Piyungan, Bantul MITONI

SMAN 1 Piyungan, Bantul MITONI

Orang berkumpul melingkar, dengan suasana begitu ceria. Pagi yang cerah ini. Di desa kami ada sesuatu yang menarik per- hatianku.

Ada ember-ember penuh air, bunga-bunga dan jarik. Apa itu? Ada upacara apa di desaku? Aku bertanya pada seseorang “Pak ada upacara apa ini?” tanyaku. “Mitoni,” katanya Lalu aku bertanya pada ayahku, apa itu mitoni? Ayahku pun

menjelaskan. “Mitoni adalah sebuah tradisi di desa kita untuk mem- peringati seseorang yang sedang mengandung dan sudah masuk pada bulan ke-7”.

Mitoni, oleh kebanyakan orang dianggap sebuah tradisi yang harus dilestarikan, kata bapak Bambang. “Budaya itu adalah se- buah harta kekayaan kita. Dan harta itu harus kita jaga dengan sebaik-baiknya. Siapa lagi yang menjaga kalau bukan kita semua?” katanya. Dan itu adalah perantara kita untuk meminta kepada yang Maha Kuasa.

Tapi kata bu Tri, “Itu tidak cocok dengan budaya sekarang. Dan bagi orang Islam seorang perempuan itu auratnya seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan dan jika mitoni itu hanya memakai jarik jadi membuka aurat.”

Pendapat itu memang berbeda, tapi mitoni tetap harus dijaga atau dilestarikan walau memandikannya dengan menutup aurat saya rasa itu tidak masalah asalkan tetap seperti adat biasanya.

74 • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Dalam mitoni, banyak sekali persiapan dan perlengkapan- nya. Mitoni biasanya dilaksanakan malam hari kira-kira pukul

20.00 WIB—selesai. Orang yang mempunyai hajat mitoni harus mempersiapkan alatnya, yaitu ada ember, sapu, dan siwur tapi sekarang bisa dikatakan gayung. Siwur itu terbuat dari kelapa dan daging kelapanya pun masih ada dan kemaron. Kemaron adalah alat untuk tempat air yang terbuat dari tanah liat.

Dan bahannya ada bunga setaman, air yang ambil dari tujuh sumur dan dijadikan satu. Jarik untuk ganti setelah di mandikan dan harus berwana lasem. Selendang itu untuk mengendong cengkir gadhing yang sudah di gambari wayang. Dan telur simbul dari tekad bulatnya seseorang untuk melakukan mitoni.

Setelah semua alat dan bahan telah siap, orang yang mengan- dung keluar dengan memakai jarik. Dan yang laki-laki (suaminya) ikut serta dengan istrinya. Mereka berdua berjalan mendekati tempat air yang telah disediakan untuk mitoni itu.

Lalu ada seseorang yang di namakan mbah dukun yang akan memandikan pertama kali. Mbah dukun itu mengambil air dengan siwur lalu menyiramkan kepada orang yang mengandung sebanyak tiga kali.

Dan yang kedua adalah ibunya yang mengandung baru yang ketiga ibu mertua yang mengandung. Sama seperti tadi sebanyak tiga kali dengan menggunakan siwur. Yang memandikan itu berada di kanan atau kiri yang mengandung, yang mengandung itu berada di depan dan suaminya berada di belakangnya. Yang dimandikan pertama kali itu yang mengandung baru suaminya.

Setelah selesai, yang mengandung ganti jarik yang berwana lasem, dan bajunya sesuai selera. Yang laki-laki mandi lagi sendiri di tempat lain dan memakai baju sesuai selera.

Lalu kelapa gading yang ada dua tadi telah digambari wayang, yang satu wayang Janaka dan yang satunya wayang Srikandi. Wayang yang bergambar Janaka di gendong oleh mertua yang mengandung dan yang Srikandi di bawa ibunya yang mengandung.

Sesudah itu kelapanya di letakkan di dalam rumah biasanya di dalam kamar tidur. Setelah semua adat berjalan sampai pukul

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

21.00 WIB orang-orang berkumpul untuk memdoakan orang yang mengandung itu. Biasanya dibacakan ayat-ayat suci Alquran. Yang di baca itu surat Yusuf, Maryam, dan Muhammad.

Surat Yusuf di bacakan agar nanti anaknya lahir seperti Nabi Yusuf kalau laki-laki agar tampannya seperti Nabi Yusuf. Maryam kalau perempuan agar cantik seperti Maryam. Dan Muhammad agar nanti tampan dan sifatnya seperti Nabi Muhammad.

Semua itu dibacakan karena ruh itu di masukkan pada saat bulan ke tiga. Biasanya tradisi ini ditonton oleh semua warga dikampungnya, baik anak-anak sampai dewasa. Semua boleh menonton agar anak dan cucu kita nanti dapat mewarisinya.

Kalau tidak dilestarikan dan dijaga nanti anak-anak tidak tahu tradisi mitoni itu apa, supaya tidak dicap oleh negara lain. Setelah usai perkumpulan tadi semua orang pulang dengan harapan anak itu dapat lahir dengan selamat dan berguna bagi semua.***

76 • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Amin Karuniawati