akan semakin meningkatkan probabilitas keluarga tersebut untuk berada pada kategori keluarga dengan proporsi tinggi dalam hal belanja di luar desa. Dengan
mengamati odds ratio dapat dikemukakan bahwa keluarga yang dengan pendapatan per kapita lebih tinggi satuan Rp 1000 memiliki probabilitas 1,001
kali untuk mencapai kategori keluarga dengan proporsi tinggi dalam hal belanja di luar desa dibandingkan keluarga dengan pendapatan per kapita lebih rendah.
Berdasarkan daerah asal kepala keluarga, tidak terdapat perbedaan peluang dalam berbelanja di luar desa antara keluarga dengan kepala keluarga yang
berasal dari Jawa Tengah X
8.D1
, Jawa Barat X
8.D2
, Jawa Timur X
8.D3
dan daerah lainnya X
8.D4
dibandingkan dengan kepala keluarga yang berasal dari Jambi referensi. Ini ditunjukkan oleh tidak signifikannya nilai koefisien pada
masing-masing peubah. Selanjutnya, estimasi parameter model memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan peluang berbelanja di luar desa antara desa stadia
rendah referensi dengan desa stadia tinggi X
9
Ini berarti perilaku keluarga dalam berbelanja di luar desa relatif sama antara desa-desa stadia tinggi dengan
stadia rendah.
VIII. STADIA PERKEMBANGAN DESA DAN POLA PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI KE DEPAN
8.1. Model Baru Stadia Perkembangan Desa: Pengembangan atas Hipotesis Rustiadi
Melalui sudut pandang demand side strategy, Rustiadi et al. 2009 mengemukakan stadia perkembangan desa khususnya pada stadia pengembangan
kawasan transmigrasi yang dirujuk dalam penelitian ini. Stadia-stadia tersebut adalah:
1. Stadia Sub-Subsisten. Pada tahap pertama ini transmigran masuk dalam stadia sub-subsisten selama satu tahun. Pemerintah memberikan subsidi untuk
kebutuhan hidup jadup dan produksi. Pada tahap ini pemerintah juga membangun berbagai fasilitas infrastruktur dasar dan pertanian.
2. Stadia Subsisten. Transmigran masuk dalam stadia subsisten dengan bermodal lahan pekarangan dan Lahan Usaha I. Pada tahap kedua ini, transmigran
diharapkan dapat berproduksi sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri subsisten.
3. Stadia Marketable Surplus. Dengan adanya peningkatan sistem produksi diharapkan transmigrasi akan memasuki stadia marketable surplus hasil
usaha tani telah melebihi kebutuhan keluarganya terutama setelah dapat diusahakannya Lahan Usaha II.
4. Stadia Industri Pertanian. Surplus hasil pertanian yang dicapai pada tahap ketiga memerlukan pengembangan industri pengolahan terutama untuk
memenuhi permintaan barang-barang olahan utama. Adanya industri hasil pertanian skala kecil meningkatkan permintaan hasil pertanian, sehingga tidak
perlu jauh-jauh menjual ke kota. 5. Stadia Industri Non-Pertanian. Peningkatan pendapatan transmigran yang
diperoleh dari tahap 4 akan meningkatkan konsumsi produk-produk pertanian. Hal ini akan mendorong tumbuhnya industri-industri non-pertanian skala
kecil. 6. Stadia Industrialisasi Perdesaan atau Urbanisasi Kota KecilMenengah. Pada
tahap ini, peningkatan pendapatan akan meningkatkan permintaan barang mewah. Oleh karenanya akan berkembang industri-industri umum.
Gambar 27 Model Awal hipotesis stadia perkembangan desa.
Sumber: Rustiadi et al. 2009
Merujuk pada stadia perkembangan desa tersebut, dan berdasarkan pengujian dan konfirmasi data, penelitian ini menemukan suatu pola baru stadia
perkembangan desa sebagai bentuk pengembangan hitotesis stadia perkembangan desa Rustiadi et al. 2009 tersebut. Pengembangan dilakukan terutama setelah
berada pada stadia marketable surplus asumsi dasar ketika permukiman transmigrasi telah lepas bina dan diserahkan ke pemerintah daerah.
Setelah stadia marketable surplus, desa eks transmigrasi masuk pada stadia awal industri primer. Stadia ini ditandai oleh mulai berkembangnya industri hulu
pertanian yaitu industri yang bersifat mengolah hasil pertanian untuk bahan makanan atau industri. Jenis industri pada kelompok ini antara lain penggilingan
padi dan penyosohan beras, industri penggilingan dan pembersihan padi-padian lainnya, pembuatan berbagai macam tepung dari padi-padianbiji-bijiankacang-
kacanganumbi-umbian, industri minyak mentah dari nabati dan hewani. Selain itu, pada stadia ini juga mulai berkembangnya industri-industri non pertanian
primer seperti industri pengolahan tanah liat, barang-barang dari kayu, rotan,
Stadia Industrialisasi Perdesaan
Urbanisasi Kota Kecil Menengah
Stadia Industri Non-Pertanian
Stadia Industri Pertanian
Stadia Marketable Surplus
Stadia Subsisten
Stadia Sub-Subsisten
bambu dan sejenisnya, furnitur dan barang-barang logam lainnya. Kedua kelompok industri ini merupakan industri-industri yang tumbuh karena didorong
kebutuhan-kebutuhan primer masyarakat. Selanjutnya, pada stadia awal industri primer, aktivitas perdagangan dan jasa masih bertumpu pada perdagangan dan
jasa yang ditujukan untuk alat dan bahan pertanian. Berkembangnya industri ini akan meningkatkan pendapatan masyarakat baik
sebagai akibat meningkatnya permintaan hasil pertanian untuk bahan industri maupun peluang kerja yang tercipta dengan adanya industri tersebut. Peningkatan
masyarakat akan semakin meningkatkan daya beli masyarakat, oleh karenanya industri hulu pertanian dan industri non-pertanian primer ini juga akan semakin
berkembang. Saat ini desa-desa masuk pada stadia lanjut industri primer. Pada stadia lanjut industri primer ini juga mulai berkembang aktivitas
perdagangan dan jasa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer penduduk . Berkembangnya aktivitas perdagangan dan jasa ini selain disebabkan oleh
berkembangnya industri juga menjadi faktor keberlanjutan perkembangan aktivitas industri itu sendiri.
Berlanjutnya peningkatan masyarakat akan meningkatkan permintaan barang-barang sekunder dan tersier. Ini menyebabkan tumbuhnya industri hilir
pertanian dan industri non-pertanian sekundertersier. Industri hilir pertanian adalah industri yang bersifat mengolah hasil pertanian untuk makanan jadi yang
antara lain pembuatan tempe dan tahu, pembuatan makanan dari kedele dan kacang-kacangan selain kecap, tempe dan tahu, pembuatan kerupuk, keripik dan
sejenisnya dari ubi dan pisang, pengasinanpemanisan buah-buahan dan sayur- sayuran seperti asinan buah-buahan dan selai pisang. Oleh karenanya pada tahap
ini desa-desa masuk pada stadia industri sekundertersier. Stadia ini juga menandakan masuknya desa-desa pada tahapan urbanisasi
kota kecilmenengah. Pada stadia ini, juga ditandai dengan berkembangnya aktivitas perdagangan dan jasa untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sekunder
dan tersier penduduk. Tahapan perkembangan desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi ini
mungkin bervariasi pada provinsi-provinsi daerah tujuan transmigrasi lainnya di Indonesia, sehingga diperlukan pengujian lebih lanjut untuk menjadikan model ini