Profil Desa Berdasarkan Stadianya
kerja per unit usaha mengalami peningkatan sampai stadia IV. Ini menunjukkan bahwa pada stadia IV industri-industri pertanian yang ada cenderung lebih
terkonsentrasi pada jenis-jenis industri pertanian tertentu dan skala usaha yang semakin besar.
Tabel 52 Persentase industri pertanian menurut stadia desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi
Kelompok industri Stadia Desa
Rata- Rata
I II
III IV
Pengolahan hasil pertanian untuk bahan makanan atau industri
18.01 37.93
39.46 4.60 100.00
Makanan jadi dari pengolahan hasil pertanian
7.92 24.05
26.17 41.87 100.00
Rata-Rata Persentase 10.64
27.79 29.75
31.82 100.00
Sumber : Sensus Ekonomi 2006
Industri Non-Pertanian
Terdapat berbagai jenis industri non-pertanian yang berkembang di desa- desa eks transmigrasi. Industri-industri tersebut adalah pengolahan tanah liat
seperti pembuatan genteng dan batu bata, barang-barang dari kayu, rotan, bambu dan sejenisnya seperti moulding dan komponen bahan bangunan, penggergajian
kayu, anyaman dari bambu, furnitur, industri barang-barang dari logam lainnya seperti cangkul, sabit, pisau, paranggolok, industri barang-barang dari semen,
kapur dan batu seperti genteng semen, tiang teras, patung, pot kembang, barang- barang dari logam siap pasang seperti teralis, pagar, industri percetakan seperti
percetakan undangan, sablon, spanduk, fotokopi. Dari berbagai kelompok industri ini, terdapat tiga kategori industri non-
pertanian dengan dominasi tertinggi di desa-desa eks transmigrasi yaitu industri pengolahan tanah liat, furnitur dan barang-barang dari kayu, rotan, bambu dan
sejenisnya. Ketiga kelompok industri ini pada dasarnya tidak hanya mencirikan industri non-pertanian yang berkembang di desa-desa eks transmigrasi, tetapi juga
daerah perdesaan pada umumnya. Hal ini disebabkan ketersediaan bahan baku untuk ketiga kategori industri ini yang relatif banyak tersedia di daerah perdesaan.
Dengan kata lain juga dapat dikemukakan bahwa pengembangan ketiga kelompok
industri non-pertanian ini dapat dijadikan dasar dalam pengembangan aktivitas industri non-pertanian di perdesaan.
Berdasarkan rata-rata unit usaha industri per desa, dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi stadia semakin banyak jumlah unit usaha di desa. Hal ini
terlihat pada semua jenis industri non-pertanian yang berkembang di desa eks transmigrasi.
Selanjutnya berdasarkan kecenderungan proporsi menurut stadia desa, penelitian ini membagi industri non-pertanian termasuk juga perdagangan dan
jasa lainnya yang dibahas pada bagian berikutnya atas tiga pola. Pola pertama adalah industri non-pertanianperdaganganjasa yang berkembang sampai stadia I
atau II dan selanjutnya menurun pada stadia III dan IV. Pola kedua adalah industri non-pertanianperdaganganjasa yang berkembang sampai stadia III dan menurun
pada stadia IV. Pola ketiga adalah industri non-pertanianperdaganganjasa yang berkembang sampai stadia IV.
Mengacu pada pengelompokan pola ini maka dapat dikemukakan bahwa untuk jenis usaha industri non-pertanian kecenderungan yang ada hanya pada pola
kedua dan ketiga. Pada pola kedua terdiri dari industri pengolahan tanah liat, barang-barang dari kayu, rotan, bambu dan sejenisnya, furnitur dan barang-barang
logam lainnya, sedangkan pola ketiga terdiri dari barang-barang dari semen, kapur dan batu, barang-barang logam siap pasang dan industri percetakan. Berdasarkan
produk yang dihasilkan pada kelompok industri tersebut, terlihat bergesernya kebutuhan masyarakat mengikuti peningkatan stadia. Pada stadia tinggi dengan
kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi, kebutuhan barang-barang sekunder dan tersier semakin meningkat seperti pagar dan teralis untuk memperindah
rumah, percetakan dan sablon. Sebaliknya pada stadia rendah dengan kesejahteraan masyarakat yang lebih rendah, kebutuhan primer masih dominan
seperti untuk membangun rumah yang membutuhkan batu bata dan genteng dari tanah liat, kunsen, kerangka kayu, cangkul, parang dan lainnya untuk alat
pertanian. Pergeseran kebutuhan ini mendorong tumbuhnya jenis industri yang
berbeda bersamaan dengan peningkatan stadia. Industri-industri yang
menghasilkan kebutuhan barang-barang sekunder dan tersier semakin meningkat pada stadia-stadia yang lebih tinggi.
Tabel 53 Unit, jenis usaha dan rata-rata tenaga kerja industri non-pertanian pada desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi
Uraian Stadia Desa
Rata- Rata
I II
III IV
Unit Usaha per Desa
Pengolahan Tanah Liat 1.33
2.65 6.02
7.43 3.74
Furnitur 1.07
1.61 3.43
6.30 2.53
Barang-barang dari Kayu, Rotan, Bambu 0.74
0.90 1.32
2.35 1.15
Barang-barang dari logam lainnya 0.44
0.49 0.82
1.35 0.67
Barang-Barang dari Semen,Kapur dan Batu 0.13
0.20 0.41
1.17 0.36
Barang-barang logam siap pasang 0.04
0.14 0.30
0.65 0.22
Percetakan 0.02
0.02 0.16
0.78 0.16
Industri Lainnya 0.39
0.16 0.11
0.48 0.26
Rata-Rata Unit Usaha 4.13
6.14 12.55
20.52 9.09
Jumlah Jenis Industri
26 26
32 35
56
Rata-Rata TK 1.88
2.41 2.57
3.33 2.68
Sumber : Sensus Ekonomi 2006
Tabel 54 Persentase industri non-pertanian menurut stadia desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi
Kelompok Industri Stadia Desa
Rata- Rata
I II
III IV
Pola 2
Barang-barang dari Kayu, Rotan, Bambu 20.20
23.23 29.29
27.27 100.00
Barang-barang dari logam lainnya 20.69
21.55 31.03
26.72 100.00
Furnitur 13.30
18.81 34.63
33.26 100.00
Pengolahan Tanah Liat 11.20
21.00 41.21
26.59 100.00
Pola 3
Barang-barang logam siap pasang 5.41
18.92 35.14
40.54 100.00
Barang-Barang dari Semen, Kapur, Batu 11.29
16.13 29.03
43.55 100.00
Percetakan 3.70
3.70 25.93
66.67 100.00
Rata-Rata Persentase 14.26
20.01 35.29
30.18 100.00
Sumber : Sensus Ekonomi 2006 Keterangan: tidak termasuk industri lainnya karena polanya tidak dapat diklasifikasi
Perdagangan
Berdasarkan rata-rata unit usaha perdagangan yang ada, terlihat bahwa dua jenis usaha perdagangan utama di desa-desa eks transmigrasi adalah perdagangan
makanan, minuman, tembakau dan hasil pertanian. Rata-rata unit usaha kedua jenis usaha perdagangan ini menunjukkan peningkatan bersamaan dengan
peningkatan stadia. Jenis-jenis usaha perdagangan lainnya meskipun dengan jumlah unit usaha yang relatif kecil juga menunjukkan peningkatan bersamaan
dengan peningkatan stadia. Selanjutnya berdasarkan kecenderungan proporsinya, terdapat tiga pola
kelompok jenis usaha perdagangan ini. Kelompok pertama adalah usaha perdagangan yang berkembang pada stadia I kemudian mengalami penurunan
pada stadia-stadia berikutnya. Kelompok kedua adalah jenis usaha perdagangan yang meningkat sampai stadia III dan menurun pada stadia IV. Kelompok ketiga
adalah unit usaha perdagangan yang terus mengalami peningkatan sampai stadia IV.
Kelompok pertama adalah perdagangan alat dan bahan pertanian. Kelompok kedua terdiri dari perdagangan makanan, minuman dan tembakau, hasil pertanian,
bahan bakar, alat rumah tangga dan bahan bangunan. Kelompok ketiga terdiri dari perdagangan tekstil, pakaian jadi, alas kaki dan keperluan pribadi lainnya, alat
transportasi dan suku cadang, alat elektronik dan listrik, alat tulis menulis dan hasil percetakan.
Sebagaimana halnya pada industri, pergeseran dominasi jenis usaha perdagangan yang terjadi berdasarkan stadia desa ini juga pada dasarnya
mencerminkan pergeseran dalam hal kebutuhan masyarakat dari kebutuhan- kebutuhan primer ke arah kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier. Hal ini
terlihat dari pergeseran dominasi jenis usaha dari perdagangan makanan, minuman, hasil pertanian serta alat dan bahan pertanian ke perdagangan pakaian,
alat transportasi, alat elektronik, alat tulis menulis dan hasil pencetakan. Dari ragam jenis perdagangan dan skala usaha terlihat juga mengalami peningkatan
bersamaan dengan peningkatan stadia.
Tabel 55 Unit, jenis usaha dan rata-rata tenaga kerja usaha perdagangan pada desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi
Uraian Stadia Desa
Rata- Rata
I II
III IV
Unit Usaha per Desa
Makanan,minuman dan tembakau 24.20
31.79 47.20
62.99 37.45
Hasil pertanian 4.60
8.86 14.46
19.94 10.44
Teksil, pakaian jadi, alas kaki dan keperluan pribadi lainnya
1.50 2.02
5.15 11.93
4.01 Bahan bakar
1.61 2.00
2.84 3.24
2.25 Bahan bangunan
0.48 0.68
1.79 4.52
1.43 Alat transportasi dan suku cadang
0.48 0.75
1.79 4.36
1.43 Alat rumah tangga
0.70 0.94
1.77 2.76
1.32 Alat dan bahan pertanian
0.81 0.58
0.90 1.36
0.83 Alat elektronik dan listrik
0.29 0.40
1.07 3.00
0.90 Alat tulis menulis dan hasil pencetakan
0.18 0.25
0.49 1.60
0.48 Perdagangan lainnya
0.53 0.30
0.74 2.32
0.76 Rata-Rata Unit Usaha
35.37 48.57
78.20 118.04
61.30
Jumlah Jenis Perdagangan
60 66
74 88
102
Rata-Rata TK
2.13 2.05
2.35 2.48
2.23 Sumber : Sensus Ekonomi 2006
Tabel 56 Persentase usaha perdagangan menurut stadia desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi
Kelompok Industri Stadia Desa
Rata- Rata
I II
III IV
Pola 1
Alat dan bahan pertanian 30.32
20.78 27.46
21.83 100.00
Pola 2
Makanan,minuman dan tembakau 20.29
25.17 32.24
22.49 100.00
Bahan bakar 22.48
26.33 32.31
19.27 100.00
Alat rumah tangga 16.53
21.16 34.24
27.97 100.00
Hasil pertanian 13.82
25.17 35.43
25.54 100.00
Pola 3
Teksil, pakaian jadi, alas kaki dan keperluan pribadi lainnya
11.74 14.90
32.81 39.75
100.00 Alat transportasi dan suku cadang
10.47 15.67
32.09 40.89
100.00 Bahan bangunan
10.47 14.10
32.09 42.39
100.00 Alat elektronik dan listrik
10.27 13.11
30.69 44.84
100.00 Alat tulis menulis dan hasil pencetakan
12.08 15.27
26.47 45.01
100.00
Rata-Rata Persentase Perdagangan 18.12
23.49 32.64
25.75 100.00
Sumber : Sensus Ekonomi 2006 Keterangan: tidak termasuk perdagangan lainnya karena polanya tidak dapat diklasifikasi
Jasa Lainnya
Berdasarkan rata-rata unit usaha jasa lainnya yang ada, terlihat bahwa dua jenis usaha jasa utama di desa-desa eks transmigrasi adalah penyediaan makanan-
minuman dalam bentuk kedaiwarungrestoran serta pemeliharaan dan reperasi sepeda motor dan mobil. Kedua kelompok usaha jasa ini bersamaan dengan jenis-
jenis usaha jasa lainnya cenderung meningkat bersamaan dengan peningkatan stadia.
Selanjutnya berdasarkan proporsinya, terdapat tiga kelompok pola jenis usaha jasa ini. Kelompok pertama adalah usaha jasa yang meningkat sampai
stadia II dan kemudian mengalami penurunan pada stadia III dan stadia IV. Kelompok kedua adalah jenis usaha perdagangan yang meningkat sampai stadia
III dan menurun pada stadia IV. Kelompok ketiga adalah unit usaha perdagangan yang terus mengalami peningkatan sampai stadia IV.
Kelompok pertama terdiri dari persewaan mesinperalatan pertanian dan angkutan umum. Penurunan persewaan mesinperalatan pertanian mulai pada
stadia III terkait dengan karakteristik komoditi tanaman utama pada masing- masing stadia. Persewaan mesin pertanian dalam hal ini terutama adalah mesin
perontok padi dan hal tersebut secara umum menjadi kebutuhan utama pada desa- desa stadia I dan II yang sebagian besar memiliki komoditi tanaman pangan –
padi. Lihat Tabel 61. Sedangkan penurunan jasa angkutan umum diduga karena semakin meningkatnya kesejahteraan menyebabkan meningkatnya kemampuan
masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Selanjutnya kelompok kedua adalah penyediaan akomodasi makanan pada warungrestoran makananminuman.
Kelompok ketiga terdiri dari pemeliharaanreparasi sepeda motormobil, penjahiran, kesehatan dan kebugaran, persewaan alat pesta, olahraga dan hiburan,
komunikasi dan telekomunikasi, perantara keuangan, salon kecantikan dan pangkas rambut, sewa perumahan dan penginapan.
Pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam dominasi usaha jasa ini pada dasarnya juga mencerminkan pergeseran kebutuhan masyarakat dari kebutuhan-
kebutuhan primer ke kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersier. Jasa pemeliharaan dan reparasi sepeda motor dan mobil, jasa penjahitan, jasa
kesehatan dan kebugaran, persewaan alat pesta, olahragamusik dan hiburan, jasa
komunikasi dan telekomunikasi, perantara keuangan salon kecantikan dan pangkas rambut serta sewa perumahan dan penginapan meningkat bersamaan
peningkatan stadia. Sebaliknya jasa angkutan umum mengalami peneningkatan sampai stadia II kemudian mengalami penurunan pada stadia III dan IV.
Penurunan jasa angkutan umum ini disebabkan semakin meningkatnya kesejahteraan masyarakat menyebabkan meningkatnya kepemilikan kendaraan
pribadi sehingga kebutuhan akan kendaraan umum mengalami penurunan. Hal yang sama terlihat pada jasa persewaaan mesin pertanian dan
peralatannya di mana sampai stadia II terjadi peningkatan tetapi pada stadia III dan IV menunjukkan penurunan. Dari ragam jenis usaha jasa dan rata-rata tenaga
kerja terlihat bahwa ragam jasa dan skala usaha mengalami peningkatan bersamaan dengan peningkatan stadia. Ini menunjukkan bahwa bersamaan dengan
peningkatan stadia, selain berkembangnya berbagai jenis usaha jasa, skala usaha dari jasa yang ada juga semakin lebih besar.
Tabel 57 Unit, jenis usaha dan rata-rata tenaga kerja usaha jasa lainnya pada desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi
Uraian Stadia Desa
Rata- Rata
I II
III IV
Unit Usaha per Desa
WarungRestoran Makanan Minuman 7.4
9.5 15.1
23.2 12.1
Pemeliharaanreparasi sepeda motor mobil 3.9
5.4 8.3
13.6 6.8
Angkutan Umum 4.0
5.8 4.7
6.8 5.0
Penjahitan 1.9
2.7 4.1
8.5 3.6
Kesehatan dan Kebugaran 0.9
1.3 2.0
3.8 1.7
Persewaan alat pesta, olahraga dan hiburan 0.7
1.0 2.3
3.6 1.6
Komunikasi dan telekomunikasi 0.4
0.7 1.6
2.6 1.1
Perantara Keuangan 0.5
0.8 1.3
2.3 1.1
Salon kecantikan dan pangkas rambut 0.4
0.5 1.2
2.2 0.9
Persewaan mesinperalatan pertanian 0.1
1.1 0.4
0.0 0.4
Sewa Perumahan dan Penginapan 0.1
0.1 0.5
1.0 0.4
Jasa Lain-Lain 2.0
0.9 3.5
3.3 2.2
Rata-Rata Unit Usaha 22.3
29.8 45.0
71.0 36.8
Jumlah Jenis Jasa Lainnya
59 63
74 78
105
Rata-Rata TK 2.42
3.06 3.27
3.79 3.39
Sumber : Sensus Ekonomi 2006
Tabel 58 Persentase usaha jasa lainnya menurut stadia desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi
Kelompok jasa Stadia Desa
Rata- Rata
I II
III IV
Pola 1
Angkutan Umum 25.40
34.25 24.24
18.26 100.00
Persewaan mesinperalatan pertanian 5.55
76.40 23.08
1.49 100.00
Pola 2
WarungRestoran MakananMinuman 19.17
23.23 31.87
25.71 100.00
Pola 3
Kesehatan dan Kebugaran 17.31
21.81 29.53
30.48 100.00
Perantara Keuangan 15.54
23.50 28.88
31.34 100.00
Pemeliharaanreparasi sepeda motor mobil 18.07
23.47 26.76
31.45 100.00
Penjahitan 16.09
21.94 29.17
31.50 100.00
Salon kecantikan dan pangkas rambut 13.75
17.55 33.32
33.45 100.00
Persewaan alat pesta, olahraga dan hiburan 12.82
19.13 30.26
36.46 100.00
Komunikasi dan telekomunikasi 11.17
19.51 31.29
36.47 100.00
Sewa Perumahan dan Penginapan 9.32
11.75 35.82
39.55 100.00
Rata-Rata Persentase Jasa 19.00
23.99 31.23
25.77 100.00
Sumber : Sensus Ekonomi 2006 Keterangan: tidak termasuk jasa lain-lain karena polanya tidak dapat diklasifikasi
6.5 Determinan Perkembangan Desa-Desa Eks Transmigrasi 6.5.1 Deskripsi Peubah
Lama penempatan transmigran usia desa sejak awal penempatan transmigran menunjukkan pola yang linear terhadap pencapaian stadia desa.
Lama penempatan terkait dengan proses penyesuaian transmigran terhadap kondisi lingkungan sekitarnya serta kemampuan untuk menemukan peluang untuk
peningkatan kesejahteraan. Tabel 59 memperlihatkan bahwa desa-desa transmigrasi baru mencapai
stadia III dan IV dalam kisaran 30 tahun setelah penempatan. Dikaitkan dengan kondisi stadia desa yang sebagian besar tertahan pada stadia I dan II Tabel 44
terlihat bahwa perkembangan desa-desa transmigrasi relatif lambat. Terdapat dua faktor yang diperkirakan menjadi penyebab lambatnya
perkembangan desa-desa transmigrasi ini. Pertama, kondisi lahan awal penempatan transmigrasi yang kurang mendukungtidak layak, menyebabkan
lambatnya desa-desa transmigrasi untuk mencapai stadia marketable surplus atau memenuhi kriteria desa definitif.
Data yang ada menunjukkan bahwa hanya 47,80 persen permukiman transmigrasi di Provinsi Jambi yang mampu menjadi desa definitif dalam kurun
waktu 5 – 6 tahun sesuai dengan target yang dicanangkan dalam pembangunan transmigrasi. Sebagian besar lainnya baru mampu mencapai desa definitif setelah
7 – 11 tahun. Kedua, tidak terdapatnya pembinaan lanjutan pada desa-desa eks transmigrasi setelah masa pembinaan. Desa-desa eks transmigrasi berkembang
secara sendirinya tanpa adanya intervensi yang terpola baik dari pemerintah maupun pihak swasta dalam mengarahkan perkembangan desa-desa tersebut.
Sebagaimana halnya dengan lama penempatan, jarak desa ke ibukota kabupaten sebagai pusat pertumbuhan kegiatan juga memiliki pola yang linear
dengan capaian stadia. Desa stadia tinggi memiliki jarak yang relatif dekat ibukota kabupaten dibandingkan desa stadia rendah.
Tabel 59 Distribusi desa eks transmigrasi berdasarkan aksesibilitas dan lama
penempatan
Uraian Stadia I
Stadia II Stadia III Stadia IV Rata-
rata Lama penempatan tahun
21.76 25.73
29.66 31.57
26.27 Rata-rata jarak desa ke
ibukota kabupaten km 103.74
69.37 53.66
45.09 72.90
Sumber: Diolah dari berbagai sumber
Kondisi infrastruktur jalan desa juga menunjang pencapaian stadia yang lebih tinggi. Hanya 1,56 persen desa permukaan jalan tanah yang mencapai stadia
IV, sebaliknya 13,11 persen desa permukaan jalan perkerasan dan 29,79 persen desa jalan aspal yang mampu mencapai stadia IV.
Tabel 60 Distribusi desa eks transmigrasi berdasarkan jenis permukaan jalan
Permukaan Jalan Stadia I
Stadia II Stadia III
Stadia IV Jumlah
Aspal 9
8 16
14 47
19.15 17.02
34.04 29.79
100.00 Perkerasan
15 19
19 8
61 24.59
31.15 31.15
13.11 100.00
Tanah 30
24 9
1 64
46.88 37.50
14.06 1.56
100.00 Jumlah
54 51
44 23
172 31.40
29.65 25.58
13.37 100.00
Sumber : PODES 2008.
Selanjutnya berdasarkan komoditi tanaman utama yang dikembangkan, terlihat bahwa komoditi perkebunan lebih memberikan kesejahteraan pada
transmigran dibandingkan komoditi tanaman pangan. Tidak terdapat desa-desa eks transmigrasi dengan komoditi tanaman pangan yang berada pada stadia IV,
sebaliknya terdapat 15,13 desa eks transmigrasi dengan komoditi tanaman perkebunan yang berada pada stadia tersebut. Desa eks transmigrasi komoditi
tanaman pangan yang mencapai stadia III juga hanya 20,00 persen sedangkan pada tanaman perkebunan mencapai 26,32 persen.
Dirinci lebih jauh untuk tanaman perkebunan, dapat dikemukakan bahwa stadia desa tanaman karet lebih baik dibandingkan tanaman kelapa sawit. Hal ini
disebabkan desa-desa eks transmigrasi perkebunan kelapa sawit relatif baru dari sisi lama penempatannya dibandingkan dengan desa-desa eks transmigrasi
perkebunan karet. Relatif rendahnya perkembangan desa-desa eks transmigrasi dengan
komoditi tanaman pangan pada dasarnya mendukung hasil penelitian yang ditemukan Haryati et al. 2006. Dalam penelitiannya di enam lokasi transmigrasi
yang telah berkembang menjadi pusat pertumbuhan, ditemukan bahwa khususnya pada kawasan transmigrasi yang dikembangkan dengan berbasis komoditas
tanaman pangan, pertumbuhannya relatif lambat dibandingkan kawasan yang berbasis komoditas perkebunan. Kawasan Pasir Pangarayan Provinsi Riau dan
kawasan Padang Jaya Provinsi Bengkulu, berkembang secara nyata justru ketiga di kawasan tersebut terdapat investasi perkebunan, utamanya perkebunan kelapa
sawit dan karet. Pada awalnya, kedua kawasan tersebut dikembangkan dengan komoditas tanaman pangan padi dan palawija.
Hal yang senada juga dikemukakan Subroto et al. 2005, diacu dalam Soegiharto 2008 yang disarikannya dari berbagai hasil penelitian menemukan di
kawasan transmigrasi Batumarta yang dibangun diantara Kota Baturaja dan Martapura Provinsi Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa Batumarta yang
awalnya dibangun dengan konsep usaha tanaman pangan di lahan kering tanpa irigasi yang kemudian dipadukan dengan pemeliharaan ternak sapi, pada
pelaksanaannya berubah. Ternyata usaha tanaman pangan tidak memberi hasil. Usaha pangan memerlukan banyak input dan tenaga kerja serta resiko
kegagalannya terlalu besar bagi keluarga transmigran. Demikian juga dengan memelihara sapi, yang memerlukan tenaga laki-laki anak laki-laki atau kepala
keluarga untuk mencari pakan dan memberi makan di kandang. Pembinaan yang cukup baik dari PTP X untuk pengusahaan perkebunan rakyat tanaman karet
memberikan hasil yang signfikan terhadap produksi karet. Akhirnya usaha pangan dan peternakan ditinggalkan, dan transmigran berfokus pada berkebun tanaman
karet yang lebih menjanjikan dalam hal pendapatan. Persoalan lain dalam produksi pertanian tanaman pangan ini adalah terkait
dengan pemasaran kelebihan hasil produksi. Pada saat panen raya, melimpahnya hasil produksi tanpa adanya dukungan industri pengolahan yang memadai
menyebabkan harga jual menjadi turun. Tabel 61 Distribusi desa eks transmigrasi berdasarkan komoditi tanaman utama
dan stadia desa
Komoditi Tanaman Stadia I
Stadia II Stadia III
Stadia IV Jumlah
Pangan 9
7 4
20 45.00
35.00 20.00
0.00 100.00
Perkebunan 45
44 40
23 152
29.61 28.95
26.32 15.13
100.00 Karet
7 13
15 11
46 15.22
28.26 32.61
23.91 100.00
Kelapa Sawit 38
31 25
12 106
35.85 29.25
23.58 11.32
100.00 Jumlah
54 51
44 23
172 31.40
29.65 25.58
13.37 100.00
Sumber : Disosnakertrans Pemprov Jambi 2010
Dari dominasi daerah asal menunjukkan bahwa desa dengan dominasi asal Jambi transmigran lokal relatif memiliki kinerja yang lebih rendah dibandingkan
desa dengan dominasi daerah asal Pulau Jawa. Desa-desa dengan dominasi daerah asal Jambi hanya mampu mencapai stadia III, dan sebagian besar 70,45 persen
tertahan pada stadia I. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan Safrial 2004 pada pada 6 desa dalam 3 kabupaten penerima proyek
transmigrasi Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi PIR-Trans dengan komoditas kelapa sawit di Provinsi Jambi. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa
transmigran lokal memiliki kondisi ekonomi yang lebih rendah dibandingkan
transmigran non-lokal. Hal tersebut terutama disebabkan oleh tingkat pendidikan, etos kerja dan kekosmopolitanan.
Selanjutnya jika dilihat secara terperinci pada daerah asal Pulau Jawa terlihat bahwa desa-desa dengan dominasi daerah asal Jawa Tengah cenderung
memiliki tingkat capaian stadia tinggi yang lebih baik sedangkan desa-desa dominasi daerah asal Jawa Barat cenderung memiliki kinerja yang relatif rendah.
22,34 persen desa dominasi asal Jawa Tengah berada pada Stadia IV sedangkan untuk untuk desa-desa dominasi daerah asal Jawa Barat hanya 5,00 persen.
Rendahnya kinerja transmigran asal Jawa Barat ini juga mendukung pernyataan Soewardi 2001 yang menyatakan bahwa karsa etos kerja orang
Sunda relatif lemah. Kelemahkarsaan orang Sunda sangat menonjol pada sifat cepat menyerah. Selain cepat menyerah, orang Sunda juga sering dikatakan
sebagai tidak disiplin, gampang melanggar aturan, cepat bosan dan cepat meninggalkan pekerjaan. Karena itu, kinerja orang Sunda di daerah transmigrasi
terbilang buruk. Tabel 62 Distribusi desa eks transmigrasi berdasarkan dominasi daerah asal dan
stadia desa
Daerah Asal Stadia I
Stadia II Stadia III
Stadia IV Jumlah
Jawa Tengah 17
23 33
21 94
18.09 24.47
35.11 22.34
100.00 Jawa Barat
3 11
5 1
20 15.00
55.00 25.00
5.00 100.00
Jawa Timur 3
7 3
1 14
21.43 50.00
21.43 7.14
100.00 Jambi
31 10
3 44
70.45 22.73
6.82 0.00
100.00 Jumlah
54 51
44 23
172 31.40
29.65 25.58
13.37 100.00
Sumber : Disosnakertrans Pemprov Jambi 2010