini selain dimeriahkan “Ada Band” khususnya. Dimeriahkan pula oleh Marapu, Trio Macan, dan lain- lain. Tak ingin ketinggalan, aku turut menyaksikan konser tersebut.

Tadinya, aku tidak ada niat untuk menonton. Mungkin karena ada temanku, jadi oke saja. Hitung-hitung sambil malam mingguan bersama teman.

Pukul 19.30, temanku bersama kakaknya tiba dirumahku. Tidak perlu waktu lama aku bersiap-siap. Setelah mandi, aku pamit pada ibu dan berjalan menuju stadion Dwi Windu Bantul. Uggh…,

ternyata sampai di Dwi Windu “Ada Band” belum unjuk kebo- lehan di panggung. Baru Band Marapu saja yang memperlihatkan aksi panggungnya. Cukup lama aku menunggu ada band keluar,

hingga hujan mengguyur rerumputan hijau di sekitar lapangan. Aku memutuskan untuk pulang terlebih dahulu, karena hujan semakin deras. Temanku mendapat pesan singkat dari kakaknya.

“Dek, ada band sudah keluar. Hujan sudah agak reda. Aku kembali ke stadion Dwi Windu Bantul. Nahh, ini yang namanya seru. Penampilan sang vokalis membuat penonton terkesima.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Tembang demi tembang telah dilantunkan. Aku dan teman- ku menikmatinya sambil mengobrol. Makin larut, makin syahdu tembang-tembang yang dilantunkan. Karena terlalu meriahnya, terjadi aksi perkelahian antar sesama penonton. Padahal hanya karena masalah sepele. Berawal dari bersenggolan antar penon- ton, yang akhirnya memicu perkelahian. Setengah penyebabnya juga karena masalah minuman beralkohol. Untung, peristiwa ini dengan cepat dapat diatasi. Tersangka diamankan dari TKP oleh kedua rekannya.

Waduh, deg-degkan campur takut dan setengah ngeri me- nyelimuti perasaanku. Aku berbisik pada temanku. Untung ya, dia tidak tambah mengamuk. Heem, aku juga ngeri lho tadi. Waduh, waduh, waduh….

Waktu telah menunjukkan pukul 22.00. Rasa kantuk dan capek menyerang diriku. Lemas rasanya. Aku mengajak temanku pulang. Dia langsung mengiayakan. Tapi, aku teringat sesuatu, bagaimana kakakmu nanti?, gampang nanti aku sms dia kalau aku nunggu dirumahmu. Ya, ya, ya….

Tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai rumah, hanya

5 menit. Memang, karena jarak rumahku tidak terlalu jauh dari lapangan. Cukup lama aku menunggu kakak temanku. Mau bagai- mana lagi, tidak mungkin aku tidur duluan. Tidak sopan, ada tamu datang ke rumah malah aku tinggal tidur.

Pukul 22.50, kakak temanku tiba juga dirumah. Maaf ya Dik, aku terlalu lama. Tadi, sempat ketemu teman, jadi ngobrol sampai nggak terasa. Iya mbak, tidak apa. Temanku dan kakaknya lalu berpamitan, mengucapkan terima kasih dan minta maaf. Setelah itu, aku tidur hingga mentari datang menyapa.

Pagi itu, aku bangun pagi-pagi sekali. Karena sudah ada rencana akan pergi ke pantai bersama ponakanku. Meskipun badan masih amat lelah, tapi justru aku bersemangat. Tidak ada salahnya bukan, mencari udara segar di pagi hari.

Pukul 07.00 aku bersama ponakanku berangkat ke pantai. Sepanjang perjalanan, dia berisik sekali, bertanya ini, itu. Sampai aku kebingungan menjawabnya. Dia baru berumur 4 tahun. Eits,

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Sampailah sudah kita dipantai, si bocah kecil itu, langsung minta digendong. Akulah yang kebagian “dipayoni” (dalam bahasa Jawa). Te, ayo cepat kesana, liat ombak. Iya ya, sebentar. Langsung sampai didaratan dekat air, dia minta turun. Minta dilepas bajunya. Langsung saja dia menggulung-gulung dikerumunan pasir. Idih ini anak, tidak gatel apa ya. Demi perkembangan jiwanya, kami biarkan saja. E… tapi sempat bapaknya memarahi Kaka. Eh…, namun bocah kecil ini semakin seperti disuruh saja. Selesai gulung-gulung, dia minta agar kakinya ditimbun dalam pasir. Bapaknya menuruti, alhasil setelah kakinya tidak nampak, dia sangat kebingungan. Minta tolong dilepaskan. Akunya malah menertawakannya. Lah, habisnya dia bandel. Hehehe….

Karena masih belum bisa dilepaskan, dia malah menangis. Tawaku dalam hati. Lucunya kalau dia menangis. Kau kena marah sama ibuku. Bukannya ditolong, malah ditertawakan. Habisnya dia usil sih buk. Akhirnya, bisa juga dilepaskan oleh ayahnya. Malah bertambah nakal setelah bisa dilepas. Melempari tantenya dengan pasir. Haduh, ini anak pengen saya jitak rasanya. Daripada aku yang dimarahi, lebih baik aku mengalah.

Belum puas keponakanku bermain dengan air, dia masih ingin berenang di kolam renang. Di area pantai Patehan. Lucu juga ponak- anku, ingin berenang kok hanya dipinggiran, tidak berani pindah posisi. Sambil menunggu ponakanku renang, kuberjalan menyusuri pantai memilih tempat yang teduh untuk makan. Segar dan menyejukkan sekali udara pantai. Makan sambil melihat panorama laut. Tak terasa, sepertinya dari belakang ada yang memanggilku. Tante, tante, ayo pulang, Kaka udah selesai. Bocah itu membuatku kaget. Iya sebentar. Kok tumben kamu udah mentas, biasane berendam sampai kaku. Kaka lapar tante.

Pukul 12.30, kami meninggalkan pantai Patehan. Dalam per- jalanan pulang, kami mencari tempat makan yang sekiranya dapat mengenyangkan perut. Karena ponakanku sudah kelaparan.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Kami menemukan warung soto Pak “EJ” di Dawetan. Cukup banyak pula pengunjungnya. Apalagi ini hari libur. Adikku ingin cepat-cepat minta es serut. Batinku, ini anak lapar kok malah minta es. Haduh-haduh, haduh. Setelah cukup mengisi bensin, akhirnya kami pulang.***

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Ratna Marista Kartika Dewi