Konsep Pembangunan Transmigrasi pada Era Otonomi

Keterangan: SP=Satuan Permukiman; PTB=Permukiman Transmigrasi Baru; PTA = Permukiman Transmigrasi yang Sudah Ada eks unit permukiman transmigrasi; PDS = Permukiman Desa Setempat; Sisipan = Transmigrasi sisipan ke PTA atau PDS = Desa utama atau Pusat kawasan antara SPPTB atau PTA Kota Terpadu Mandiri KTM Pembangunan WPT dan LPT dimaksudkan untuk mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan yang baru, yang berorientasi pada spatial economic growth. Untuk merealisasikan konsep pengembangan pusat pertumbuhan WPT dan LPT saat ini dapat dilaksanakan secara integratif dan diaplikasikan melalui pengembangan KTM di lokasi transmigrasi. KTM ini merupakan embrio pembangunan WPT dan LPT sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999. KTM adalah kawasan transmigrasi yang pembangunannya dirancang menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. KTM dibangun berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan wilayah yang dalam penerapannya diwujudkan dalam kerangka struktur tata ruang kawasan transmigrasi. Pembangunan KTM merupakan bagian atau hasil dari pengembangan WPT. Dari beberapa SKP yang ada dalam WPT, satu di antaranya ditentukan sebagai pusat pengembangan utama pada tingkat WPT dan kemudian dijadikan Pusat KTM Manuwiyoto 2008. Fungsi perkotaan menurut Tarigan 2005 sebagai berikut: 1. Pusat perdagangan, yang tingkatannya dapat dibedakan melayani masyarakat kota sendiri, melayani masyarakat kota dan daerah pinggiran daerah yang berbatasan, melayani beberapa kota kecil pusat kabupaten, melayani pusat provinsi atau pusat perdagangan antarpulau atau ekspor di provinsi tersebut dan pusat beberapa provinsi sekaligus. 2. Pusat pelayanan jasa, baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan. Jasa perorangan misalnya tukang pangkas rambut, salon ,tukang jahit, perbengkelan, reparasi alat elektronik, pengacara, dokter, notaris, atau warung kopi atau nasi. Jasa perusahaan misalnya perbankan, perhotelan, asuransi, pengangkutan pelayanan pos, tempat hiburan, dan jasa penyewaan peralatan. 3. Tersedianya prasarana perkotaan seperti sistem jalan kota yang baik, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, pelayanan sampah, sistem drainase, taman kota, dan pasar. 4. Pusat penyediaan fasilitas sosial seperti prasarana pendidikan Universitas, Akademi, SMA, SMP, SD termasuk berbagai macam kursus keterampilan, prasarana kesehatan, termasuk apotek, tempat ibadah, prasaran olahraga, dan prasarana sosial seperti gedung pertemuan. 5. Pusat pemerintahan, banyak kota yang merupakan lokasi pusat pemerintahan. Pusat pemerintahan turut mempercepat tumbuhnya suatu kota karena banyak masyarakat yang perlu datang ke tempat untuk urusan pemerintahan. 6. Pusat komunikasi dan pangkalan transportasi. 7. Lokasi permukiman yang tertata. Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan menurut besarannya dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, perkotaan sedang, perkotaan besar, metropolitan dan megapolitan. Kawasan perkotaan kecil adalah kawasan dengan jumlah penduduk yang dilayani 50.000-100.000 jiwa. Kawasan perkotaan sedang adalah kawasan dengan jumlah penduduk yang dilayani lebih dari 100.000 jiwa dan kurang dari 500.000 jiwa. Kawasan perkotaaan besar adalah dengan jumlah penduduk yang dilayani paling sedikit 500.000 jiwa. Kawasan metropolitan adalah kawasan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 jiwa. Selanjutnya kawasan megapolitan adalah dua atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dinyatakan fungsi kawasan perkotaan sebagai: 1. Kawasan perkotaan kecil, memiliki dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan perdagangan dengan jangkauan pelayanan kecamatan danatau antardesa. 2. Kawasan perkotaan sedang, memiliki dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa dan perdagangan dengan jangkauan pelayanan satu wilayah kabupaten danatau antarkabupaten. 3. Kawasan perkotaan besar, memiliki dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, dan industri dengan jangkauan pelayanan satu wilayah provinsi danatau antarprovinsi. 4. Kawasan Metropolitan, memiliki dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, industri, dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi danatau nasional. 5. Kawasan Megapolitan, memiliki dominasi fungsi kegiatan ekonomi berupa kegiatan jasa, perdagangan, industri, dengan jangkauan pelayanan regional antarnegara. Mengacu pada hal tersebut, khususnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dapat dikemukakan bahwa konsep KTM yang dirancang sebagai kawasan perkotaan relatif sulit untuk terpenuhi, terutama terkait kriteria jumlah penduduk minimal 50.000 jiwa yang dilayani. Oleh karenanya konsep kawasan perkotaan dalam pembangunan transmigrasi harus ditinjau ulang dalam kerangka pembangunan transmigrasi yang lebih terarah.

2.8 Pemukiman Kembali di Negara-Negara Lain

Migrasi adalah bentuk realokasi sumber daya modal manusia. Pada dasarnya, seperti sumber daya fisik, sumber daya modal manusia juga cenderung pindah dialokasikan pada daerah yang memberikan imbalan yang relatif tinggi. Migrasi adalah suatu mekanisme penyeimbang yang akan memindah modal manusia dari suatu tempat yang relatif kurang dimanfaatkan ke daerah yang relatif lebih dapat dimanfaatkan Ananta 1986. Dalam teori ekonomi dinyatakan bahwa mekanisme pasar merupakan suatu alat yang murah dalam mengalokasikan sumberdaya secara efisien. Mekanisme pasar akan dengan cepat menunjukkan di mana terdapat kelebihan permintaan atau penawaran. Namun demikian, ketika mekanisme pasar gagal berada pada arah yang benar, maka diperlukan campur tangan pemerintah agar mekanisme pasar memberikan hasil yang diinginkan. Dalam konteks alokasi sumber daya manusia, ketika migrasi berada pada arah yang tidak sesuai misalnya pindahnya penduduk dari desa ke kota sedangkan kota sudah memiliki penduduk yang terlalu padat atau pindahnya penduduk dari daerah yang jarang ke daerah yang padat penduduk, maka perlu campur tangan pemerintah untuk membuat migrasi berjalan di arah yang benar. Salah satu bentuk campur tangan tersebut adalah melalui transmigrasi atau yang dikenal secara umum sebagai bentuk pemukiman kembali penduduk. Pemukiman kembali adalah terjemahan kata resettlement. Settlement berarti a place where people have come to live and make their homes, especially where few or no people lived before . Sedangkan to resettle adalah to go and live in a new country or area . Kata lain yang berkaitan dengan resettlement di antaranya adalah relocation, movement, passage, exodus, immigration . Dengan demikian pemukiman kembali didefinisikan sebagai kegiatan memindahkan penduduk dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan menetap Soegiharto et al. 2005 Pemukiman kembali atau penyelenggaraan perpindahan penduduk tidak hanya ada di Indonesia. Di Asia di antaranya Malaysia, Srilanka, Filipina, Thailand, Vietnam. Di Amerika Latin di antaranya Peru, Bolivia, Paraguay dan Mexico. Di Afrika di antaranya Ghana, Kenya dan Nigeria. Setiap negara memiliki latar belakang dan sasaran-sasaran yang berbeda, namun pada dasarnya sama yang mencakup kepentingan-kepentingan politik, ekonomi, sosial, budaya dan hankam, bahkan pemantapan ideologi Yudohusodo 1997 Soegiharto dan Saidin 2005 melalui kajian permukiman kembali di beberapa negara menemukan beberapa persamaan dan perbedaan dalam hal tujuan program pemukiman kembali tersebut. Secara ringkas diberikan pada Tabel 10 berikut: Tabel 10 Komparasi tujuan program pemukiman kembali pada tujuh negara No Persamaan Negara 1 Demografi penyebaran penduduk, distribusi penduduk Thailand, Malaysia, Vietnam, Indonesia, Tunisia, Brazil 2 Sosial pengentasan kemiskinan, pengangguran, reformasi agraria Thailand, Malaysia, Vietnam, Indonesia, Tunisia, Brazil, Australia 3 Ekonomi pembangunan daerah, pengembangan areal pertanian Thailand, Malaysia, Vietnam, Indonesia, Tunisia, Brazil 4 Politik interaksi social budaya, geopolitik, integrasi politik Thailand, Malaysia, Vietnam, Indonesia, Tunisia, Brazil, Australia No Keunikan Program, Negara 1 Mengisi pembangunan pusat – pusat industri, jarak dekat Self Defence Villages, Thailand 2 Sosial Ekonomi, bukan cuma – cuma non charity FELDA, Malaysia 3 Lintas etnis, interaksi sosial budaya Zone Ekonomi Baru, Vietnam 4 Pembangunan infrastruktur dan pemukiman, skala kecil Namatjira, Australia 5 Ekonomi skala kecil Lembah Majerda, Tunisia 6 Pertahanan keamanan, reformasi agraria Incra Precidencia, Brazil Sumber: Soegiharto dan Saidin 2005 Selanjutnya dalam konteks model penyelenggaraannya, juga terdapat beberapa perbedaan dan persamaannya dengan program transmigrasi di Indonesia. Model penyelenggaraan tersebut mencakup seleksi lokasi, seleksi calon pemukim, serta pemilihan komoditas dan pembagian lahan.

2.8.1 Seleksi Lokasi

Pada umumnya, pemilihan wilayah didasarkan pada tujuan untuk mengurangi kepadatan penduduk. Namun terdapat variasi dalam hal pembagian wilayah-wilayah padat penduduk sebagai target daerah asal, dengan cakupan mulai dari provinsi hingga kecamatan. Terdapat juga pembagian wilayah berdasarkan pembagian wilayah bagian selatan dan utara, dataran tinggi dan dataran rendah, serta lainnya. Di Vietnam, pemindahan penduduk dilaksanakan dari Utara ke Selatan, dari kota ke desa, dan dari dataran rendah ke dataran tinggi, serta dari provinsi padat penduduk ke provinsi jarang penduduk. Di Malaysia, sasaran untuk pemerataan pendapatan antarwilayah lebih penting daripada pemerataan distribusi penduduk. Wilayah yang dipilih untuk menerima pemukim terdapat di enam negeri bagian, tiga di antaranya adalah pada negeri bagian dengan pendapatan rendah yang terdapat di pantai timur Kelantan, Pahang, dan Trengganu. Demikian pula dengan wilayah yang berada di bagian utara Kedah, yang merupakan wilayah berpenduduk jarang dibandingkan dengan negeri bagian yang ada di bagian barat semenanjung. Di negara-negara Amerika Latin, pada umumnya pemindahan penduduk merupakan pemukiman kembali penduduk dari wilayah dataran tinggi ke dataran rendah tropis, kecuali Peru di mana area gurun dipilih sebagai wilayah untuk kolonisasi pertanian.

2.8.2 Seleksi Calon Pemukim

Faktor-faktor umum yang menjadi perhatian dalam seleksi calon pemukim, adalah latar belakang pemukim, keterampilan, dan keuletan, yang diimplikasikan dalam kriteria pemilihan seperti umur, latar belakang keluarga, pengalaman di bidang pertanian, dan motivasi mengikuti program. Secara garis besar, kriteria seleksi ini dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, kriteria seleksi yang diaplikasikan pada kelompok penduduk yang paling tidak beruntung, misalnya penduduk miskin. Kedua, kriteria seleksi yang ditujukan pada sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan memiliki inisiatif. Kedua cara seleksi ini menunjukan orientasi dari program yang dilaksanakan, apakah dalam kerangka tujuan sosial atau tujuan ekonomi. Seleksi Untuk Tujuan Sosial Di beberapa negara, tujuan sosial mendominasi penyelengaraan program pemukiman kembali. Skema pemukiman kembali di negara-negara ASEAN pada umumnya memberi peluang kepada penduduk yang berusia lebih tua dibandingkan usia migran spontan. Dalam hal pendidikan, peserta program pemukiman kembali memiliki tingkat pendidikan yang sama dengan penduduk dari daerah asal dibandingkan dengan tingkat pendidikan kaum migran spontan. Peserta transmigrasi di Indonesia memiliki tingkat pendidikan yang paling rendah dibandingkan dengan mereka yang mengikuti program serupa di negara-negara ASEAN lainnya. Di Thailand dan Malaysia, yang tidak mengutamakan tujuan demografis, sebagian besar pemukiman kembali bersifat intraprovinsi. Dengan sistim ini, kesamaan latar belakang dapat mengurangi potensi konflik antara pemukim baru