Kesejahteraan Penduduk Komparasi Kinerja Desa-Desa Eks Transmigrasi dan Desa-Desa Non- Transmigrasi

1. Luas lantai bangunan tempat tinggal, kurang dari 8 M 2 . 2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanahbamburumbia kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bamburumbiakayu berkualitas rendah. 4. Tidak memiliki fasilitas buang air besarbersama-sama dengan rumah tangga lain. 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. 6. Sumber air minum berasal dari sumurmata air tidak terlindungisungai air tanah. 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakararangminyak tanah. 8. Hanya mengkonsumsi dagingsusuayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu pasang pakaian baru dalam setahun. 10. Hanya sanggup makan satudua kali dalam sehari. 11. Tidak sanggup membayar pengobatan di puskesmaspoliklinik. 12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan 0,5 ha buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 100.000,- perbulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga tidak sekolahtidak tamat SDhanya SD. 14. Tidak memiliki tabunganbarang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- seperti : sepeda motor kreditnon kredit, emas, ternak, kapal motor atau barang modal lainnya. Rumah tangga sasaran dalam PPLS dikategorikan atas tiga kelompok yaitu hampir miskin, miskin dan sangat miskin. Terkait dengan hal tersebut, untuk penyusunan indikator kinerja desa-desa eks transmigrasi hanya digunakan rumah tangga dengan kriteria miskin dan sangat miskin. Berdasarkan PPLS tersebut, rata-rata persentase rumah tangga miskin di desa-desa eks transmigrasi adalah sebesar 6,55 persen. Angka ini jauh lebih kecil hampir separuh jika dibandingkan dengan rata-rata persentase rumah tangga miskin desa-desa non-transmigrasi di Provinsi Jambi yang mencapai 12,08 persen. Lebih rendahnya persentase rumah tangga miskin di desa-desa eks transmigrasi ini terlihat di seluruh kabupaten penempatan transmigrasi. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di desa-desa eks transmigrasi lebih baik dibandingkan tingkat kesejahteraan masyarakat desa-desa non-transmigrasi. Gambaran rumah tangga miskin di desa eks transmigrasi dan desa-desa non- transmigrasi diberikan pada Tabel 28 berikut. Tabel 28 Perbandingan persentase rumah tangga miskin desa-desa eks transmigrasi dan desa-desa non-transmigrasi tahun 2008 No KabupatenKota Desa eks transmigrasi Desa non-transmigrasi 1 Batanghari 5.24 10.67 2 Bungo 6.10 7.74 3 Merangin 8.05 12.29 4 Muaro Jambi 2.28 10.55 5 Sarolangun 14.16 16.89 6 Tanjung Jabung Barat 2.99 12.30 7 Tanjung Jabung Timur 12.92 21.50 8 Tebo 2.93 8.58 9 Kerinci - 11.75 10 Kota Jambi - 10.59 Provinsi Jambi 6.55 12.08 Sumber: PPLS 2008 Keamanan Kesejahteraan masyarakat mempunyai hubungan yang erat dengan keamanan. Tingkat keamanan yang kondusif akan menjadi faktor yang mendukung aktivitas ekonomi dan sosial individu dan masyarakat. Hal ini juga menjadi dasar sehingga dalam pengukuran keberhasilan pembangunan desa, salah satu indikator yang digunakan aspek keamanan. Terkait dengan tingkat keamanan ini, digunakan tiga indikator input yang diasumsikan menjadi indikator yang mampu menggambarkan tingkat keamanan masyarakat desa yaitu rasio hansiplinmas per 1000 penduduk, rasio Babinsa per 1000 penduduk dan rasio Polisi Pelayanan Masyarakat PPM per 1000 penduduk. Secara terperinci, gambaran masing-masing indikator diberikan pada Tabel 29 dan Gambar 12 berikut. Tabel 29 Perbandingan indikator tingkat keamanan desa-desa eks transmigrasi dan desa-desa non-transmigrasi tahun 2008 Kabupaten Desa eks transmigrasi Desa non-transmigrasi Rasio Hansip Rasio Babinsa Rasio PPM Rasio Hansip Rasio Babinsa Rasio PPM Batanghari 6.69 0.67 1.44 4.30 0.69 0.58 Bungo 6.12 0.33 0.20 4.46 0.53 0.67 Merangin 6.49 0.48 0.22 3.14 0.59 0.37 Muaro Jambi 4.69 0.52 0.58 3.85 0.65 0.79 Sarolangun 7.77 0.28 0.08 3.85 0.51 0.20 Tanjung Jabung Barat 7.03 0.46 0.67 1.59 0.29 0.45 Tanjung Jabung Timur 6.43 0.54 0.83 4.13 0.47 0.90 Tebo 8.26 0.34 0.94 4.43 0.47 0.50 Kerinci - - - 4.17 0.49 0.49 Kota Jambi - - - 0.55 0.20 0.31 Provinsi Jambi 6.59 0.44 0.57 3.72 0.51 0.51 Sumber: PODES 2008 Gambar 13 Perbandingan indikator tingkat keamanan desa eks transmigrasi dan non-transmigrasi di Provinsi Jambi tahun 2008. Sumber: PODES 2008 1 2 3 4 5 6 7 Hansip Babinsa PPM Indikator Ke amanan R a si o p e r 1 p e n d u d u k Eks transmigrasi Non transmigrasi Dua dari tiga indikator keamanan menunjukkan kondisi yang lebih baik pada desa-desa eks transmigrasi dibandingkan desa-desa non-transmigrasi, yaitu rasio hansip dan rasio PPM dengan nilai masing-masingnya sebesar 6,59 dan 0,57 per 1000 penduduk untuk desa-desa eks transmigrasi dan 3,72 dan 0,51 untuk desa-desa di luar transmigrasi. Sebaliknya untuk indikator rasio Babinsa menunjukkan kondisi yang lebih baik di desa non-transmigrasi rasio 0,51 dibandingkan desa-desa eks transmigrasi rasio 0,44. Berdasarkan hal tersebut dapat dikemukakan secara umum derajat keamanan di desa-desa eks transmigrasi lebih baik dibandingkan desa-desa non-transmigrasi di Provinsi Jambi.

6.1.2. Aktivitas Pertanian

Aktivitas pertanian diukur dengan indikator persentase keluarga tani terhadap total keluarga dan persentase lahan pertanian terhadap total lahan. Kedua indikator ini diperkirakan dapat menggambarkan tingkat aktivitas pertanian pada masing-masing desa yang dianalisis. Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa secara umum aktivitas pertanian di desa-desa eks transmigrasi lebih tinggi dibandingkan desa-desa non-transmigrasi di Provinsi Jambi. Hal ini terlihat dari fakta persentase keluarga tani dan lahan pertanian yang lebih besar di desa-desa eks transmigrasi dibandingkan desa-desa non-transmigrasi, dimana untuk desa-desa eks transmigrasi secara berturut-turut adalah 86,49 persen dan 84,67 persen sedangkan desa non-transmigrasi adalah 78,25 persen dan 79,98 persen Tabel 30. Relatif lebih besarnya proporsi keluarga tani ini terlihat hampir di seluruh kabupaten penempatan. Hanya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur yang memperlihatkan kondisi dimana desa-desa eks transmigrasi memiliki rata-rata persentase rumah tangga tani yang lebih rendah dibandingkan desa-desa non- transmigrasi. Sebaliknya dari sisi persentase lahan pertanian, meskipun secara rata-rata menunjukkan persentase yang lebih tinggi, tetapi hanya tiga dari delapan kabupaten yang menunjukkan persentase lahan pertanian desa-desa eks transmigrasi yang lebih besar dibandingkan desa-desa non-transmigrasi yaitu Kabupaten Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur. Tabel 30 Perbandingan indikator aktivitas pertanian desa-desa eks transmigrasi dan desa-desa non-transmigrasi tahun 2008 Kabupaten Desa eks transmigrasi Desa non-transmigrasi keluarga tani lahan tani keluarga tani lahan tani Batanghari 87.31 89.97 78.58 95.05 Bungo 90.56 82.05 82.47 88.12 Merangin 83.90 89.22 83.84 91.05 Muaro Jambi 86.21 88.74 82.07 77.62 Sarolangun 88.88 83.11 81.22 91.29 Tanjung Jabung Barat 80.05 91.85 72.88 77.06 Tanjung Jabung Timur 85.24 71.27 85.26 68.98 Tebo 89.28 81.77 83.91 87.84 Kerinci 83.34 77.89 Kota Jambi 10.47 11.64 Provinsi Jambi 86.49 84.67 78.25 79.98 Sumber: PODES 2008 Selanjutnya jika ditelusuri pola penggunaan lahan pertaniannya, umumnya merupakan lahan pertanian non-sawah. Hal tersebut terlihat baik di desa eks transmigrasi maupun desa-desa non-transmigrasi. Meskipun demikian, secara rata-rata persentase lahan non-sawah terhadap total lahan pertanian ini relatif besar di desa eks transmigrasi dibandingkan dengan desa non-transmigrasi. Pola ini terlihat sama hampir di semua kabupaten penempatan. Tabel 31 Perbandingan persentase lahan pertanian non-sawah desa-desa eks transmigrasi dan desa-desa non transmigrasi tahun 2008 Kabupaten Desa Eks Transmigrasi Desa Non-Transmigrasi Batanghari 99.57 91.51 Bungo 97.73 96.43 Merangin 98.90 93.50 Muaro Jambi 96.33 92.84 Sarolangun 99.16 96.42 Tanjung Jabung Barat 95.18 90.66 Tanjung Jabung Timur 63.55 75.23 Tebo 92.76 88.91 Kerinci - 59.29 Kota Jambi - 70.72 Provinsi Jambi 93.00 83.11 Sumber: PODES 2008

6.1.3. Aktivitas Non-Pertanian

Berkembangnya aktivitas non-pertanian merupakan dampak dari perkembangan aktivitas pertanian yang mampu meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Dalam menggambarkan aktivitas non-pertanian pada digunakan empat indikator yaitu industri pertanian, industri non-pertanian, perdagangan dan jasa lainnya jasa non-perdagangan. Keempat indikator tersebut diukur dari rasio unit usaha per 1000 penduduk. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa baik industri pertanian, industri non-pertanian maupun perdagangan relatif lebih berkembang di desa-desa eks transmigrasi dibandingkan desa non-transmigrasi. Untuk aktivitas jasa lainnya kondisi desa-desa non-transmigrasi relatif lebih baik, tetapi hal tersebut terutama disebabkan oleh perkembangan akktivitas jasa yang pesat di Kota Jambi sebagai ibu kota Provinsi Jambi serta Kabupaten Kerinci. Gambaran aktivitas non-pertanian pada desa-desa eks transmigrasi dan desa-desa non-transmigrasi diberikan pada Tabel 32 dan Gambar 14 berikut. Tabel 32 Indikator aktivitas non-pertanian di desa-desa eks transmigrasi dan non-transmigrasi di Provinsi Jambi tahun 2006 Kabupaten Industri pertanian Industri non-pertanian Perdagangan Jasa lainnya ET NT ET NT ET NT ET NT Batanghari 1.19 1.57 1.24 4.37 19.84 24.47 11.35 16.67 Bungo 1.63 0.74 5.35 2.24 23.93 22.91 14.00 10.76 Merangin 2.74 1.58 4.18 3.43 29.94 25.48 19.07 13.27 Muaro Jambi 1.01 0.74 1.64 4.59 16.38 17.06 11.97 10.10 Sarolangun 3.20 0.87 3.84 2.66 24.97 20.97 9.80 9.69 Tanjab Barat 0.98 2.55 1.87 3.86 22.18 23.32 14.75 13.83 Tanjab Timur 5.08 4.88 5.06 3.08 20.43 23.92 12.24 8.93 Tebo 1.27 0.80 3.18 1.94 22.96 18.88 10.76 7.93 Kerinci - 4.09 - 5.08 - 20.17 - 16.00 Kota Jambi - 1.30 - 3.13 - 23.22 - 21.80 Provinsi Jambi 2.10 1.91 3.39 3.06 23.09 22.04 13.15 14.22 Sumber: Sensus Ekonomi 2006 Keterangan: ET = Desa Eks Transmigrasi, NT= Desa Non-Transmigrasi Gambar 14 Perbandingan indikator aktivitas non-pertanian desa-desa eks transmigrasi dan non-transmigrasi di Provinsi Jambi tahun 2006. Sumber: Sensus Ekonomi 2006 6.2 Penyusunan Indikator Stadia Perkembangan Desa Eks Transmigrasi 6.2.1 Uji Normalitas Sebaran Data Jumlah kasus yang digunakan dalam penyusunan indikator stadia perkembangan desa ini adalah sebanyak 176 desa. Desa-desa tersebut merupakan desa definitif yang terbentuk sebelum tahun 2008 dari eks pemukiman transmigrasi. Pengujian normalitas data dilakukan melalui uji signifikansi dari kemencengan data skewness. Hasil perhitungan skewness dan Z hitung skewness peubah-peubah yang diajukan dalam pengukuran indikator kinerja transmigrasi tersebut diberikan pada Tabel 33. Pengujian terhadap kemencengan data skewness memperlihatkan seluruh peubah yang digunakan untuk penyusunan indikator berdistribusi tidak normal. Terlihat dari nilai Z hitung Skewness yang lebih besar dari Z 0.05 yaitu sebesar 1.96. Karena data tidak berdistribusi normal, dilakukan transformasi untuk menormalkan data. Histogram data diberikan pada Lampiran 1. Berdasarkan 5 10 15 20 25 Industri pertanian Industri non-pertanian Perdagangan Jasa lainnya Aktivitas non pertanian R a si o p e r 1 pe n d ud u k Eks transmigrasi Non transmigrasi tampilan grafik histogram seluruh peubah berdistribusi tidak normal. Empat belas peubah memiliki kecenderungan menceng ke kiri positive skewness yaitu a moderate positive untuk peubah SMP, RUMAH, HANSIP, PPM, IP, INP, DAN JS; b substansial positive untuk peubah BIDAN, POSYANDU, TK, SD, RTM, PD; c severe positive untuk peubah BABINSA. Dua peubah lainnya memiliki kecenderungan menceng ke kanan negative skewness yaitu peubah LAHAN substansial negative dan peubah KK severe negative. Tabel 33 Skewness dan Z hitung skewness peubah-peubah dalam indikator kinerja desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi No Peubah Nama peubah Skewness Z hitung skewness 1 Rasio Bidan per 1000 penduduk BIDAN 0.89 4.86 2 Rasio KK per Posyandu POSYANDU 0.86 4.71 3 Rasio TK per 1000 penduduk TK 0.46 2.49 4 Rasio SD per 1000 penduduk SD 1.13 6.14 5 Rasio SMP per 1000 penduduk SMP 0.58 3.16 6 Persentase Rumah Permanen RUMAH 0.40 2.20 7 Persentase Rumah Tangga Miskin RTM 1.45 7.90 8 Rasio Hansip per 1000 penduduk HANSIP 1.22 6.63 9 Rasio Babinsa per 1000 penduduk BABINSA 1.16 6.34 10 Rasio PPM per 1000 peduduk PPM 1.54 8.39 11 Persentase Keluarga Pertanian KK -1.15 -6.26 12 Persentase Lahan Pertanian LAHAN -1.67 -9.11 13 Rasio Unit Industri Pertanian per 1000 penduduk IP 1.60 8.72 14 Rasio Unit Indusri Non-Pertanian per 1000 penduduk INP 1.70 9.28 15 Rasio Unit Perdagangan per 1000 penduduk PD 1.40 7.61 16 Rasio Unit Jasa per 1000 penduduk JS 1.48 8.05 Berdasarkan kecenderungan distribusi data tersebut, selanjutnya dilakukan transformasi data sesuai dengan jenis kecenderungan distribusinya. Tabel 34 berikut memberikan kecenderungan distribusi data, jenis transformasi dan perhitungan skewness dan z skewness masing-masing peubah hasil transformasi. Tabel 34 Hasil perhitungan skewness dan Z hitung skewness peubah-peubah transformasi No Peubah Bentuk histogram Jenis trans- formasi Skew- ness Z hitung skewness 1 BIDAN Substansial Positive Lnx+c 0.27 1.45 2 POSYANDU Substansial Positive Lnx 0.11 0.62 3 TK Substansial Positive Lnx+c -0.28 -1.54 4 SD Substansial Positive Lnx 0.14 0.79 5 SMP Moderate Positive SQRT x -0.28 -1.50 6 RUMAH Moderate Positive SQRT x -0.03 -0.17 7 RTM Substansial Positive Lnx+c 0.07 0.40 8 HANSIP Moderate Positive SQRT x -0.36 -1.95 9 BABINSA Severe Positive 1x+c 0.13 0.72 10 PPM Moderate Positive SQRT x 0.33 1.78 11 KK Severe Negative SQRT k-x 0.35 1.90 12 LAHAN Substansial Negative Ln k-x -0.36 -1.94 13 IP Moderate Positive SQRT x 0.34 1.87 14 INP Moderate Positive SQRT x 0.30 1.66 15 PD Substansial Positive Lnx -0.34 -1.87 16 JS Moderate Positive SQRT x 0.11 0.58 Keterangan: k = konstanta yang berasal dari setiap skor dikurangkan sehingga skor terkecil adalah 1. c adalah 1 Tabel 34 memperlihatkan berdasarkan pengujian terhadap kemencengan data seluruh peubah transformasi sudah berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari nilai Z hitung Skewness nya yang lebih kecil dari nilai Z 0.05 yaitu sebesar 1.96.

6.2.2. Pengujian Data Pencilan

Pengujian data pencilan dilakukan dengan menggunakan dua pengujian yaitu pengujian univariate outlier dan pengujian multivariate oulier. Pengujian univariate outlier dengan menstandarisasi data dengan nilai z. Data pencilan adalah data dengan nilai z = ±3 pada kasus sampel besar lebih dari 80 kasus. Selanjutnya, pengujian multivariate outlier dilakukan dengan menggunakan kriteria Jarak Mahalanobis D 2 mahalanobis d-squared pada tingkat p0,001. Hasil pengujian univariate outlier diberikan pada Lampiran 2 - 4. Berdasarkan pengujian univariate outlier dengan nilai Z ±3, dapat dikemukakan bahwa terdapat dua kasus yang mengandung univariate outlier pada peubah PD yaitu kasus Desa Bukit Subur dan kasus Desa Pulau Kerakap lihat Lampiran 2. Dengan menghilangkan kedua kasus tersebut, dilakukan pengujian ulang terhadap data, dan ternyata masih terdapat satu kasus univariate outlier pada peubah PD yaitu pada kasus Desa Baru Pelepat lihat Lampiran 3. Dengan menghilangkan kasus tersebut, maka terlihat seluruh kasus dan peubah tidak lagi mengandung univariate outlier lihat Lampiran 4. Pada tahap selanjutnya adalah pengujian multivariate outlier. Hasil pengujian multivariate outlier dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari Lampiran 5 terlihat bahwa terdapat satu kasus yang mengandung multivariate outlier yaitu kasus Desa Pulau Bayur dengan nilai D Mahalanobis sebesar 40,07. Nilai ini lebih besar dibandingkan Jarak Mahalanobis dengan DF=16 pada tingkat p0,001 yang sebesar 39,25. Dengan menghilangkan kasus Desa Pulau Bayur, selanjutnya dilakukan pengujian multivariate outlier hasilnya pada Lampiran 6. Berdasarkan Lampiran 6 data tidak lagi mengandung unsur multivariate outlier.

6.2.3. Analisis Faktor

Pengujian Peubah-Peubah yang Telah Ditentukan Pengujian dilakukan dengan metode Keiser-Meyer-Olkin KMO measure adequacy, Bartlett test of sphericity dan pengukuran MSA Measure of Sampling Adequacy . Kesimpulan layak tidaknya analisis faktor dilakukan baru sah secara statistic dengan uji KMO measure adequacy dan Bartlett Test of Sphericiy. Jika nilai KMO berkisar antara 0,5 sampai 1, maka analisis faktor layak dilakukan. Sebaliknya, jika KMO di bawah 0,5 maka analisis faktor tidak layak dilakukan. Bartlett Test merupakan uji statistik untuk menguji apakah betul peubah- peubah yang dilibatkan berkorelasi, dengan hipotesis: H : Tidak ada korelasi antarpeubah H 1 : Ada korelasi antarpeubah Kriteria uji dengan melihat p-value signifikansi : Terima H , jika sig. 0.05 atau tolak H jika Sig. 0.05 Selanjutnya analisis MSA bertujuan untuk melihat kelayakan masing- masing peubah untuk dapat dimasukkan dalam analisis faktor. Angka MSA berkisar antara 0 sampai 1, dengan kriteria: MSA = 1, peubah tersebut dapat diprediksi tanpa kesalahan oleh peubah lain MSA 0,5, peubah tersebut masih bisa diprediksi dan bisa dianalisa lebih lanjut MSA = 0.5, peubah tidak bisa diprediksi dan tidak bisa dianalisis lebih lanjut, atau dikeluarkan dari peubah lainnya.