Masa Reformasi atau Otonomi Daerah

64 Tabel 8 Lanjutan Peraturan Definisi Tujuan Jenis PERPRES No. 5 Tahun 1965 Sama dengan PP No.561958 dan PP No. 131959 Memperkuat pertahanan dan keamanan revolusi dan meningkatkan kegiatan pembangunan ekonomi terutama produksi pangan. Sama dengan PP No.561958 dan PP No. 131959 UU No. 3 Tahun 1972 PP No.421973 Pemindahan danatau kepin- dahan penduduk dari satu daerah untuk menetap ke daerah lain yang ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan Pembangunan Negara, karena bencana alam dan alasan- alasan lain yang dipandang perlu oleh Pemerintah Sasaran kebijaksanaan umum transmigrasi ditujukan kepada terlaksananya transmigrasi Swakarsa spontan yang teratur dalam jumlah yang sebesar-besarnya untuk mencapai : a. peningkatan taraf hidup; b. pembangunan daerah; c. keseimbangan penyebaran penduduk; d. pembangunan yang merata di seluruh Indonesia; e. pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia; f. kesatuan dan persatuan bangsa : g. memperkuat pertahanan dan keamanan nasional. -Transmigrasi Umum -Transmigrasi Swakarsa Spontan UU No. 15 Tahun 1997 Perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di Wilayah Pengembangan Transmigrasi atau Lokasi Permukiman Transmigrasi Penyelenggaraan transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya, peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah serta memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. -Transmigrasi Umum -Transmigrasi Swakarsa Berbantuan -Transmigrasi Swakarsa Mandiri UU No. 29 Tahun 2009 Perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan Pemerintah. Sama dengan UU No.151997. Sama dengan UU No.151997 Sumber: dirangkum dari berbagai peraturan perundang-undangan mengenai transmigrasi.

2.7 Konsep Pembangunan Transmigrasi

Pada dasarnya, konsep dan strategi pembangunan transmigrasi didasari oleh konsep pembangunan dengan pendekatan peubah kewilayahan. Konsep ini mengacu pada struktur wilayah pengembangan berdasarkan satuan wilayah ekonomi yang berasaskan distribusi simpul barang dan jasa Hadjisarosa 1988. Meskipun demikian terdapat perbedaan konsep pembangunan transmigrasi sebelum dan setelah era otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1972 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun1997 serta Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009. Secara diagramatis perbandingan konsep pembangunan transmigrasi sebelum dan setelah otonomi daerah diberikan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 Perbandingan konsep pembangunan transmigrasi sebelum dan setelah otonomi daerah Sebelum otonomi Setelah otonomi Padanan wilayah administrasi Satuan Permukiman SP maksimum 500 KK Permukiman Transmigrasi PT 300 – 500 KK Desa atau bagian desa Satuan Kawasan Permu- kiman SKP 5 – 7 SP Satuan Kawasan Pengembangan SKP 1800 – 2000 KK Kecamatan atau bagian kecamatan Wilayah Pengembangan Partial WPP 3 – 5 SKP  Wilayah Pengembangan Trans- migrasi WPT, minimal 9000 KK.  Bertujuan untuk membangun pusat pertumbuhan baru Kecamatan atau bagian kecamatan  Lokasi Permukiman Transmigrasi LPT Tidak ditentukan batasan minimal KK  Bertujuan untuk mendukung pusat pertumbuhan yang sudah ada Kecamatan atau bagian kecamatan Satuan Wilayah Pengembangan SWP beberapa WPP Kabupaten Sumber: UU No. 3 Tahun 1972 dan UU No. 151997 serta UU No. 292009

2.7.1 Konsep Pembangunan Transmigrasi Sebelum Era Otonomi

Pada masa sebelum otonomi, transmigrasi diselenggarakan sebagai pembangunan wilayah di daerah, oleh agen-agen pemerintah pusat Kanwil dan Kandep. Pelaksanaan transmigrasi diwujudkan dalam pembangunan unit-unit permukiman penduduk secara hierarkis, dari satuan yang terkecil berupa SP Satuan Pemukiman ke satuan yang lebih besar yaitu SKP Satuan Kawasan Permukiman dan WPP Wilayah Pengembangan Parsial, yang saling menopang dan terintegrasi dalam simpul-simpul pusat produksi hingga membentuk suatu pusat pertumbuhan ekonomi dan administrasi wilayah Priyono dan Fatimah 2010. Gambar 3 Konsep pembangunan transmigrasi sebelum otonomi daerah. Sumber: Modifikasi dari Priyono dan Fatimah 2010. Keterangan: SP= Satuan Permukiman; SKP=Satuan Kawasan Permukiman; WPP=Wilayah Pengembangan Parsial; SWP= Satuan Wilayah Pengembangan Pada SP ditempatkan transmigran dengan jumlah penduduk paling banyak 500 KK. Kumpulan beberapa SP 5–7 SP dinyatakan sebagai SKP. Pada SKP memungkinkan dilaksanakan perdagangan tingkat ritel, karena jumlah penduduk yang dilayani mencapai 1.500 KK. Kumpulan 3-5 SKP dinyatakan sebagai WPP dan salah satu SKP merupakan “kota” umumnya yang sudah berkembang serta mempunyai aksesibilitas tinggi, dan mempunyai orientasi sehingga mampu membentuk simpul jasa distribusi yang berfungsi sebagai pusat pengembangan pusat WPP. Pada WPP memungkinkan pelaksanaan perdagangan tingkat grosir, mengingat jumlah masyarakat yang dilayani sudah semakin banyak 5.000 KK – 100.000 KK. Jika lokasi pusat WPP berada pada lokasi yang menguntungkan, WPP WPP WPP SWP berarti cukup untuk berperan sebagai “simpul jasa distribusi” yang merupakan titik tumpu bagi tumbuh dan berkembangnya suatu kota Poernomosidhi 1981. Adanya peran simpul tersebut, akan melibatkan kegiatan perdagangan dan angkutan, yang dengan sendirinya akan mengikutsertakan banyak peluang kegiatan penunjang lainnya disertai dengan aglomerasi kegiatan. Konsentrasi kegiatan dan manusia dengan segala potensi dan konsekuensinya akan membentuk pola kehidupan kota. Sedangkan SWP Satuan Wilayah Pengembangan merupakan beberapa WPP dengan salah satu kota berfungsi sebagai pintu gerbang simpul jasa distribusi serta memiliki posisi yang potensial, yang berperan sebagai gerbang masuk dan keluarnya ekspor impor ke WPP-WPP yang ada di sekitarnya.

2.7.2 Konsep Pembangunan Transmigrasi pada Era Otonomi

Istilah-istilah pembangunan transmigasi pada era otonomi mencakup Permukiman Transmigrasi PT, Lokasi Pemukiman Transmigrasi LPT, Satuan Kawasan Pengembangan SKP dan Wilayah Pengembangan Transmigrasi WPT Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997; Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999; Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009. Selain itu, melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Kep. 214MENV2007 tentang Pedoman Umum Pembangunan dan Pengembangan Kota Terpadu Mandiri di Kawasan Transmigrasi, juga diperkenalkan konsep Kota Terpadu Mandiri KTM. Pembangunan transmigrasi pada era otonomi, dirumuskan secara fleksibel dalam bentuk WPT sebagai suatu wilayah luas, dan atau dalam bentuk LPT yang berskala kecil. Alternatif ini mengingat keragaman potensi sumber daya lahan yang cenderung semakin terbatas di beberapa wilayah, dan perbedaan kebutuhan pembangunan daerah Anharudin et al. 2008. Permukiman Transmigrasi PT PT adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran. Setiap PT mempunyai daya tampung 300 - 500 KK, yang dilengkapi sarana: 1 Warung atau koperasi; 2 Pasar; 3 Sekolah Dasar; 4 Balai pengobatan; 5 Balai desa; dan 6 Tempat ibadah. Satuan Kawasan Pengembangan SKP SKP adalah suatu kawasan yang terdiri atas beberapa PT yang salah satu di antaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa utama Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997. Perubahan berdasarkan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2009, SKP adalah satu kawasan yang terdiri atas beberapa PT yang salah satu di antaranya disiapkan menjadi desa utama atau pusat kawasan perkotaan baru. Setiap SKP terdiri dari beberapa PT, dan mempunyai daya tampung 1.800 sampai dengan 2.000 Kepala Keluarga, yang dilengkapi sarana: 1 Industri kecilindustri rumah tangga; 2 Pasar harian; 3 Pertokoan; 4 Pelayanan jasa perbankan; 5 Perbengkelan; 6 Pelayanan pos; 7 Pendidikan tingkat pertama; 8 Puskesmas pembantu; dan 9 Pelayanan pemerintahan Lokasi Permukiman Transmigrasi LPT LPT adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997. Perubahan berdasarkan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2009, LPT adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Selanjutnya, berdasarkan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2009, peruntukan kawasan sebagai rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Selain itu juga harus memenuhi syarat: a memiliki potensi untuk pengembangan usaha primer, sekunder, dan atau primer; b tersedia prasarana dan sarana permukiman; dan c tingkat kepadatan penduduk rendah. Tujuan pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah untuk mendukung percepatan pengembangan wilayah dan atau pusat pertumbuhan wilayah yang sedang berkembang. Selanjutnya pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi dapat dilaksanakan melalui: a Pembangunan satu SKP; b Pembangunan SP; dan c Pembangunan bagian dari permukiman yang sudah ada.