Transmigrasi Berdasarkan Daerah Asal dan Daerah Penempatan

Transmigrasi Umum Transmigrasi umum merupakan pola transmigrasi yang utama di Provinsi Jambi. Dari total lokasi permukiman transmigrasi yang sebanyak 208 UPT, 126 UPT 60,58 persen merupakan transmigrasi umum, dengan jumlah transmigran yang ditempatkan sebanyak 51.329 KK atau 61,65 persen dari total KK transmigran. Pola ini juga merupakan pola yang digunakan pada awal penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi dan masih berlangsung sampai saat ini tahun 2009. Dari segi lokasi, penempatan transmigrasi umum tanaman ini menyebar di seluruh kabupaten penempatan transmigrasi di Provinsi Jambi. Perkebunan Inti Rakyat PIR Pola PIR pertama kali dilaksanakan di Provinsi Jambi pada tahun 1982 dan berakhir pada tahun 2002. Jumlah UPT PIR sebanyak 65 UPT atau 31,10 persen dari total UPT di Provinsi Jambi dengan jumlah transmigran yang ditempatkan sebanyak 28.963 KK atau 34,77 persen dari total KK transmigran. Lokasi transmigrasi dengan pola ini menyebar pada enam kabupaten yaitu Kabupaten Batang Hari, Bungo, Muaro Jambi, Sarolangun, Tanjung Jabung Barat dan Tebo. Transmigrasi Pola Perkebunan Inti Rakyat PIR merupakan pengembangan pola perkebunan dengan program transmigrasi yang dikembangkan pemerintah. Perkebunan Inti Rakyat dibedakan dua macam yaitu: - PIR berbantuan luar negeri yang sering dinamakan NES Nucleus Estate and Smallholder Development Project , sebagian besar dananya diperoleh dari luar negeri. - PIR Swadana, yang seluruh dananya diperoleh dari dalam negeri. PIR swadana yang dikembangkan di sekitar kebun besar yang telah ada dengan mengikut sertakan penduduk setempatlokal disebut PIR Lokal, sedang apabila petani pesertanya sebagian besar 80 persen transmigran terutama transmigrasi swakarsa disebut PIR khusus. Terdapat empat pertimbangan yang melatarbelakangi diterapkannya pola PIR yaitu untuk meningkatkan produksi komoditas nonmigas, meningkatkan pendapatan petani, membantu pengembangan wilayah, dan menunjang keberhasilan program transmigrasi. Pola PIR adalah pola pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membantu dan membimbing perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerja sama yang saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan. Perusahaan Inti adalah perusahaan perkebunan besar, baik milik Swasta maupun milik Negara, lengkap dengan fasilitas pengolahannya yang dibangun dikembangkan dan dimiliki oleh perusahaan inti Wilayah Plasma adalah wilayah pemukiman dan usaha tani yang dikembangkan oleh petani peserta dalam rangka pelaksanakan proyek PIR yang meliputi pekarangan, perumahan, dan kebun plasma. Kebun Plasma adalah areal Wilayah Plasma yang dibangun oleh perusahaan inti dengan tanaman perkebunan. Peserta PIR-Trans sebagaimana disebutkan dalam Surat Keputusan SK Menteri Pertanian nomor 333KptsKB.51061986 adalah sebagai berikut: a. Transmigran ditetapkan oleh Menteri Transmigrasi b. Penduduk setempat, termasuk para petani yang tanahnya termasuk dalam proyek PIR-Trans ditetapkan oleh pemerintah daerah. c. Petani atau peladang berpindah dari kawasan hutan terdekat yang dikenakan untuk proyek ditetapkan oleh pemerintah daerah. Perusahaan inti berhak atas lahan perkebunan inti. Lahan tersebut merupakan tanah Hak Guna Usaha HGU untuk jangka waktu 35 tahun. Pada waktu akan berakhir dapat diperpanjang maksimal 25 tahun. Lahan kebun inti dimanfaatkan untuk kebun inti, emplasemen satuan bangunan, dan pabrik pengolahan. Biaya untuk pengembangan kebun inti, termasuk fasilitas pengolahannya menjadi tanggung jawab perusahaan inti. Petani peserta berhak atas lahan pekarangan, termasuk rumah seluas 0,5 ha dan lahan kebun plasma seluas 2 ha. Lahan pekarangan dapat dimanfaatkan untuk rumah dan pengusahaan tanaman pangan. Lahan pekarangan diserahkan apabila telah siap diolah dan rumah selesai dibangun di atasnya. Sementara lahan kebun diserahkan apabila tanaman yang diusahakan telah mencapai umur menghasilkan dan memenuhi standar fisik yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, serta petani peserta telah menandatangani kredit dari bank pemerintah. Lahan kebun plasma dan pekarangan merupakan hak milik petani peserta. Namun sertifikatnya disimpan di bank sebagai agunan. Untuk PIR-Trans kelapa sawit, pada tahap permulaan produksi yaitu pada tahun keempat, perbandingan antara luas kebun inti dengan kebun plasma dapat dimulai dengan 40:60. Dalam waktu selambat-lambatnya 10 tahun, secara bertahap perbandingan keduanya harus mencapai 20:80. Selanjutnya perusahaan inti memiliki kewajiban sebagai berikut: a. Membangun perkebunan inti, lengkap dengan fasilitas pengolahannya untuk menampung hasil perkebunan inti dan plasma. b. Melaksanakan pembangunan kebun plasma sesuai dengan petunjuk dan standar fisik yang telah ditetapkan Direktur Jenderal Perkebunan. c. Bertindak sebagai pelaksana penyiapan lahan pekarangan rumah petani peserta sesuai dengan petunjuk teknis dari Departemen Transmigrasi. d. Memberikan petunjuk teknis budi daya kepada petani peserta. e. Membeli seluruh hasil kebun plasma dengan harga beli yang layak sesuai pedoman yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian. f. Membantu proses pengembalian kredit petani peserta. Sedangkan kewajiban petani peserta PIR-Trans adalah: a. Mengganti biaya pembangunan kebun plasma. Untuk itu petani peserta mendapat kredit lunak jangka pangjang dari pemerintah. b. Mengusahakan kebun plasma sesuai dengan petunjuk teknis budi daya yang diberikan oleh perusahaan inti. c. Menjual seluruh hasil kebun plasma kepada perusahaan inti. TRANSBANGDEP Pelaksanaan pola TRANSBANGDEP di Provinsi Jambi hanya pada tahun 1991, 1992 dan 1994. Jumlah UPT TRANSBANGDEP sebanyak 10 UPT atau 4,81 persen dari total UPT di Provinsi Jambi dengan jumlah transmigran yang ditempatkan sebanyak 1.406 KK atau 1,69 persen dari total KK transmigran. Lokasi transmigrasi dengan pola ini berada di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Bungo, Merangin dan Tanjung Jabung Barat. TRANSBANGDEP, singkatan dari Transmigrasi Pengembangan Desa Potensial, merupakan upaya penataan dan pengembangan desa di daerah transmigrasi yang masih memiliki potensi sumber daya alam untuk dikembangkan. TRANSBANGDEP merupakan upaya untuk melakukan penyebaran penduduk di suatu daerah yang jumlah penduduk aslinya tidak begitu besar, tetapi memiliki sejumlah lahan yang potensial untuk dikembangkan. Program ini merupakan program penempatan transmigran berdasarkan kerja sama Departemen Transmigrasi dan Departemen Dalam Negeri. P4HDR Dalam penyelenggaraan transmigrasi mulai tahun anggaran 19951996 sampai dengan tahun anggaran 19981999, telah juga dilaksanakan penempatan para perambah hutan melalui Proyek Peningkatan Program Pemukiman Perambah Hutan melalui Dana Reboisasi P4HDR. Pelaksanaan pola P4HDR di Provinsi Jambi hanya dilaksanakan pada tahun 1995, 1996, 1997 dan 2000. Jumlah UPT TP4HDR sebanyak 4 UPT atau 1,92 persen dari total UPT di Provinsi Jambi dengan jumlah transmigran yang ditempatkan sebanyak 900 KK atau 1,08 persen dari total KK transmigran. Lokasi transmigrasi dengan pola ini berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Bungo 1 UPT dan Kabupaten Sarolangun 3 UPT. HTI-Trans Pembangunan Hutan Tanaman Industri Transmigrasi HTI Trans yang merupakan pengembangan HTI yang dipadukan dengan program transmigrasi mulai diperkenalkan pada Repelita V. Pelaksanaan Hutan Tanamanan Industri Transmigrasi HTI-Trans didasarkan pada Keputusan Bersama Menteri Transmigrasi dan Menteri Kehutanan Nomor SKB 81MEN1990 376KPTS- II1990 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Transmigrasi Hutan Tanaman Industri. HTI merupakan hutan tanaman yang dibangun sebagai satuan usaha pengelolaan hutan secara komersil, yang secara ekonomis dapat mandiri untuk menghasilkan bahan baku industri perkayuan, sedangkan HTI-Trans merupakan kerja sama antara swasta pemegang Hak Penguasahan Hutan HPH dengan transmigran sebagai pemasok tenaga kerja. Pola HTI-Trans ini dilaksanakan di Provinsi Jambi pada Tahun 1993, dan tidak terdapat keberlanjutan setelah itu. Hanya ada dua UPT dengan pola ini yang masing-masingnya satu unit berada di Kabupaten Sarolangun dan Tebo dengan jumlah transmigran yang ditempatkan sebanyak 600 KK atau 0,72 persen dari total KK transmigran. Trans-HTR Berdasarkan Peraturan Bersama Menakertrans dan Menhut Nomor Per. 23MENX2OO7 dan Nomor 52MENHUT-II20O7, pemerintah mengembangkan program Transmigrasi Hutan Tanaman Rakyat Trans-HTR. Program Trans-HTR adalah keterpaduan kegiatan dalam pelaksanaan program transmigrasi dengan pembangunan Hutan Tanaman Rakyat HTR yang dikembangkan Kementerian Kehutanan. Program HTR merupakan hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun perseorangan atau koperasi untuk meningkatkan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Berbeda dengan programgerakan menanam yang selama ini digalakkan dalam menghadapi isu pemanasan global, pada program Trans-HTR setiap transmigran tidak hanya sekedar menanam pohon, tetapi juga memeliharanya sehingga pohon tersebut bisa tumbuh besar dan bisa cepat dipanen. Pada tahap awal, telah dikembangkan program Trans-HTR pada dua Kota Terpadu Mandiri KTM. Salah satu KTM itu berada di Provinsi Jambi yaitu KTM Pauh-Mandiangin di Kabupaten Sarolangun, sedangkan satu KTM lagi berada di Padauloyo Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. Pada tahap awal ini, transmigran program Trans-HTR yang ditempatkan di Provinsi Jambi adalah sebagai 100 KK atau 0,12 persen dari total KK transmigran.

VI. KINERJA DESA-DESA EKS TRANSMIGRASI DI PROVINSI JAMBI

6.1 Komparasi Kinerja Desa-Desa Eks Transmigrasi dan Desa-Desa Non- Transmigrasi

Pada bagian ini akan dianalisis kinerja desa-desa eks transmigrasi dan perbandingannya dengan desa-desa non-transmigrasi desa penduduk setempat. Analisis kinerja didasarkan pada tiga kelompok indikator utama yaitu kesejahteraan penduduk, aktvitas pertanian dan aktivitas non-pertanian.

6.1.1 Kesejahteraan Penduduk

Analisis kelompok indikator kesejahteraan penduduk terbagi atas sub- kelompok kinerja kesehatan, pendidikan, keamanan dan pendapatan masyarakat. Kinerja Kesehatan Salah satu komponen pokok yang berkaitan langsung dengan kualitas sumber daya manusia sekaligus juga terkait dengan tingkat kesejahteraan adalah derajat kesehatan masyarakat. Masyarakat yang sehat akan memiliki kualitas sumber daya manusia yang lebih baik dan mampu hidup secara lebih produktif. Oleh karena itu, kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan selalu diupayakan peningkatannya melalui peningkatan kesehatan penduduk. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia WHO tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Dalam konteks penilaian terhadap kinerja kesehatan desa-desa eks transmigrasi ini menggunakan dua indikator kesehatan. Pertama, rasio kepala keluarga terhadap Pos Pelayanan Keluarga Berencana–Kesehatan Terpadu Posyandu dan yang kedua adalah rasio bidan per 1000 penduduk. Posyandu adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan. Posyandu merupakan