Depok, Sleman INDRA DAN BERKAT GAMELAN

SMAN 1 Depok, Sleman INDRA DAN BERKAT GAMELAN

Berkat gamelan seseorang dapat melawat ke mancanegara. Tidak percaya? Tengoklah pengalaman Indra Pradipa Yudha. Indra, begitu cowok ini lazim disapa, mendapatkan kesempatan ke luar negeri berkat kepiwaiannya bermain gamelan.

Saat itu diadakan Festival of Color of the World (FESCO). Penyelenggaranya Universiti Teknologi Petronas (UTP) Malaysia. Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Gadjah Mada (UGM) mendapatkan undangan berpartisipasi dalam acara tahunan itu. Kesempatan lalu dimanfaatkan untuk menampil- kan budaya Indonesia, khususnya gamelan.

Nasib baik jatuh pada Indra. Ia dipanggil salah seorang dosen- nya. “Dosen saya yang sangat luar biasa bernama Eddy Pursubar- yanto. Beliau “mengompori” kami untuk selalu memanfaatkan setiap kesempatan,” tutur Indra.

Walaupun bukan atas inisiatif sendiri, akhirnya kesempatan emas diperoleh mahasiswa Jurusan Sastra Inggris FIB UGM itu. Setelah menyatakan siap untuk menangkap kesempatan emas itu, maka dibentuklah. Kemudian tim itu berlatih selama kurang lebih

2 bulan. Jadilah tim tersebut berangkat menuju Malaysia dengan misi memperkenalkan budaya Indonesia, khususnya gamelan, kepada dunia.

Pertama kali Indra bermain gamelan waktu kelas 2 SMP. Saat itu ia mengikuti kegiatan ekstrakurikuler di SMPN 15 Yogya- karta. Akan tetapi, hanya sedikit siswa yang berminat dengan

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Kalau ingin terkenal, ambillah jalan yang berbeda. Begitu nasihat Ralp Waldo Emerson. Dengan kata lain, orang harus berani keluar dari jalur umum. Indra termasuk yang terpengaruh oleh petuah Emerson. Ia bermain gamelan memang untuk meraih ketenaran. Ia pun keluar dari jalur umum. Gamelan yang makin ditinggalkan generasi sebayanya, justru ditekuninya.

“Setelah saya mendapatkan berbagai pengalaman dengan bermain gamelan, mulailah timbul rasa dalam diri saya untuk turut serta melestarikan gamelan,” kata pria berumur 20 tahun ini. Generasi muda yang baik adalah yang dapat melestarikan budaya bangsanya sendiri. Maka diperlukan sikap peduli sebagai landasan. Tanpa sikap itu, nasib budaya bangsa seperti gamelan makin tersisihkan.

Pengalaman di Malaysia membuat Indra tertegun. “Antusias- me orang luar negeri untuk belajar gamelan justru lebih besar di- bandingkan dengan hasrat orang lokal,” kata Indra penuh kehe- ranan. Antusiasme itu tampak nyata tatkala digelar workshop tentang gamelan. Mereka begitu bersemangat mengikuti.

Bagaimana jika workshop serupa ditawarkan kepada anak- anak muda bangsa kita? Sangat mungkin situasi akan jauh berbe-

da. Dibandingkan puluhan tahun yang lalu, sekarang gamelan sudah lebih maju. Gamelan terbukti dapat disandingkan dengan alat musik modern dan canggih seperti gitar, keyboard, drum, dan sebagainya. Hal itu karena gamelan merupakan alat musik yang luwes alias dapat dipadukan dengan alat musik apa pun.

Bangsa Indonesia juga patut berbangga karena sebagian uni- versitas terkenal di dunia memiliki seperangkat instrumen game- lan Jawa. Untuk mempelajari gamelan, mereka mendatangkan guru-guru kerawitan dari Indonesia. Sayangnya, generasi muda Indonesia malah meninggalkannya secara sia-sia.

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Mengapa hanya sedikit generasi muda yang bangga akan budayanya sendiri? Mereka perlu mendengarkan pengakuan Indra. “Manfaat utama yang saya dapat dari bermain gamelan adalah saya bisa pergi ke luar negeri,” katanya sambil tersenyum.

Pengalaman Indra menunjukkan, mempelajari gamelan tidak ada ruginya. Selain dapat memperkaya wawasan terhadap buda- ya bangsa sendiri, gamelan juga dapat mengantar ke luar negeri. “Sudah dapat ilmu, bisa ke luar negeri pula,” tutur Indra dengan nada bangga.

Memang sebuah kenyataan bahwa sebagian besar generasi muda kita justru mengabaikan budaya sendiri. Generasi muda Indonesia lebih memilih budaya luar daripada melestarikan buda- ya warisan nenek moyang. Sikap antusiasme generasi muda baru muncul ketika ada isu kalau budaya Indonesia dicuri negeri lain. Saat itulah kecintaan generasi muda akan budaya sendiri seolah- olah berkobar-kobar.

Namun, apakah kita harus menunggu hingga budaya Indone- sia diklaim negara lain? Orang luar negeri saja sangat antusias mempelajari gamelan. Masak kita yang empunya justru tidak peduli? Mengapa di Indonesia studio musik begitu banyak, tetapi tidak ada studio gamelan?

Pertanyaan-pertanyaan itu mengusik benak Indra sepulang dari lawatannya ke Malaysia. Terlebih ia yakin bahwa kecintaan dan ketekunan mempelajari tradisi budaya milik sendiri dapat membawa keberuntungan. Dan Indra telah membuktikannya.***

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Susanti