meringkas peubah yang banyak menjadi sedikit peubah yang disebut faktor, tetapi masih memuat sebagian besar informasi yang terkandung dalam peubah
asli. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis faktor adalah:
1. Menguji peubah-peubah yang telah ditentukan. Prinsip pengujian adalah menentukan peubah-peubah yang dianggap layak
untuk dimasukkan dalam analisis selanjutnya. Kelayakan suatu peubah adalah jika peubah tersebut memiliki kecenderungan mengelompok dan membentuk sebuah
faktor. Hal ini dapat dilihat dari korelasi yang cukup tinggi peubah tersebut dengan peubah lainnya.
Untuk pengujian ini dilakukan dengan metode Bartlett test of sphericity, pengukuran MSA Measure of Sampling Adequacy serta pengukuran Keiser-
Meyer-Olkin KMO. Rumus Bartlett Test sebagai berikut:
6
5 2
1 ln
p n
R B
di mana:
R nilai determinan
n = jumlah data
p = jumlah peubah
Hasil uji Bartlett test merupakan hasil uji atas hipotesis: Ho: matriks korelasi = matrik identitas
Ha: matriks korelasi matriks identitas
Pengujian dengan membandingkan nilai Barlett test dengan nilai Tabel chi- square
. Kriteria pengujian: Tolak H jika nilai Bartlett test nilai Tabel chi-
square . Rumus MSA sebagai berikut:
1 1
2 2
1 2
j j
ij j
i j
j i
a r
ri MSA
di mana: r
= koefisien korelasi a
= koefisien korelasi parsial Kriteria pengujian untuk kelayakan suatu peubah adalah jika nilai MSA 0.5
Rumus KMO sebagai berikut:
2 1
2 1
1 2
ij j
j i
j j
j i
a r
ri KMO
Kriteria pengujian untuk kelayakan suatu peubah adalah jika nilai KMO 0.5 2. Proses Factoring dan Rotasi
Proses factoring bertujuan untuk mengesktrak satu atau lebih faktor dari peubah-peubah yang telah lolos uji pada uji peubah sebelumnya. Dalam
konteks proses factoring ini, akan digunakan metode Analisis Komponen Utama Principal Components Analysis=PCA.
Analisis komponen utama merupakan analisis data yang dilakukan dengan tujuan untuk menyederhanakan peubah yang diamati dengan
menyusutkan atau mereduksi dimensinya. Reduksi dimensi dilakukan dengan menghilangkan korelasi antarpeubah melalui transformasi peubah-peubah
asal ke peubah-peubah baru yang tidak saling berkorelasi. Peubah baru y disebut sebagai komponen utama yang merupakan hasil transformasi dari
peubah asal x. Komponen utama adalah kombinasi linear terbobot peubah asal yang dapat menerangkan keragaman data dalam proporsi tertentu.
Setelah satu atau lebih dari faktor terbentuk, dengan sebuah faktor berisi sejumlah peubah, kemungkinan sebuah peubah diragukan apakah layak atau
tidak untuk dimasukkan dalam faktor yang terbentuk. Untuk mengatasi tersebut maka pada tahap selanjutnya dilakukan proses rotasi. Proses rotasi
bertujuan untuk memperjelas posisi sebuah peubah dalam suatu faktor. Dalam penelitian ini, proses rotasi yang digunakan adalah metode
Obligue Rotation . Pemilihan metode ini didasarkan pertimbangan untuk
mendapatkan faktor yang sesuai dengan teori atau dengan kriteriasub-kriteria indikator yang telah dikemukakan sebelumnya.
Pemilihan Surrogate Variable Analisis faktor yang dilakukan pada tahapan sebelumnya, pada dasarnya
dapat digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. Sebagai analisis antara, analisis faktor bermanfaat untuk menghilangkan multikolinearitas atau
untuk mereduksi peubah yang berukuran besar ke dalam peubah baru yang
berukuran sederhana. Untuk analisis akhir, analisis faktor digunakan untuk mengelompokkan peubah-peubah penting dari suatu bundel peubah besar untuk
menduga suatu fenomena, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antarpeubah. Dalam konteks penelitian ini, analisis faktor dijadikan sebagai
analisis antara. Dengan kata lain, hasil dari reduksi peubah tersebut akan digunakan untuk analisis lebih lanjut.
Pada tahap analisis faktor sebelumnya akan menghasilkan factor loading. Factor loading
merupakan bobot masing-masing peubah pada suatu faktor. Semakin tinggi bobot suatu peubah maka semakin tinggi kemampuan peubah
tersebut mewakili faktor yang terbentuk. Untuk analisis lebih lanjut, dilakukan pemilihan surrogate variable atau
peubah pengganti dari faktor yang terbentuk. Surrogate variable atau peubah pengganti ini adalah peubah asli.
Pemilihan surrogate variable didasarkan pada faktor peubah dengan factor loading
tertinggi pada faktor bersangkutan. Dengan demikian, pada tahap analisis selanjutnya, digunakan peubah dengan nilai asli bukan dalam skor faktor, tetapi
dengan jumlah peubah yang lebih sedikit. Penyeragaman Dimensi
Peubah yang digunakan dalam hal ini surrogate variable hasil analisis sebelumnya, adalah peubah-peubah dengan dimensi pengukuran yang berbeda.
Oleh karenanya pada tahap selanjutnya dilakukan penyeragaman dimensi pengukuran pada surrogate variable.
Metode yang digunakan dalam penyeragaman dimensi ini adalah Min-Max Method
, dengan rumus sebagai berikut:
min max
min
Xi Xi
Xi X
IX
i i
Di mana:
IX
i
= peubah X untuk desa i yang telah dinormalisasi X
i
= nilai peubah untuk desa i X
min
= nilai terendah dari peubah X X
max
= nilai tertinggi dari peubah X
Pembobotan dan Agregasi Setelah penyeragaman dimensi dan mendapatkan peubah dalam ukuran
yang sama, selanjutnya dilakukan pembobotan. Pembobotan dilakukan dalam rangka mendapatkan besaran proporsi untuk masing-masing peubah dalam
penetapan indikator komposit. Pembobotan masing-masing peubah dengan membagi Explained Variance
dari factor loading masing-masing faktor peubah dengan Total Explained Variance
, dengan rumus:
var var
F F
W
x X
Di mana: W
X
= bobot peubah X F
xvar
= Explained Variance Factor Loading X ΣF
var
= Total Explained Variance Factor Loading Selanjutnya untuk mendapatkan indeks komposit dilakukan agregasi dengan
menggunakan metode linear agregation aditif dengan menggunakan rumus:
i i
Ix Wx
CI
.
Di mana: CI
i
= indeks komposit desa i W
x
= bobot peubah indikator X Ix
i
= peubah X untuk desa i yang telah dinormalisasi Klasterisasi Desa
Setelah mendapatkan nilai indeks komposit untuk masing-masing desa dari tahapan sebelumnya, selanjutnya dilakukan diseminasi dalam kerangka
mengelompokkan desa atas stadia perkembangannya. Perkembangan desa dikelompokkan atas empat hierarki. Pengelompokan atas empat stadia ini
menggunakan asumsi yang didasarkan hipotesis stadia pengembangan kawasan transmigrasi yang dikemukan Rustiadi 2009, khususnya pada stadia setelah
masa pembinaan pemukiman transmigrasi. Pengelompokkan pada empat stadia menggunakan metode K-Mean Cluster.
Analisis Diskriminan Stadia Untuk menentukan peubah yang membedakan kategori stadia serta untuk
mengevaluasi keakuratan klasifikasi dari klaster yang terbentuk pada proses sebelumnya, dilakukan analisis diskriminan. Peubah yang digunakan adalah
peubah-peubah yang lolos uji pada tahapan analisis faktor sebelumnya.
4.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Desa-Desa Eks Transmigrasi
Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan desa- desa eks transmigrasi, peubah tak bebas dependent variable yang digunakan
adalah pengkategorian stadia perkembangan desa eks transmigrasi yang diperoleh dari tahapan sebelumnya. Selanjutnya, peubah bebas independent variable yang
digunakan terdiri dari dua kelompok peubah yaitu peubah-peubah yang berasal dari model penyelenggaraan transmigrasi khususnya dalam kelompok seleksi
lokasi, komoditas tanaman utama dan seleksi calon transmigrasi dan peubah- peubah yang berasal dari kinerja wilayah kabupaten.
Mengingat stadia perkembangan dikategorikan atas empat kategori yang berjenjang ordinal, maka model yang digunakan adalah model regresi ordinal
logit . McCullagh dan Nelder 1992 mengemukakan, model ordinal logit adalah
model regresi logistik dengan peubah tak bebas dalam bentuk peubah ordinalkategori dengan tiga atau lebih tingkatan berurutnya.
Model determinan perkembangan desa eks transmigrasi sebagai berikut:
e X
X X
X X
X X
X X
X X
D D
D D
D D
D D
D D
D D
D D
j
7 7
6 6
3 .
5 3
. 5
2 .
5 2
. 5
1 .
5 1
. 5
4 4
2 .
3 2
. 3
1 .
3 1
. 3
2 .
2 2
. 2
1 .
2 1
. 2
1 1
ln
di mana: j
= stadia perkembangan permukiman transmigrasi j
1
0 = stadia IV; 1 = stadia I j
2
0 = stadia IV; 1 = stadia II j
3
0 = stadia IV; 1 = stadia III Θ
j
= probabilitas skor ≤ j1 – probabilitas skor ≤ j
α = konstanta persamaan; β
1
…β
7
= koefisien peubah dalam model e
= error term X
1
= Jarak desa dari ibukota kabupaten
X
2
= Permukaan jalan antar desa terluas X
2.D1
0 = Aspal; 1 = Tanah X
2.D2
0 = Aspal; 1 = Perkerasan X
3
= Komoditi asal tanaman utama transmigran X
3.D1
0 = Karet; 1 = Pangan X
3.D2
0 = Karet; 1 = Kelapa Sawit X
4
= Rata-rata lama penempatan transmigran di desa tersebut dalam tahun X
5
= Dominasi daerah asal transmigran lebih dari 50 persen penempatan X
5.D1
0 = Jambi; 1 = Jawa Tengah X
5.D2
0 = Jambi; 1 = Jawa Barat X
5.D3
0 = Jambi; 1 = Jawa Timur X
6
= Rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten penempatan transmigrasi 10 tahun terakhir
X
7
= Rasio perusahaanusaha menengahbesar per 1000 penduduk pada kabupaten penempatan transmigrasi
1
,
2.D1
,
2.D2
,
3.D1
,
3.D2
0;
5.D1
,
5.D2
,
5.D3
0;
4
,
6
,
7
Pendugaan koefisien model menggunakan metode Generalized Linear Model
GLM. Sedangkan pengujian model secara keseluruhan menggunakan likelihood ratio
, yaitu rasio fungsi kemungkinan model
UR
lengkap terhadap fungsi kemungkinan model
R
H
o
benar, dengan statistik uji G, dan pengujian secara parsial masing-masing koefisien menggunakan statistik uji Wald Juanda 2009.
4.4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk di Desa-Desa Eks Transmigrasi
Untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi penduduk di desa-desa eks transmigrasi dilakukan analisis pada data keluarga sampel. Kondisi sosial
ekonomi mencakup pada karakteristik kepala keluarga, struktur dan kegiatan anggota keluarga, karakteristik tempat tinggal, kepemilikan keluarga terhadap
lahan pertanian dan pendapatan keluarga. Analisis dilakukan secara deskriptif dengan membandingkan kondisi pada masing-masing desa.
Untuk kepentingan tersebut dilakukan survai dengan mengambil sampel pada tingkat rumah tangga. Lokasi yang dipilih enam desa eks transmigrasi.
Masing-masingnya dua desa satu desa stadia tertinggi dan satu desa stadia
terendah dari hasil analisis sebelumnya pada desa eks transmigrasi berbasis tanaman pangan, berbasis perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet.
Pada masing-masing desa ditetapkan sampel keluarga sebesar 5 persen dari total populasi keluarga. Pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana
dengan sampling frame berupa data KK yang ada pada kantor desa.
4.4.4 Interaksi Antarwilayah
Untuk memenuhi kebutuhan hidup, penduduk dalam suatu wilayah sering harus memenuhinya dari wilayah lain. Oleh karenanya penduduk harus
melakukan perjalanan ke wilayah lain sehingga membentuk struktur hubungan antarwilayah. Hubungan ini secara ekonomi dapat digambarkan sebagai proses
permintaan demand dan penawaran supply. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Douglas 1998, salah satu bentuk keterkaitan antar wilayah adalah
perjalanan penduduk baik untuk bekerja, bersekolah, belanja, berkunjung ataupun menjual barang dan jasa.
Hubungan antarwilayah dapat disebut sebagai keterkaitan antarwilayah. Hubungan antarwilayah tersebut dapat juga diartikan sebagai interaksi. Proses-
proses interaksi dibentuk oleh keterkaitan-keterkaitan di antara permukiman. Secara umum, penelitian ini menganalisis pergerakan penduduk dari desa-
desa eks transmigrasi desa sampel untuk berbagai aktivitas sosial ekonomi yang mencakup aktivitas bekerja, belanja, penjualan produk, keuangan, pendidikan,
kesehatan rekreasi dan agama. Pergerakan penduduk untuk berbagai aktivitas sosial ekonomi tersebut akan dianalisis secara deskriptif berdasarkan pergerakan
penduduk pada desa sampel. Khusus pergerakan penduduk untuk aktivitas bekerja dan belanja dilakukan
pemodelan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pemilihan dua kelompok perjalanan untuk aktivitas ini selain karena pertimbangan tingkat
rutinitasnya, juga dengan pertimbangan bahwa perjalanan untuk kedua kelompok aktivitas ini terkait langsung dengan aspek demand-supply yang menjadi dasar
interaksi antarwilayah.. Model pergerakan penduduk untuk bekerja
Model perjalanan untuk kegiatan bekerja ini menggunakan data pada tingkat individu baik kepala keluarga maupun anggota keluarga istri dan anak yang
bekerja, baik pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Peubah tak bebas yang digunakan adalah lokasi bekerja antara desa dan luar desa sedangkan peubah
bebasnya adalah karakteristik individu, keluarga dan stadia desa. Mengingat peubah tak bebas terdiri dari dua kategori, maka model yang
digunakan adalah model regresi binary logit. Model tersebut diberikan sebagai berikut:
e X
X X
X X
X X
X X
X X
x g
D D
D D
D D
D D
D D
D D
ki
7 7
6 6
4 .
5 4
. 5
3 .
5 3
. 5
2 .
5 2
. 5
1 .
5 1
. 5
4 4
. 3
3 2
. 2
2 .
2 1
. 2
1 .
2 1
1
di mana: gx
ki
= peluang lokasi bekerja 0 = di desa; 1 = di luar desa X
1
= Umur dalam tahun X
2
= Jenjang pendidikan formal X
2.D1
0 = SD ke bawah; 1 = SLTP X
2.D2
0 = SD ke bawah; 1 = SLTA ke atas X
3
= Status Pekerjaan 0 = pekerjaan utama; 1 = pekerjaan sampingan X
4
= Status dalam keluarga 0 = kepala keluarga; 1 = anggota keluarga X
5
= Daerah asal X
5.D1
0 = Jambi; 1 = Jawa Tengah X
5.D2
0 = Jambi; 1 = Jawa Barat X
5.D3
0 = Jambi; 1 = Jawa Timur X
5.D4
0 = Jambi; 1 = Lainnya X
6
= Luas lahan perkapita dalam keluarga hajiwa X
7
= Stadia Desa 0 = Rendah 1 = Tinggi
1
,
4
,
6
,
7
0;
5.D1
,
5.D2
,
5.D3
0;
2.D1
,
2.D2,
3
,
4
Model pergerakan penduduk untuk belanja Pemodelan perjalanan untuk kegiatan belanja menggunakan data pada
tingkat keluarga mengingat kegiatan belanja umumnya dilakukan bersama-sama antara kepala keluarga dan anggota keluarga. Peubah tak bebas dalam hal ini
adalah proporsi jenis belanja di luar desa terhadap total jenis belanja keluarga yang dikategorikan atas proporsi rendah dan proporsi tinggi. Kategori rendah atau
tinggi dikelompokkan dengan menggunakan K-Mean Cluster. Peubah bebas yang digunakan adalah karakteristik individu, keluarga dan stadia desa.
Mengingat peubah tak bebas terdiri dari dua kategori, maka model yang digunakan adalah model regresi binary logit. Model tersebut diberikan sebagai
berikut:
e X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
X X
x g
D D
D D
D D
D D
D D
D D
D D
D D
D D
D D
mi
9 9
4 .
8 4
. 8
3 .
8 3
. 8
2 .
8 2
. 8
1 .
8 1
. 8
7 7
2 .
6 2
. 6
1 .
6 1
. 6
5 5
2 .
4 2
. 4
1 .
4 1
. 4
. 3
3 2
. 2
2 .
2 1
. 2
1 .
2 1
1
dimana: gx
mi
= peluang proporsi belanja di luar desa 0 = rendah; 1 = tinggi X
1
= Umur Kepala Keluarga tahun X
2
= Jenjang pendidikan formal Kepala Keluarga X
2.D1
0 = SD ke bawah; 1 = SLTP X
2.D2
0 = SD ke bawah; 1 = SLTA ke atas X
3
= Umur Istri tahun X
4
= Jenjang pendidikan formal Istri X
4.D1
0 = SD ke bawah; 1 = SLTP X
4.D2
0 = SD ke bawah; 1 = SLTA ke atas X
5
= Umur Anak Tertua tahun X
6
= Jenjang pendidikan formal Anak Tertua X
6.D1
0 = SD ke bawah; 1 = SLTP X
6.D2
0 = SD ke bawah; 1 = SLTA ke atas X
7
= Pendapatan perkapita keluarga Rp 000 perbulan X
8
= Daerah asal X
8.D1
0 = Jambi; 1 = Jawa Tengah X
8.D2
0 = Jambi; 1 = Jawa Barat X
8.D3
0 = Jambi; 1 = Jawa Timur X
8.D4
0 = Jambi; 1 = Lainnya X
9
= Stadia Desa 0 = Rendah; 1 = Tinggi
1
,
3,
9,
0;
8.D1
,
8.D2
,
8.D3
,
8.D4
0
2.D1
,
2.D2,
4.D1
,
4.D2,
5,
6.D1
,
6.D2,
7
Selanjutnya, alir rancangan penelitian menurut tujuan dan alat analisis yang digunakan diberikan pada Gambar 7 sedangkan keterkaitan tujuan, alat analisis,
unit analisis, peubah dan sumber data diberikan pada Tabel 16 berikut.
138
Gambar 8 Alir rancangan penelitian
Kriteria Sub Kriteria Indikator Perkembangan
Desa Pengujian Data
Normalitas z- skewness
Univariate Outlier z- score
Multivariate Outlier Mahalanobis
Analisis Faktor Uji Kelayakan Peubah
Bartlett,MSA, KMO Factoring PCA
Rotasi Obligue Rotasi
Pemilihan Surrogate
Variable Peubah dg Factor
Loading tertinggi pd faktor
bersangkutan
Pembobotan Agregasi
Pembobotan Variance factor
loading Agregasi linear
aditif
Penyeragaman Dimensi
Metode Min-Max
Klasterisasi Desa K Mean Cluster
STADIA DESA
Evaluasi Keakuratan Analisis Diskriminan
Analisis Kondisi Sosial
Ekonomi Penduduk
Deskriptif
Faktor-Faktor yg Mempengaruhi
Ordinal Logit
Model Pergerakan Penduduk
- Bekerja - Belanja
BinaryLogit
TUJUAN 1 TUJUAN 2
TUJUAN 3
TUJUAN 4
Pemilihan desa
sampel Pemilihan
keluarga sampel
INDEKS KOMPOSIT