Sleman PRINANDA, POTRET KETANGGUHAN GENERASI MUDA

SMAN 1 Sleman PRINANDA, POTRET KETANGGUHAN GENERASI MUDA

Siapa bilang remaja hanya bisa hura-hura? Siapa bilang remaja tidak bisa apa-apa? Siapa bilang remaja belum dapat mandiri? Semua kesangsian itu mampu dipatahkan oleh remaja bernama Prinanda Putra (17). Di usianya yang masih belia, dia menunjukkan kepada dunia bahwa ia mampu hidup mandiri. Dia juga dapat hidup tanpa hura-hura. Prinanda Putra—yang akrab dipanggil Nanda— saat ini masih duduk di bangku kelas XI Jurusan TO2 Otomotif Modern, SMKN 1 Seyegan, Sleman. Berbeda dengan anak-anak seusianya yang identik dengan kegiatan hura-hura, Nanda lebih banyak menghabiskan waktu luangnya dengan membengkel di depan rumahnya.

Dari membengkel, Nanda dapat sedikit mengumpulkan uang dari keringatnya sendiri. Sejak kedua orang tuanya meninggal lima tahun silam, mau tidak mau Nanda harus jadi tulang punggung dalam keluarganya. Nanda yang sejak lima tahun tinggal bertiga bersama nenek dan satu adiknya, dengan sukarela berusaha keras mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka. Dia menjalani usaha bengkelnya disela-sela waktu luang belajarnya.

“Biasanya buka setelah pulang sekolah sampai Maghrib,” tutur Nanda. Remaja satu ini menghadapi lika-liku hidupnya tidak de- ngan nggerundhel atau rasa berat, melainkan justru menikmatinya. Walau waktu bermain dengan teman-temannya berkurang, Nanda tidak merasa keberatan. Dia bisa memahami hidupnya dengan cara pandang yang lain. “Ya daripada main terus, mending di

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 • • Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Nanda mengaku bisa membengkel sejak duduk di bangku kelas 2 SD. Ayahnya memang sudah membuka usaha bengkel saat itu. Awalnya dia hanya memperhatikan ayahnya jika sedang memperbaiki kerusakan dari pelanggan. Nanda kecil belum semahir saat ini. Pada waktu itu Nanda baru bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil saja. Saat ini, Nanda yang beranjak dewasa sudah semakin mahir.

Nanda membuka bengkel dan memanfaatkan kemampuan- nya pertama kali saat dia duduk dibangku kelas VII SMP. Saat itu ibunya baru saja meninggal, dan sang ayah sedang menderita sakit. Nanda pun akhirnya memutuskan untuk meneruskan usaha bengkel ayahnya. Kemudian saat dia duduk di kelas VIII SMP, lagi-lagi cobaan hidup menerpanya. Ayahnya dipanggil Sang Mahakuasa.

Sejak hidup tanpa orang tua itulah Nanda menjadi sadar bahwa dia harus membiayai adiknya juga. Lewat usaha bengkelnya, dia dapat membiayai seluruh kebutuhan dirinya dan keluarga, meskipun serba pas-pasan. Semangat Nanda sangat jarang ditemui pada remaja seusianya. Karena begitu banyak remaja saat ini yang hanya bisa hura-hura tanpa mau tahu susahnya mencari uang.

Getirnya hidup, terampasnya waktu bermain, dan susahnya mencari uang, semua itu sudah dirasakan oleh Nanda bertahun- tahun ini. Akan tetapi, semua itu malah menjadikannya sebagai remaja yang penuh tanggung jawab dan sangat menghargai hidup. Pengalaman hidup yang syarat hikmah membuatnya lebih dewasa. Nanda tahu bagaimana susahnya mencari uang. Nanda tahu betapa berharganya uang. Nanda sangat mengerti bagaimana beratnya menjadi tulang punggung keluarga.

Walau waktu bermainnya hanya sedikit, bukan berarti Nanda tidak bergaul dengan teman sebayanya. Justru bengkel Nanda yang berada di rumahnya menjadi tempat “mangkal”

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

“Sulit!” Itulah jawaban Nanda setiap kali ditanya seputar pembagian waktu antara bersekolah dan membengkel. Ya, jawaban itu sangat mudah dimaklumi. Karena Nanda masih duduk di bangku SMK, otomatis dia dituntut harus bisa membagi waktu antara sekolah dan bengkel. Namun bukan Nanda kalau tidak bisa mengatasinya. Cobaan hidup yang berat saja dia bisa mengatasi, apalagi hanya urusan membagi waktu.

Nanda membuka bengkelnya sepulang sekolah, dan menutup- nya saat Maghrib tiba. Di malam hari dia berkumpul dengan teman- temannya untuk sejenak membuang penat. Lantas kapan waktu belajarnya? Nanda mengaku harus bangun dini hari untuk belajar. Layaknya remaja lainnya, rasa malas kadang hinggap dalam diri- nya. Namun, kemalasan itu sesegera mungkin diusirnya. Karena itulah, Nanda mau bersusah-susah untuk bangun dini hari demi belajar agar dirinya tetap mampu mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik.

Suka duka tentu tak pernah lepas dalam hidup manusia. Suka duka dalam bekerja pun pasti dirasakan oleh siapa saja yang sudah bekerja. Nanda pun begitu. Betapa banyak pengalaman suka maupun duka dalam kesehariannya. Apalagi Nanda merangkap dua profesi sekaligus, sebagai pelajar dan montir bengkel. Menurut Nanda, pengalaman suka dalam menjalankan bengkelnya adalah saat banyak “pasien” karena membuat pendapatannya juga bertambah. Selain itu, dia juga merasa bahagia karena dapat memiliki penghasilan sendiri dan bisa tahu susahnya mencari uang.

Semua yang ada di dunia itu berpasang-pasangan. Ada suka tentu ada duka. Jika Nanda memiliki beberapa pengalaman atau hikmah yang menggembirakan dalam usaha dan sekolahnya, tentu dia juga mempunyai pengalaman yang kurang diharapkannya.

• Antologi Feature Bengkel Sastra Indonesia 2010 •

Misalnya, kegiatan sekolah dan bengkel bertabrakan. Itu membuat- nya susah membagi waktu. Bahkan saat banyak “pasien,” sesung- guhnya dia menghadapi dilema. Di satu pihak merasa bahagia karena penghasilannya bertambah. Namun, di pihak lain, dia ku- rang suka sebab waktu untuk belajar berkurang. Nanda juga lalu kelelahan.

Kisah hidup Nanda menyajikan hikmah bagi siapa pun, ter- utama bagi remaja sebayanya. Dia mampu mengalahkan diri sen- diri dan memanfaatkan setiap waktu luang yang dimiliki untuk belajar dan bekerja, tanpa melupakan pentingnya bergaul secara sehat dan wajar. Siapa berani hidup seperti dia?***

• Pesona Alam dan Budaya Jogja •

Fauzan Permadi