Tujuan Penelitian Perkembangan desa-desa eks transmigrasi dan interaksi dengan wilayah sekitarnya serta kebijakan ke depan (kajian di Provinsi Jambi)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Wilayah 2.1.1 Pengertian dan Klasifikasi Wilayah Sampai saat ini belum terdapat kesepakatan di antara para pakar ekonomi, pembangunan, geografi maupun bidang lainnya mengenai terminologi wilayah region Alkadri 2001. Keragaman dalam mendefinisikan konsep “wilayah” terjadi karena perbedaan dalam permasalahan-permasalahan wilayah ataupun tujuan-tujuan pengembangan wilayah yang dihadapi. Sebagai suatu sistem, Hilhorst 1971 mengidentifikasikan wilayah sebagai subsistem dari suatu sistem yang lebih besar. Dalam konteks geografi, secara ringkas Blair 1991 mendefinisikan wilayah sebagai bagian dari suatu area. Selanjutnya, Nugroho dan Dahuri 2004 mendefinisikan wilayah sebagai suatu area geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media lokasi berinteraksi. Sedangkan, Budiharsono 2001 mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung secara internal dalam dimensi ruang dan merupakan wadah bagi kegiatan-kegiatan sosial ekonomi yang memiliki keterbatasan serta kesempatan ekonomi yang tidak sama. Terminologi wilayah sangat longgar, dan batasannya sangat tergantung pada tujuan analisis. Batasan suatu wilayah bisa hanya meliputi satu desa, suatu kecamatan, suatu kabupaten atau wilayah ekonomi yang melewati batas negara. Selanjutnya, Rustiadi et al. 2009 mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik tertentu di mana komponen-komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis. Komponen-komponen wilayah mencakup komponen biofisik alam, sumber daya buatan infrastruktur, manusia serta bentuk-bentuk kelembagaan. Dengan demikian istilah wilayah menekankan interaksi antar manusia dengan sumber daya lainnya dalam suatu batasan unit geografis tertentu. Dalam konteks keterkaitan secara fungsional ini, Saefulhakim et al. 2002 mengemukakan bahwa wilayah berasal dari bahasa Arab “wala-yuwali-wilayah” yang mengandung arti dasar “saling tolong menolong, saling berdekatan baik secara geometris maupun similarity”. Oleh karena itu, pewilayahan penyusunan wilayah adalah penggambaran delineation unit geografis berdasarkan kedekatan, kemiripan, atau intensitas hubungan fungsional antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Di Indonesia, perbedaan mendefinisikan wilayah terlihat dalam penggunaan terminologi kawasan dan daerah. Pengertian kawasan umumnya mempunyai batasan dan sistem berdasarkan aspek fungsional, sedangkan pengertian daerah umumnya mempunyai batasan atau sistem berdasarkan aspek administratif. Aspek fungsional dan administratif dari wilayah ini juga dijelaskan dalam Undang- Undanga Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang mendefinisikan wilayah sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait kepadanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Selanjutnya, sebagaimana halnya perbedaan dalam mendefinisikan wilayah, juga terdapat berbagai perbedaan dalam mengklasifikasikan wilayah. Johnston 1976, diacu dalam Rustiadi et al. 2009 membagi wilayah atas 1 wilayah formal, yaitu tempat-tempat yang memiliki kesamaan-kesamaan karakteristik; dan 2 wilayah fungsional atau nodal, yang merupakan konsep wilayah dengan menekankan kesamaan keterkaitan antarkomponen atau lokasitempat. Dalam konteks yang sama, Harmantyo 2007 mengemukakan bahwa wilayah formal sebagai wilayah obyektif yaitu wilayah sebagai tujuan, dan wilayah fungsional sebagai wilayah subjektif yaitu wilayah sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Haruo 2000 mengemukakan terdapat dua tipe dasar dalam pendeskripsian wilayah. Tipe pertama, biasanya digunakan oleh ahli geografi dan perencana wilayah, membagi wilayah secara saintifik melalui penggunaan sekumpulan kriteria yang terukur, misalnya atas dasar kandungan sumber daya mineral, aktivitas pertanian yang utama, kecenderungan kejadian bencana alam, dan lainnya. Tipe kedua, pembagian wilayah berdasarkan unit administrasi untuk tujuan perencanaan pembangunan. Hagget et al. 1977, diacu dalam Rustiadi et al. 2009 mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: 1 wilayah