terhadap  teknologi  yang  dikenal  dengan  istilah  pengembangan  wilayah  berbasis teknologi Technology Based Regional Devepment Alkadri 2001
Keunggulan  daya  saing  suatu  wilayah  akan  tercipta  jika  wilayah  tersebut memiliki  kompetensi  inti  core  competence  yang  berbeda  dari  wilayah  lain.
Kompetensi ini dapat dibangun melalui proses kreatifitas dan inovasi. Kompetensi inti  merupakan  proses  pembelajaran  suatu  organisasi  terkait  dengan  kegiatan
mengkoordinasikan  dan  mengintegrasikan  berbagai  keahlian  dan  teknologi .
Dalam konteks pengembangan wilayah perdesaan, kompetensi inti terkait dengan upaya  koordinasi  dan  pengintegrasian  sumber  daya  di  bidang  pertanian,
kesehatan, perdagangan, peternakan, industri kecil, perikanan dan sebagainya. Boar 1993 menjelaskan empat atribut pengembangan kompetensi inti:
1. Kemampuan untuk memberikan akses pada variasi pasar yang lebih luas. 2. Kemampuan memberikan kontribusi secara signifikan terhadap pelanggan atas
manfaat yang diperoleh dari suatu produk, barang dan jasa yang ditawarkan. 3. Barang jasa yang ditawarkan oleh suatu wilayah sangat sulit untuk ditiru.
4.  Kompleksitas  dan  koordinasi  dari  beragam  teknologi  dan  keahlian  yang dimiliki oleh suatu wilayah
Selanjutnya,  dalam  pendekatan  penataan  ruang  wilayah,  terdapat  tiga konsep  pengembangan  wilayah  yang  dirinci  ke  dalam  wilayah  provinsi  dan
kabupaten, yaitu Bappenas 2006: 1.  Pusat  pertumbuhan.  Konsep  ini  menekankan  perlunya  melakukan  investasi
pada  suatu  wilayah  yang  memiliki  infrastruktur  yang  baik.  Hal  ini dimaksudkan  untuk  menghemat  investasi  prasarana  dasar  dengan  harapan
perkembangan  sektor  unggulan  dapat    mengembalikan  modal  dengan  cukup cepat.  Sementara  pengembangan  wilayah  di  sekitarnya  diharapkan  diperoleh
melalui proses tetesan ke bawah trickle down effect. Di Indonesia, konsep ini diimplementasikan  dalam  bentuk  kawasan  andalan.  Kawasan  andalan  adalah
kawasan  yang  telah  berkembang  atau  potensial  untuk  dikembangkan,  yang memiliki  keunggulan  geografis  dan  produk  unggulan  yang  dapat
menggerakkan  pertumbuhan  ekonomi  wilayah  sekitarnya  yang  mempunyai orientasi regional atau global, yang dicirikan  oleh adanya aglomerasi kegiatan
ekonomi dan sentra-sentra produksidistribusi, adanya potensi sumber daya dan
sektor  unggulan  yang  dapat  dikembangkan,  adanya  kecenderungan  konflik dalam  pemanfaatan  ruang  kawasan,  serta  telah  tersedianya  prasarana
penunjang.  Meskipun  istilah  kawasan  andalan  tidak  sepenuhnya  sama  dengan konsep  pusat  pertumbuhan  namun  penentuan  kawasan  andalan  dimaksudkan
sebagai  kawasan  yang  dapat  menggerakkan  perekonomian  daerah  sekitarnya melalui pengembangan sektor-sektor unggulan.
2.  Integrasi  Fungsional.  Konsep  ini  merupakan  suatu  alternatif  pendekatan  yang mengutamakan integrasi yang diciptakan secara sengaja di pusat pertumbuhan
karena  adanya  fungsi  yang  komplementer.  Konsep  ini  menempatkan  suatu wilayah  memiliki  hierarki.  Konsep  center–periphery  yang  diintegrasikan
secara fungsional agar terjadi ikatan  yang  kuat ke depan maupun ke belakang dari suatu proses produksi merupakan pengembangan dari konsep ini.
3.  Desentralisasi.  Pendekatan  ini  dimaksudkan  untuk  mencegah  tidak  terjadinya aliran keluar dari sumber daya modal dan sumber daya manusia.
Menurut  Anwar  2005  strategi  pengembangan  wilayah  juga  harus didasarkan  atas  prinsip  keterkaitan  antarwilayah.  Hal  tersebu  dapat  diwujudkan
dengan  mengembangkan  keterkaitan  fisik  antar  wilayah  dengan  membangun berbagai  infrastruktur  fisik  jaringan  transportasi  jalan,  pelabuhan,  jaringan
komunikasi yang disertai kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar wilayah-wilayah.
2.2  Interaksi antar Wilayah
Setiap  bagian  wilayah  mempunyai  faktor  endowment  yang  khas  dalam bentuk  sumber  daya  alam  maupun  sumber  daya  manusia.  Untuk  memenuhi
kebutuhan  hidup,  penduduk  dalam  wilayah  tersebut  sering  harus  memenuhinya dari  wilayah  lain.  Oleh  karenanya  penduduk  harus  melakukan  perjalanan  ke
wilayah lain sehingga membentuk struktur hubungan antarwilayah. Hubungan ini secara  ekonomi  dapat  digambarkan  sebagai  proses  permintaan  demand  dan
penawaran supply. Hubungan  antarwilayah  dapat  disebut  sebagai  keterkaitan  linkages
antarwilayah.  Hubungan  antarwilayah  tersebut  dapat  juga  diartikan  sebagai interaksi.  Secara  harfiah,  interaksi  dapat  diartikan  sebagai  hal  yang  saling
mempengaruhi. Rondinelli 1985 mengemukakan bahwa proses-proses  interaksi dibentuk oleh keterkaitan-keterkaitan  di antara permukiman.
Menurut  Rondinelli  1985  dalam  pembangunan  spasial,  jenis-jenis keterkaitan yang utama dapat dikelompokkan dalam tujuh tipe sebagai berikut:
Tabel 2 Keterkaitan utama dalam pembangunan spasial
No.  Tipe Elemen - elemen
1 Keterkaitan fisik
 Jaringan Jalan  Jaringan transportasi sungai dan air
 Jaringan kereta api  Ketergantungan ekologis
2 Keterkaitan ekonomi
 Pola-pola pasar  Arus bahan baku dan barang antara
 Keterkaitan produksi – backward, forward dan lateral
 Pola konsumsi dan belanja  Arus pendapatan
 Arus komoditi sektoral dan interregional “Cross- Linkages”
3 Keterkaitan pergerakan
penduduk  Migrasi temporer dan permanen
 Perjalanan kerja 4
Keterkaitan teknologi  Kebergantungan teknologi
 Sistem irigasi  Sistem telekomunikasi
5 Keterkaitan interaksi
sosial  Pola visiting
 Pola kinship  Kegiatan ritual dan keagamaan
 Interaksi kelompok sosial 6
Keterkaitan delivery pelayanan
 Arus dan jaringan energi  Jaringan kredit dan finansial
 Keterkaitan pendidikan, training, pengembangan  System delivery pelayanan kesehatan
 Pola pelayanan profesional, komersial,teknik  Sistem pelayanan transportasi
7 Keterkaitan politik,
administrasi dan organisasi
 Hubungan struktural  Arus budget pemerintah
 Kebergantunan organisasi  Pola otoritas-approval-supervisi
 Pola transaksi inter-yuridiksi  Rantai keputusan politik formal
Sumber: Rondinelli 1985
Dalam  konteks  yang  lebih  khusus,  Pradhan  2003  mengembangkan tipologi keterkaitan perkotaan-perdesaan sebagai berikut:
Tabel 3 Tipologi keterkaitan perkotaan - perdesaan
No.  Tipe Keterangan
1 Keterkaitan fisikspasial
  Pemukiman dengan berbagai ukuran   Jaringan jalan dan jaringan kereta api
  Kebertergantungan ekologi 2
Keterkaitan ekonomi   Pola-pola pasar
  Keterkaitan produksi   Arus bahan baku, barang-barang, kendaraan
dan modal   Pola belanja
3 Keterkaitan sosial-budaya
  Migrasi penduduk   Pola-pola kedatangan dan perjalanan bekerja
  Upacara ritual, kegiatan agama dan festival-
festival   Kelompok sosial, kegiatan-kegiatan dan
pola-pola kindhsip   Sewa menyewa lahan
4 Keterkaitan teknologi
  Sistem irigasi   Sistem telekomunikasi
  Arus energi dan jaringan 5
Keterkaitan finansial   Arus modal dan arus pendapatan
  Jaringan-jaringan kredit dan finansial 6
Keterkaitan politik   Arus kekuasaan dan otoritas
7 Keterkaitan administrasi dan
organisasi   Struktur dan organisasi inter-dependecies
saling kebergantungan   Arus anggaran belanja pemerintah
  Pola-pola wewenang-pengesahan- pengawasan
8 Keterkaitan service delivery
  Keterkaitan pendidikan, kursus dan tambahan
  Pola-pola sumber informasi dan penyebaran
Sumber: Pradhan 2003
Dari  gambaran  keterkaitan  yang  dikemukakan  Rondinelli  1985  dan Pradhan  2003,  pada  dasarnya  keterkaitan  antarwilayah  dapat  dikelompokkan
atas  empat  jenis  keterkaitan.  Keterkaitan  tersebut  terdiri  dari  keterkaitan  fisik, ekonomi, sosial dan kelembagaan, serta keterkaitan teknologi.
Dalam  konteks  pemenuhan  kebutuhan  dan  adanya  disparitas  antarwilayah, maka  akan  terjadi  hubungan  timbal  balik  antar  wilayah.  Fu  1981
menggambarkan  keterkaitan  antar  wilayah  sebagai  akibat  ketimpangan  dan kemiskinan. Menurut Fu, terdapat tiga hubungan dualistik dalam keterkaitan antar
wilayah, yaitu:
1.  Utara–Selatan,  menggambarkan  keterkaitan  antarwilayah  dalam  suatu  negara yang menggambarkan dua kutub
2. Perkotaan–Perdesaan, menggambarkan keterkaitan intra wilayah 3.  Formal–Informal, menggambarkan keterkaitan antarwilayah pada kegiatannya.
Ketiga  hubungan  dualistik  tersebut  dihubungkan  dan  diintegrasikan  dalam perilaku  yang  kompleks,  berbeda  antara  satu  negara  dengan  negara  lain  yang
tergantung  pada  faktor  dominan  dan  sejarah  masing-masing  negara.  Faktor dominan tersebut adalah: 1 Resource endowment: pertanian, mineral dan sumber
daya  alam  lainnya;  2  Karakteristik  demografi:  kepadatan  penduduk,  tingkat pertumbuhan dan urbanisasi; 3 Teknologi: tipe-tipe teknologi  yang diadopsi dan
pembangunan modal; dan 4 Development ideologi: ideologi dalam pembangunan negaranya.
Keterkaitan antarwilayah tidak dapat terjalin jika tidak didukung prasarana dan sarana penghubung antar kedua wilayah. Dukungan tersebut dapat merupakan
prasarana dan sarana transportasi maupun dalam bentuk lainnya. Keterkaitan  antarwilayah  dapat  menguntungkan,  merugikan  maupun  saling
mendukung salah satu maupun kedua wilayah yang berinteraksi tersebut. Douglas 1998 serta Harris dan Harris 1984 diacu dalam Pradhan 2003 mengemukakan
bahwa  apabila  keterkaitan  antarwilayah  saling  mendukung  atau  saling memperkuat  mutually  reinforcing atau generatif  atau disebut partisipatif,  maka
kedua  wilayah  tersebut  akan  mendapat  keuntungan  atau  manfaat  dengan  adanya hubungan  tersebut.  Tetapi  bila  keterkaitan  antarwilayah  lebih  berbentuk
eksploitatif  atau  parasitik,  maka  akan  terjadi  suatu  wilayah  yang  semakin  kaya dan semakin miskin.
2.3  Indikator PembangunanPerkembangan DaerahWilayah
Pada dasarnya, indikator adalah suatu alat ukur yang menunjukkan suatu isu atau kondisi. Tujuannya adalah menunjukkan seberapa jauh suatu sistem bekerja,
baik  sistem  kegiatanprogram  maupun  sistem  organisasi.  Indikator  dapat membantu memahami posisi pelaksanaan kegiatan atau organisasi berada, ke arah
mana berjalannya, dan seberapa jauh perjalanan ke arah yang dikehendaki. Dalam  konteks  pembangunan  secara  umum,  telah  dikembangkan  berbagai
indikator  kinerja  pembangunan.  United  Nations  Research  Institute  on  Social