Yogyakarta SUNGAI BRANTAS SUMBER MAKANAN

SMKN 4 Yogyakarta SUNGAI BRANTAS SUMBER MAKANAN

Cuaca panas hari itu memaksa aku menghentikan perjalanan keliling kota Mojokerto. Seteguk es tebu kubeli seharga seribu rupiah benar-benar meniadakan dahaku, seperti menemukan air di gurun pasir. Mojokerto kota onde-onde memang tidak sesejuk kota Malang yang notabene adalah kota pelajar, yang aku huni sekarang ini.

Dari kota Malang hingga di terminal Mojokerto, aku tempuh dalam waktu tiga jam. Memang perjalanan yang melelahkan, but it’s so fun . Sore itu, aku beranjak dari kosa untuk memburu bus kuning. Kata orang, sangat jarang ditemui bus kuning bila melewati pukul 19.30.

Bus kuning mengantarkan aku dari Japanan menuju Mojokerto. Namun, perjalanan tak sesingkat itu, aku harus menaiki Lyn . Kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan bus jurusan Malang-Surabaya. Hiruk-pikuk di dalam bus membuat aku tidak bisa memejamkan mata. Beribu profesi campur aduk di sini, ibu rumah tangga, pengamen, pedagang asongan, guru, mahasiswa, dan pengusaha harus berbaur menjadi satu. Setelah 15 menit menunggu, akhirnya bus pun berangkat. Baru setengah perjalanan, belum hengkang dari kota Malang, bus yang aku tumpangi mendapatkan masalah, sopir bus setengah baya itu menyenggol mobil panther yang ada di samping kiri.

“Sudah lanjut saja, memang dia yang salah,” ujar sang kenek. “Ah, sudah bablas saja,” tambah kenek yang satunya.

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Meski begitu sang sopir tetap menghentikan bus dan ber- tanggung jawab atas perbuatannya. Tawar-menawar terjadi cukup alot untuk mengganti cat mobil yang tergores. Setelah 20 menit berlalu, bus melanjutkan perjalanannya kembali. Di luar dugaan, ternyata perjalanan untuk sampai di terminal Mojokerto menghabiskan waktu tiga setengah jam gara-gara kecelakaan yang terjadi.

Letak kota Mojokerto cukup strategis, 50 km arah barat kota Surabaya. Daerah ini menjadi hinterland kota metropolitan sebagai daerah penyangga kota. Mata pencaharian penduduk sebagian besar cenderung ke arah perdagangan, angkutan, dan industri peng- olahan. Adapun komoditas yang diperdagangkan pada umumnya merupakan barang-barang hasil produksi industri pengolahan (tekstil, barang kulit, dan alas kaki).

Kota yang dikelilingi Sidoarjo, Lamongan, Pasuruan, Jom- bang, dan Malang itu memiliki beberapa tempat wisata. Pacet ada- lah tempat wisata yang sayang sekali bila terlewatkan, suasananya rindang, cuaca yang sejuk, lukisan hidup yang sangat indah mene- mani kita menyusuri wilayah yang berbatasan dengan hutan Batu (Malang). Pemandian air panas, kolam renang, air terjun dan wahana wisata merupakan pilihan lain bagi penikmat panorama alam yang sejuk dan bebas polusi. Daerah yang dikaruniai lahan subur menjadikan penduduk sekitarnya berprofesi sebagai petani. Aneka bumbu dapur, ubi-ubian merupakan hasil utamanya.

Perjalanan tidak hanya berhenti disitu saja. Situs sejarah Maja- pahit menarik perhatian untuk dikunjungi. Cuaca panas menemani perjalanan dari Pacet menuju Trowulan. Banyak Peninggalan yang masih ada disini, misalnya aneka candi, kolam segaran, dan museum. Selain peninggalan sejarah yang berjuang hidup mati demi kerajaannya itu, ada pula makam Syech Jumadil Kubro salah satu anggota Wali Songo.

Banyaknya pendatang menjadikan penduduk sekitar berpro- fesi sebagai pedagang, pematung dan pemahat. Hasil karya seni- man Trowulan bahkan di ekspor ke luar negeri. Seringnya permin- taan pasar membuat pematung dan pemahat tidak beralih profesi.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Bukan hanya tempat wisata yang dapat dijadikan sumber mata pencaharian. Bagi orang Mojokerto apapun bisa dilakukan demi menyambung hidupnya. Sungai Brantas yang sering memakan kor- ban itu pun jadi alternatif sumber mata pencaharian sebagian pen- duduk. Khususnya para penambang yang mengais bulir-bulir pasir untuk diubah menjadi lembar-lembar uang. Selain bergelut dengan derasnya arus sungai, mereka harus kucing-kucingan dengan petugas.

“Kami sudah puluhan tahun menjadi pengeruk pasir ini,” kata Karto (nama samaran), seorang penambang pasir manual berkulit hitam mengkilap telanjang dada.

Dia hanya mengenakan celana dalam saat menyelam ke dasar sungai. Setiap orang bisa menerima hasil kerja sepanjang hari itu sampai puluhan ribu rupiah.

“Rata-rata kamu dapat upah antara Rp30.000,00 sampai Rp50.000,00,” kata Karto lagi. Tidak banyak hal yang menarik dari aktivitas penambang pasir ini jika dilihat sekilas. Hanya saja bila dilihat lagi, sesungguhnya mereka adalah komunitas pekerja yang rela menantang bahaya demi menafkahi keluarganya. Menyandarkan hidup dari hasil mengais pasir di dasar sungai sungguh sebuah perjuangan berat. Kondisi ketinggian air di Sungai Brantas mempengaruhi tingkat kesulitan dan hasil yang didapatkan. Jika air surut, terkadang hingga sebatas pinggang, jumlah pasir yang ditambang akan semakin banyak sehingga pendapatan juga ikut terdongkrak. Akan tetapi jika musim air naik, hasil yang didapatkan juga sedikit karena proses mereka terpaksa harus menyelam lebih dalam. Selain itu, ketinggian air juga akan mempermudah perahu terbalik. Seorang penambang pasir memiliki motivasi sederhana dalam bekerja, mendapatkan hasil yang cukup untuk hidup sehari-hari dan membiayai kebutuhan sekolah bagi anak-anak serta memiliki sedikit simpanan.

Akhirnya perjalanan yang menghemat biaya tetapi meng- habiskan tenaga bermuara di JT (Jogging Track) yang bersebelahan dengan Sungai Brantas, sebagai tempat anak muda Mojokerto menghabiskan waktu luangnya. Tempat mereka cangkrukan, ngopi,

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Mahendra Bayu Wardhana

SMA Taman Madya Jetis, Yogyakarta