Perumusan Masalah Perkembangan desa-desa eks transmigrasi dan interaksi dengan wilayah sekitarnya serta kebijakan ke depan (kajian di Provinsi Jambi)

1. Mengembangkan pengukuran dan menganalisis stadia perkembangan desa-desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan desa- desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi 3. Menganalisis kondisi sosial ekonomi penduduk di desa-desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi 4. Menganalisis keterkaitan dan faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan desa-desa eks transmigrasi terhadap wilayah sekitarnya di Propinsi Jambi

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Pembelajaran dari perkembangan permukiman transmigrasi ini dapat dijadikan dasar untuk pembangunan perdesaan secara umum dan pengembangan kebijakan penyelenggaraan transmigrasi yang sesuai dengan tuntutan era otonomi daerah dan kebutuhan pengembangan wilayah perdesaan dan pembangunan daerah 2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya terutama yang terkait dengan pengembangan ketransmigrasian sebagai program pengembangan wilayah perdesaan dan pembangunan daerah.

1.5 Kebaruan Penelitian Terdapat tiga aspek kebaruan dalam penelitian ini. Pertama, dari sisi objek

analisis yang menggunakan desa-desa eks transmigrasi. Selama ini, kajian-kajian perkembangan permukiman transmigrasi umumnya hanya dilakukan terbatas pada permukiman transmigrasi pada masa pembinaan, sehingga belum terdapat informasi terstruktur dan mekanisme yang menggambarkan perkembangan pemukiman transmigrasi pasca pembinaan desa-desa eks transmigrasi. Hal ini berimplikasi pada kesulitan menilai keberhasilan pembangunan transmigrasi sebagai program pengembangan wilayah perdesaan dan pembangunan daerah dan secara umum hilangnya informasi yang berguna yang dapat dimanfaatkan dalam pembangunan perdesaan di Indonesia. Kedua, dari sisi konsep yang digunakan dalam pengukuran perkembangan desa. Konsep-konsep perkembangan desa yang pernah digunakan selama ini umumnya hanya melihat pada aspek kesejahteraan baik kesejahteraan ekonomi, sosial dan budaya tanpa melihat perubahan- perubahan aktivitas ekonomi yang terjadi bersamaan dengan perkembangan desa. Hal ini disebabkan cara pandang yang melihat desa hanya sebagai tempat pertanian. Dalam penelitian ini perkembangan desa tidak hanya dilihat dari peningkatan kesejahteraan semata, tetapi juga melihat perkembangan desa yang bergerak dari tahapan desa pertanian menjadi daerah perkotaan urbanisasi atau industrialisasi perkotaan. Oleh karenanya selain melihat perkembangan kesejahteraan juga melihat perkembangan berbagai aktivitas pertanian dan non- pertanian yang ada di desa. Ketiga, penelitian ini mencoba mengungkap aspek interaksi keterkaitan desa-desa eks transmigrasi dengan wilayah sekitarnya dalam rangka memberikan konsep pengembangan keterkaitan desa transmigrasi dengan wilayah sekitarnya. Melalui ketiga aspek tersebut, diharapkan dapat direkomendasikan pola baru dalam pembangunan transmigrasi ke depan sebagai program pembangunan perdesaan yang sesuai dengan era otonomi daerah yaitu penyelenggaraan transmigrasi yang tidak saja mampu secara secara efektif dan efisien mendorong perkembangan pemukiman transmigrasi itu sendiri, tetapi juga memiliki keterkaitan dengan wilayah sekitarnya sehingga mampu mendorong perkembangan wilayah desa-desa sekitarnya serta perkembangan ekonomi daerah. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 2.1.1 Pengertian dan Klasifikasi Wilayah Sampai saat ini belum terdapat kesepakatan di antara para pakar ekonomi, pembangunan, geografi maupun bidang lainnya mengenai terminologi wilayah region Alkadri 2001. Keragaman dalam mendefinisikan konsep “wilayah” terjadi karena perbedaan dalam permasalahan-permasalahan wilayah ataupun tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang dihadapi. Sebagai suatu sistem, Hilhorst 1971 mengidentifikasikan wilayah sebagai subsistem dari suatu sistem yang lebih besar. Dalam konteks geografi, secara ringkas Blair 1991 mendefinisikan wilayah sebagai bagian dari suatu area. Selanjutnya, Nugroho dan Dahuri 2004 mendefinisikan wilayah sebagai suatu area geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media lokasi berinteraksi. Sedangkan, Budiharsono 2001 mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal dalam dimensi ruang dan merupakan wadah bagi kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama. Terminologi wilayah sangat longgar, dan batasannya sangat tergantung pada tujuan analisis. Batasan suatu wilayah bisa hanya meliputi satu desa, suatu kecamatan, suatu kabupaten atau wilayah ekonomi yang melewati batas negara. Selanjutnya, Rustiadi et al. 2009 mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumber daya buatan infrastruktur, manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumber daya lainnya dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Dalam konteks keterkaitan secara fungsional ini, Saefulhakim et al. 2002 mengemukakan bahwa wilayah berasal dari bahasa Arab “wala-yuwali-wilayah” yang mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik