Pendapatan Kondisi Sosial Ekonomi Penduduk .1 Karakteristik Kepala Keluarga

lainnya di Desa Bangun Karya. Untuk belanja bukan makanan, 42,51 persen dipenuhi di desa sendiri, 56,05 persen di Desa Bangun Karya, 1,30 persen di Kelurahan Nipah Panjang II dan 0,14 persen di Kota Jambi. Selanjutnya untuk belanja kebutuhan pekerjaan, khususnya untuk pupuk dan obat-obatan pertanian seluruhnya dipenuhi di Desa Bangun Karya, sedangkan untuk alat pertanian serta alat dan Bahan non-pertanian dipenuhi diantara desa sendiri dan Desa Bangun Karya. Tingginya perjalanan belanja penduduk ke Desa Bangun Karya karena di desa tersebut terdapat pasar yang menjadi pasar pusat untuk kecamatan. Selain itu terdapat juga penduduk yang melakukan perjalanan belanja ke Kelurahan Nipah Panjang II. Kelurahan ini merupakan ibukota Kecamatan Nipah Panjang yang merupakan kecamatan asal dari Kecamatan Rantau Rasau sebelum pemekaran. Tidak terdapat penduduk yang melakukan perjalanan untuk keperluan belanja ke ibukota kabupaten Kota Muara Sabak sebagai ibukota Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Hal ini disebabkan jarak tempuh yang relatif jauh yaitu sekitar 60 km dengan akses transportasi yang relatif sulit sehingga dengan jarak tersebut, waktu tempuhnya mencapai sekitar 120 menit. Selain itu, Kota Muara Sabak sampai saat ini perkembangannya juga masih terbatas untuk mampu memenuhi kebutuhan belanja penduduk. Sebaliknya masih terdapat penduduk yang melakukan kegiatan belanja khususnya non-makanan ke Kota Jambi sebagai ibukota provinsi meskipun jaraknya lebih jauh dibandingkan ke ibukota kabupaten sekitar 200 km dengan waktu tempuh sekitar 160 menit karena ketersediaan kebutuhan yang relatif lengkap di daerah ini. Untuk keperluan penjualan produk tidak termasuk mereka yang bekerja sebagai pedagang, karena sudah tercakup pada lokasi aktivitas bekerja, khususnya produk-produk pertanian, sebagian besar adalah di desa sendiri 83,33 persen dan sebagian lainnya yaitu di Desa Harapan Makmur 13,89 persen dan Kota Muara Sabak 2,78 persen. Modus penjualan di desa sendiri dalam bentuk pedagang pengumpul mendatangi petani untuk membeli hasil pertanian mereka. Sebaliknya untuk penjualan produk non-pertanian seluruhnya di lakukan di desa sendiri. Produk-produk pertanian yang dijual adalah karet dan kelapa sawit, sedangkan produk non-pertanian adalah hasil industri rumah tangga makanan dan non makanan. Tabel 83 Perjalanan penduduk untuk berbagai kegiatan di Kelurahan Bandar Jaya, Tahun 2011 Maksud Perjalanan Kegiatan Lokasi Persentase Bekerja Kepala Keluarga Kel. Bandar Jaya 83.33 Desa Bangun Karya 6.06 Desa Sungai Dusun 10.61 Anggota Keluarga Kel. Bandar Jaya 33.33 Desa Rantau Rasau I 66.67 Belanja Kebutuhan Keluarga Makanan Kel. Bandar Jaya 34.69 Desa Bangun Karya 65.31 Bukan Makanan Kel. Bandar Jaya 42.51 Desa Bangun Karya 56.05 Kel. Nipah Panjang II 1.30 Kota Jambi 0.14 Kebutuhan Pekerjaan Alat Pertanian Kel. Bandar Jaya 42.86 Desa Bangun Karya 57.14 Pupuk Desa Bangun Karya 100.00 Obat-obatan Pertanian Desa Bangun Karya 100.00 Alat Bhn Non-Pertanian Kel. Bandar Jaya 14.29 Desa Bangun Karya 42.86 Kota Jambi 42.86 Penjualan Produk Pertanian Kel. Bandar Jaya 83.33 Desa Harapan Makmur 13.89 Kota Muara Sabak 2.78 Non-Pertanian Kel. Bandar Jaya 100.00 Keuangan SimpanPinjam Kel. Nipah Panjang II 100.00 Sosial Pendidikan Kel. Bandar Jaya 100.00 Kesehatan Kel. Bandar Jaya 100.00 Rekreasi Kota Jambi 100.00 Untuk keperluan keuangan simpan-pinjam, seluruh penduduk melakukan perjalanan ke Kota Jambi. Di daerah ini belum ada lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan sehingga penduduk melakukan transaksi keuangan di lembaga perbankan yang ada di Kelurahan Nipah Panjang II Kecamatan Nipah Panjang. Gambar 22 Diagram Tujuan Perjalanan Penduduk untuk Berbagai Aktivitas di Desa Bandar Jaya, Tahun 2011 Perjalanan Pertanian Penjualan Produk Non-Pertanian Bandar Jaya 83.33 Hr.Makmur 13.89 Ma.Sabak 2.78 Bandar Jaya 100 K eu an g an S o si al P en d id ik an K es eh at an R ek re as i B am d ar Ja y a 1 K o ta J am b i 1 N .P an ja n g I I 1 Bekerja KK ART Sei.Dusun 10.61 Bgn.Karya 6.06 Bandar Jaya 33.33 R. Rasau I 66.67 K eb u tu h an K el u ar g a K eb u tu h an P ek er ja an A la tb h n n o n p er ta n ia n O b at 2 p e rta n ia n P u p u k A la t p e rta n ia n B u k a n M ak an an M ak an an Belanja Bandar Jaya 42.86 Bgn. karya 100 Bgn. Karya 100 Bandar Jaya 14.29 Bandar Jaya 34.69 Bgn. Karya 65.31 N.Panjang II 1.30 Bgn. Karya 56.05 Bandar Jaya 42.51 Bandar.Jaya 83.33 Kota Jambi 0.14 Bgn. Karya 57.14 Bgn. Karya 42.86 Kota Jambi 42.86 B am d ar Ja y a 1 Untuk aktivitas sosial, dalam hal pendidikan, kesehatan dan agama, seluruhnya dilakukan di desa sendiri. Sebaliknya untuk rekreasi seluruhnya dilakukan di Kota Jambi. Desa Bukit Mas Penduduk di Desa Bukit Mas umumnya bekerja di desa sendiri dan Desa Bukit Makmur. Dirinci berdasarkan status keluarga, 87,50 persen kepala keluarga bekerja di desa sendiri dan 12,50 persen lainnya di Desa Bukit Makmur. Sebaliknya untuk anggota keluarga, 50,00 persen bekerja di desa sendiri dan 50,00 persen lainnya di Desa Bukit Makmur. Desa Bukit Makmur adalah desa eks transmigrasi yang berjarak sekitar 10 km dari desa Bukit Mas dan berada dalam satu kecamatan yang sama Kecamatan Sungai Bahar. Di Desa Bukit Makmur terdapat pabrik pengolahan kelapa sawit, sehingga sebagian penduduk Desa Bukit Mas memanfaatkan peluang untuk bekerja sebagai buruhpekerja pabrik, baik sebagai pekerjaan utama maupun pekerjaan sampingan. Dalam kegiatan belanja untuk kebutuhan keluarga dan kebutuhan pekerjaan, terdapat tiga lokasi perjalanan penduduk yaitu di desa sendiri, Desa Suka Makmur dan Kota Jambi. Desa Suka Makmur adalah desa eks transmigrasi yang menjadi pusat perdagangan untuk wilayah Kecamatan Sungai Bahar dan berjarak sekitar 20 km dari Desa Bukit Mas, sedangkan Kota Jambi sebagai ibukota provinsi berjarak sekitar 90 km. Dalam hal belanja makanan, 69,36 persen dipenuhi penduduk Bukit Mas di desa sendiri, 30,64 persen di Desa Suka Makmur. Untuk belanja bukan makanan, 21,74 persen dipenuhi di desa sendiri, 76,33 persen di Desa Suka Makmur dan 1,93 persen lainnya di Kota Jambi. Selanjutnya untuk belanja kebutuhan pekerjaan, baik pertanian maupun non-pertanian secara keseluruhan dipenuhi di Desa Suka Makmur. Untuk keperluan penjualan produk tidak termasuk mereka yang bekerja sebagai pedagang, karena sudah tercakup pada lokasi aktivitas bekerja, baik produk pertanian maupun non-pertanian secara keseluruhan dilakukan di desa sendiri. Selanjutnya, untuk keperluan keuangan simpan-pinjam, 70,00 persen penduduk melakukan di Desa Bukit Mulya dan 30,00 persen lainnya di Desa Suka Makmur. Hal ini dikarenakan belum adanya lembaga keuangan perbankan dan non-perbankan di desa tersebut. Untuk aktivitas sosial, dalam hal pendidikan, 90,00 persen di desa sendiri dan 10,00 persen di Desa Bukit Mulya. Untuk aktivitas kesehatan, 86,36 persen di desa sendiri, 4,55 persen di Desa Marga ibukota Kecamatan Sungai Bahar, dan 9,09 persen di Kota Jambi. Untuk aktivitas rekreasi seluruhnya dilakukan di Kota Jambi sedangkan untuk aktivitas agama seluruhnya dilakukan di desa sendiri. Tabel 84 Perjalanan penduduk untuk berbagai kegiatan di Desa Bukit Mas, Tahun 2011 Maksud Perjalanan Kegiatan Lokasi Persentase Bekerja Usaha Kepala Keluarga Desa Bukit Mas 87.50 Desa Bukit Makmur 12.50 Usaha Anggota Keluarga Desa Bukit Mas 50.00 Desa Bukit Makmur 50.00 Belanja Kebutuhan Keluarga Makanan Desa Bukit Mas 69.36 Desa Suka Makmur 30.64 Bukan Makanan Desa Bukit Mas 21.74 Desa Suka Makmur 76.33 Kota Jambi 1.93 Kebutuhan Pekerjaan Alat Pertanian Desa Suka Makmur 100.00 Pupuk Desa Suka Makmur 100.00 Obat-obatan Pertanian Desa Suka Makmur 100.00 Alat Bhn Non-Pertanian Desa Suka Makmur 100.00 Penjualan Produk Pertanian Desa Bukit Mas 100.00 Non-Pertanian Desa Bukit Mas 100.00 Keuangan SimpanPinjam Desa Bukit Mulia 70.00 Desa Suka Makmur 30.00 Sosial Pendidikan Desa Bukit Mas 90.00 Desa Bukit Mulia 10.00 Kesehatan Desa Bukit Mas 86.36 Desa Marga 4.55 Kota Jambi 9.09 Rekreasi Kota Jambi 100.00 Gambar 23 Diagram Tujuan Perjalanan Penduduk untuk Berbagai Aktivitas di Desa Bukit Mas, Tahun 2011. Perjalanan Pertanian Penjualan Produk Non-Pertanian Bukit Mas 100 Bukit Mas 100 K eu a n g a n S o si al P en d id ik an K es eh at an R ek re as i B u k it M as 9 .0 B k t. M u li a 1 .0 B k t. M as 8 6 .3 6 K o ta J am b i 9 .0 9 S . M ak m u r 3 .0 Bekerja KK ART Bkt.Makmur 12.50 Bukit Mas 87.50 Bukit Mas 50.00 Bkt.Makmur 50.00 K eb u tu h an K e lu ar g a K eb u tu h an P ek er ja an A la tb h n n o n p er ta n ia n O b at 2 p er ta n ia n P u p u k A la t p er ta n ia n B u k an M ak a n an M ak a n an Belanja S.Makmur 100 S.Makmur 100 S.Makmur 100 S. Makmur 100 Bukit Mas 69.36 S. Makmur 30.64 Kota Jambi 1.93 S.Makmur 76.33 Bukit Mas 21.74 B k t. M u li a 7 .0 M ar g a 4 .5 5 K o ta J am b i 1 Desa Rasau Penduduk Desa Rasau umumnya bekerja di desa sendiri, Desa Tambang Mas dan Desa Pinang Merah. Dirinci berdasarkan status keluarga, dapat dikemukakan bahwa 78,85 persen kepala keluarga bekerja di desa sendiri, 5,77 persen di Desa Tambang Mas dan 15,38 persen di Desa Pinang Merah. Sebaliknya untuk anggota keluarga, 33,33 persen bekerja di desa sendiri dan 66,67 persen lainnya di Desa Tambang Mas. Desa Pinang Merah adalah desa eks transmigrasi yang secara administratif berada di Kecamatan Pamenang Barat berbeda kecamatan dengan Desa Rasau yang berada di Kecamatan Renah Pamenang dan berjarak sekita 6 km dari Desa Rasau. Aktivitas pekerjaan yang dilakukan penduduk Desa Rasau di desa ini selain sebagai buruh tani juga sebagai petani yang memiliki lahan di daerah tersebut. Desa Tambang Mas juga adalah desa eks-transmigrasi dan berstatus sebagai ibukota Kecamatan Pamenang Selatan. Jarak antara Desa Rasau ke Desa Tambang Mas adalah sekitar 5 km. Aktivitas pekerjaan utama yang dilakukan penduduk Desa Rasau di daerah ini adalah usaha-usaha jasa dan perdagangan, dengan memanfaatkan berbagai aktivitas perekonomian yang berkembang di daerah tersebut. Dalam kegiatan belanja untuk kebutuhan keluarga dan kebutuhan pekerjaan, terdapat beberapa lokasi perjalanan penduduk yaitu desa sendiri, Desa Tambang Mas, Desa Pinang Merah, Kelurahan Pasar Pamenang, Kota Bangko dan Kota Jambi. Kelurahan Pasar Pamenang adalah ibukota Kecamatan Pamenang. Di daerah ini terdapat pasar yang menjadi pusat perdagangan kawasan transmigrasi Pamenang yang saat ini terbagi menjadi empat kecamatan yaitu Kecamatan Pamenang, Pamenang Barat, Renah Pamenang dan Pamenang Selatan. Dalam hal belanja makanan, 96,28 persen dipenuhi penduduk Rasau di desa sendiri, 2,20 persen di Desa Tambang Mas dan 1,52 persen lainnya di Kota Bangko ibukota Kabupaten Merangin. Untuk belanja bukan makanan, 51,04 persen dipenuhi di desa sendiri, 4,56 persen di Desa Pinang Merah, 8,30 persen di Kelurahan Pasar Pamenang, 35,81 persen di Kota Bangko dan 0,21 persen lainnya di Kota Jambi. Selanjutnya untuk belanja kebutuhan pekerjaan, khususnya untuk pupuk dan obat-obatan pertanian secara keseluruhan dipenuhi di desa sendiri, sedangkan untuk alat-alat pertanian dan pupuk dilakukan di desa sendiri, sedangkan untuk alat pertanian dan alat serta bahan non-pertanian dipenuhi diantara desa sendiri dan Kota Bangko. Untuk keperluan penjualan produk, khususnya produk-produk pertanian, sebagian besar adalah di desa sendiri 96,88 persen dan sebagian lainnya yaitu di Desa Meranti 3,13 persen. Demikian juga untuk produk non pertanian, sebagian besar 78,00 persen di desa sendiri dan 22,00 persen di Desa Meranti. Desa Meranti adalah ibukota Kecamatan Renah Pamenang yang secara administratif Desa Rasau berada di wilayah ini. Untuk keperluan keuangan simpan-pinjam, 18,18 persen melakukan di desa sendiri, 9,09 persen melakukan perjalanan ke Desa Tambang Mas dan 72,73 persen ke Kota Bangko. Selanjutnya untuk aktivitas sosial, dalam hal pendidikan, 78,26 persen di desa sendiri, 8,70 persen di Desa Meranti dan 13,04 persen di Desa Pinang Merah. Untuk aktivitas kesehatan, 87,88 persen di desa sendiri, 3,03 persen di Desa Meranti, 6,06 persen di Kota Bangko dan 3,03 persen di Kota Muaro Bungo ibukota Kabupaten Bungo. Dalam hal perjalanan untuk aktivitas kesehatan secara keseluruhan dilakukan ke Kota Bangko dan untuk aktivitas agama secara keseluruhan di desa sendiri. Dibandingkan dengan desa-desa sampel lainnya, Desa Rasau relatif lebih memiliki keterkaitan yang kuat kepada ibukota kabupatennya Kota Bangko. Hal ini disebabkan oleh jarak antara Desa Rasau dengan ibukota kabupaten yang relatif dekat sekitar 30 km dan akses transportasi yang mudah. Selain itu juga, aktivitas perekonomian di Kota Bangko sebagai ibukota Kabupaten Merangin juga relatif lebih tinggi dibandingkan ibukota kabupaten lainnya yang tercakup dalam desa sampel. Tabel 85 Perjalanan penduduk untuk berbagai kegiatan di Desa Rasau, 2011 Maksud Perjalanan Kegiatan Lokasi Persentase Bekerja Usaha Kepala Keluarga Desa Rasau 78.85 Desa Tambang Mas 5.77 Desa Pinang Merah 15.38 Usaha Anggota Keluarga Desa Rasau 33.33 Tambang Mas 66.67 Belanja Kebutuhan Keluarga Makanan Desa Rasau 96.28 Desa Tambang Mas 2.20 Kota Bangko 1.52 Bukan Makanan Desa Rasau 51.04 Desa Pinang Merah 4.56 Kel. Psr. Pamenang 8.30 Kota Jambi 0.21 Kota Bangko 35.89 Kebutuhan Pekerjaan Alat Pertanian Desa Rasau 95.92 Kota Bangko 4.08 Pupuk Desa Rasau 100.00 Obat-obatan Pertanian Desa Rasau 100.00 Alat Bhn Non-Pertanian Desa Rasau 56.25 Kota Bangko 43.75 Penjualan Produk Pertanian Desa Rasau 96.88 Desa Meranti 3.13 Non-Pertanian Desa Rasau 78.00 Desa Meranti 22.00 Keuangan SimpanPinjam Desa Rasau 18.18 Desa Tambang Mas 9.09 Kota Bangko 72.73 Sosial Pendidikan Desa Rasau 78.26 Desa Meranti 8.70 Desa Pinang Merah 13.04 Kesehatan Desa Rasau 87.88 Desa Meranti 3.03 Kota Bangko 6.06 Kota Muaro Bungo 3.03 Rekreasi Kota Bangko 100.00 Gambar 24 Diagram Tujuan Perjalanan Penduduk untuk Berbagai Aktivitas di Desa Rasau, Tahun 2011. Perjalanan Pertanian Penjualan Produk Non-Pertanian Rasau 96.88 Meranti 3.13 K eu an g an S o si al P en d id ik an K e se h at an R ek re a si R as a u 7 8 .2 6 M er an ti 8 .7 M a .B u n g o 3 .0 3 B an g k o 1 T b .M as 9 .0 9 Bekerja KK ART Pn. Merah 15.38 Tb. Mas 5.77 Rasau 33.33 Tb. Mas 66.67 K eb u tu h an K el u ar g a K eb u tu h an P ek er ja an A la tb h n n o n p er ta n ia n O b at 2 p er ta n ia n P u p u k A la t p er ta n ia n B u k an M ak an an M ak an an Belanja Rasau 95.92 Rasau 100 Rasau 100 Bangko 43.75 Rasau 96.28 K. Bangko 1.52 Tb. Mas 2.20 Psr. Pmng 8.30 P. Merah 4.56 Rasau 51.04 Rasau 78.85 K. Jambi 0.21 Bangko 35.89 Bangko 4.08 Rasau 56.25 Rasau 78.00 Meranti 22.00 R as au 1 8 .1 8 B an g k o 7 2 .7 3 B an g k o 6 .0 6 M er an ti 3 .0 3 R as au 8 7 .8 8 P n . M er ah 1 3 .0 4 Desa Sungkai Penduduk di Desa Sungkai umumnya bekerja di desa sendiri dan Desa Pompa Air. Dirinci berdasarkan status keluarga, 78,57 persen kepala keluarga bekerja di desa sendiri dan 21,43 persen lainnya di Desa Pompa Air. Sebaliknya untuk anggota keluarga, 20,00 persen bekerja di desa sendiri dan 80,00 persen lainnya di Desa Pompa Air. Desa Pompa Air adalah desa asli non-transmigrasi yang berjarak sekitar 12 km dari Desa Sungkai dan memiliki aktivitas perekonomian yang relatif lebih berkembang dibandingkan Desa Sungkai. Di Desa Pompa Air juga terdapat pasar mingguan yang berkembang karena adanya permukiman transmigrasi di Desa Pompa Air. Untuk kegiatan belanja kebutuhan keluarga dan kebutuhan pekerjaan, terdapat tiga lokasi perjalanan penduduk yaitu desa sendiri, Desa Sungkai dan Kota Muara Bulian. Kota Muara Bulian adalah ibukota Kabupaten Muaro Jambi secara administratif Desa Sungkai berada di wilayah ini dan berjarak sekitar 30 km dari Desa Sungkai. Dalam hal belanja makanan, 40,99 persen dipenuhi penduduk Desa Sungkai di desa sendiri, 11,26 persen di Desa Pompa Air dan 47,75 lainnya di Kota Muara Bulian. Untuk belanja bukan makanan, 12,03 persen dipenuhi di desa sendiri, 8,23 persen di Desa Pompa Air dan 79,75 persen lainnya di Kota Muara Bulian. Selanjutnya untuk belanja kebutuhan pekerjaan, khususnya pupuk, obat-obatan petanian dan alat serta bahan non-pertanian seluruhnya dipenuhi di Kota Muara Bulian, sedangkan untuk alat pertanian sebagian dipenuhi di desa sendiri dan sebagian lainnya di Kota Muara Bulian. Untuk keperluan penjualan produk baik untuk produk pertanian maupun non-pertanian seluruhnya dilakukan di desa sendiri, sedangkan untuk keperluan keuangan simpan-pinjam, 75,00 persen penduduk melakukan perjalanan ke Kota Muara Bulian dan 25,00 persen lainnya ke Kota Jambi. Untuk aktivitas sosial, dalam hal pendidikan dan agama, keseluruhannya dilakukan di desa sendiri. Untuk kesehatan, 81,82 di desa sendiri dan 18,18 persen di Kota Muara Bulian, sedangkan untuk aktivitas rekreasi, 75,00 persen di Kota Muara Bulian dan 25,00 persen di Kota Jambi. Tabel 86 Perjalanan penduduk untuk berbagai kegiatan di Desa Sungkai, Tahun 2011 Maksud Perjalanan Kegiatan Lokasi Persentase Bekerja Usaha Kepala Keluarga Desa Sungkai 78.57 Desa Pompa Air 21.43 Usaha Anggota Keluarga Desa Sungkai 20.00 Desa Pompa Air 80.00 Belanja Kebutuhan Keluarga Makanan Desa Sungkai 40.99 Desa Pompa Air 11.26 Kota Ma. Bulian 47.75 Bukan Makanan Desa Sungkai 12.03 Desa Pompa Air 8.23 Kota Ma. Bulian 79.75 Kebutuhan Pekerjaan Alat Pertanian Desa Pompa Air 15.00 Kota Ma. Bulian 85.00 Pupuk Kota Ma. Bulian 100.00 Obat-obatan Pertanian Kota Ma. Bulian 100.00 Alat Bhn Non-Pertanian Kota Ma. Bulian 100.00 Penjualan Produk Pertanian Desa Sungkai 100.00 Non-Pertanian Desa Sungkai 100.00 Keuangan SimpananPinzaman Kota Ma. Bulian 75.00 Kota Jambi 25.00 Sosial Pendidikan Desa Sungkai 100.00 Kesehatan Desa Sungkai 81.82 Kota Ma. Bulian 18.18 Rekreasi Kota Ma. Bulian 75.00 Kota Jambi 25.00 Gambar 25 Diagram Tujuan Perjalanan Penduduk untuk Berbagai Aktivitas di Desa Sungkai, Tahun 2011. Perjalanan Pertanian Penjualan Produk Non-Pertanian Sungkai 100 Sungkai 100 K eu an g an S o si al P en d id ik an K es eh at an R ek re as i S u n g k ai 8 1 .8 2 M a. B u li an 1 8 .1 8 M ek ar S ar i 1 M a. B u li an 7 5 M a. B u li 7 5 Bekerja KK ART Pompa Air 21.43 Sungkai 78.57 Sungkai 20.00 Pompa Air 80.00 K e b u tu h an K el u a rg a K eb u tu h an P ek er ja an A la tb h n n o n p er ta n ia n O b at 2 p er ta n ia n P u p u k A la t p er ta n ia n B u k an M ak an an M ak an an Belanja Pompa Air 15 Ma.Bulian 100 Ma.Bulian 100 Ma.Bulian 100 Sungkai 40.99 Ma.Bulian 47.75 Pompa Air 11.26 Ma.Bulian 79.75 Pompa Air 8.23 Sungkai 12.03 Ma.Bulian 85 K o ta J am b i 2 5 K o ta J am b i 2 5 Desa Rimbo Mulyo Penduduk Desa Rimbo Mulyo bekerja di desa sendiri, Desa Tirta Kencana, Wirotho Agung dan Suka Maju. Dirinci berdasarkan status keluarga, 89,58 persen kepala keluarga bekerja di desa sendiri, 7,29 persen di Desa Tirta Kencana, 2,08 persen di Kelurahan Wirotho Agung dan 1,04 persen di Desa Suka Maju. Sebalik- nya untuk anggota keluarga, 66,67 persen bekerja di desa sendiri, 19,05 persen di Desa Tirta Kencana serta 14,29 persen lainnya di Kelurahan Wirotho Agung. Desa Tirta Kencana, Desa Suka Maju dan Kelurahan Wirotho Agung adalah desa-desa eks transmigrasi yang secara administratif berada dalam satu kecamatan dengan Desa Rimbo Mulyo yaitu Kecamatan Rimbo Bujang. Desa Tirta Kencana berjarak sekitar 12 km dari Desa Rimbo Mulyo sedangkan Desa Suka Maju berjarak sekitar 1 km. Selanjutnya Kelurahan Wirotho Agung adalah ibukota Kecamatan Rimbo Bujang dan berjarak sekitar 7 km dari Desa Rimbo Mulyo. Di Kelurahan Wirotho Agung ini terdapat pasar yang menjadi pusat aktivitas perdagangan kecamatan. Aktivitas pekerjaan yang dilakukan penduduk Desa Rimbo Mulyo pada luar desa tersebut mencakup baik sebagai buruh tani, pekerja non-tani maupun di bidang perdagangan. Dalam kegiatan belanja untuk kebutuhan keluarga dan kebutuhan pekerjaan, terdapat tiga lokasi perjalanan penduduk yaitu desa sendiri, Desa Suka Maju dan Kelurahan Wirotho Agung. Secara proporsi, dalam hal belanja makanan, 86,37 persen dipenuhi penduduk Desa Rimbo Mulyo di desa sendiri, 2,31 persen di Desa Suka Maju dan 2,31 persen lainnya di Kelurahan Wirotho Agung. Untuk belanja bukan makanan, 23,80 persen dipenuhi di desa sendiri, 1,47 persen di Desa Suka Maju dan 74,73 persen lainnya di Kelurahan Wirotho Agung. Selanjutnya untuk belanja kebutuhan pekerjaan, baik untuk alat pertanian, pupuk, obat-obatan pertanian dan alat serta bahan non-pertanian sebagian dipenuhi di desa sendiri dan sebagian lainnya di Kelurahan Wirotho Agung. Untuk keperluan penjualan produk, untuk produk-produk pertanian, keselu- ruhannya dilakukan di desa sendiri, sedangkan untuk produk non-pertanian, 66,67 persen di desa sendiri dan 33,33 persen lainnya di Kelurahan Wirotho Agung. Selanjutnya untuk keperluan keuangan simpan-pinjam, keseluruhan dilakukan di Kelurahan Kelurahan Wirotho Agung. Untuk aktivitas sosial, dalam hal agama, keseluruhannya dilakukan di desa sendiri. Untuk kesehatan, 44,64 di desa sendiri, 50,00 persen di Kelurahan Kelurahan Wirotho Agung, 1,79 persen di Desa Tirta Kencana dan 3,57 persen di Kota Muaro Bungo, sedangkan untuk aktivitas rekreasi, 75,00 persen di Kota Muaro Bungo dan 25,00 persen di Kota Jambi. Tabel 87 Perjalanan penduduk untuk berbagai kegiatan di Desa Rimbo Mulyo, Tahun 2011 Maksud Perjalanan Kegiatan Lokasi Persentase Bekerja Usaha Kepala Keluarga Desa Rimbo Mulyo 89.58 Desa Tirta Kencana 7.29 Kel. Wirotho Agung 2.08 Desa Suka Maju 1.04 Usaha Anggota Keluarga Desa Rimbo Mulyo 66.67 Desa Tirta Kencana 19.05 Kel.Wirotho Agung 14.29 Belanja Kebutuhan Keluarga Makanan Desa Rimbo Mulyo 86.37 Desa Suka Maju 2.31 Kel. Wirotho Agung 2.31 Bukan Makanan Desa Rimbo Mulyo 23.80 Desa Suka Maju 1.47 Kel. Wirotho Agung 74.73 Kebutuhan Alat Pertanian Desa Rimbo Mulyo 74.29 Pekerjaan Kel. Wirotho Agung 25.71 Pupuk Desa Rimbo Mulyo 75.00 Kel. Wirotho Agung 25.00 Obat-obatan Pertanian Desa Rimbo Mulyo 92.86 Kel. Wirotho Agung 7.14 Alat Bhn Non-Pertanian Desa Rimbo Mulyo 81.24 Kel. Wirotho Agung 18.76 Penjualan Produk Pertanian Desa Rimbo Mulyo 100.00 Non-Pertanian Desa Rimbo Mulyo 66.67 Kel.Wirotho Agung 33.33 Keuangan SimpanPinjam Kel. Wirotho Agung 100.00 Sosial Pendidikan Desa Rimbo Mulyo 50.00 Kel. Wirotho Agung 50.00 Kesehatan Desa Rimbo Mulyo 44.64 Kel. Wirotho Agung 50.00 Desa Tirta Kencana 1.79 Kota Muaro Bungo 3.57 Rekreasi Kota Muaro Bungo 75.00 Kota Jambi 25.00 Gambar 26 Diagram Tujuan Perjalanan Penduduk untuk Berbagai Aktivitas di Desa Rimbo Mulyo, Tahun 2011. Perjalanan Pertanian Penjualan Produk Non-Pertanian Rb.Mulyo 100 W.Agung 33.33 K eu an g a n S o si al P en d id ik an K es e h at an R ek re as i R b .M u ly o 5 .0 W .A g u n g 5 .0 R b .M u ly o 4 4 .6 4 K o ta J am b i 2 5 W .A g u n g 1 Bekerja KK ART S. Maju 1.04 W.Agung 2.08 Rb.Mulyo 66.67 Tirta K. 19.05 K eb u tu h an K e lu ar g a K eb u tu h an P ek er ja an A la tb h n n o n p er ta n ia n O b at 2 p er ta n ia n P u p u k A la t p er ta n ia n B u k an M ak an an M ak an an Belanja Rb.Mulyo 74.29 Rb.Mulyo 75 Rb.Mulyo 86.37 W.Agung 2.31 S.Maju 2.31 W.Agung 74.73 S.Maju 1.47 Rb.Mulyo 23.80 Rb.Mulyo 89.58 Tirta K. 7.29 W.Agung 14.29 W.Agung 25.71 W.Agung 25 Rb.Mulyo 92.86 W.Agung 7.14 Rb.Mulyo 81.24 W.Agung 18.76 Rb.Mulyo 66.67 M a. B u n g o 7 5 W .A g u n g 5 T ir ta K . 1 .7 9 M a. B u n g o 3 .5 7

7.3.2. Perjalanan Penduduk Berdasarkan Klasifikasi Lokasi Tujuan

Lokasi perjalanan penduduk pada masing-masing desa penelitian yang telah dibahas sebelumnya pada dasarnya dapat dibedakan atas beberapa klasifikasi yaitu di desa sendiri, di luar desa tetapi masih merupakan desa-desa eks transmigrasi, di luar desa yang merupakan desa asli non-transmigrasi, ke ibukota kabupaten dan ke ibukota provinsi. Rangkuman perjalanan penduduk berdasarkan klasifikasi lokasi tujuan tersebut diberikan pada Tabel 88 berikut. Tabel 88 Persentase perjalanan penduduk menurut lokasi tujuan perjalanan pada desa-desa eks transmigrasi di Provinsi Jambi, Tahun 2011 Klasifikasi Lokasi Stadia rendah Stadia I Stadia tinggi Stadia III dan IV Rata- rata Mekar Sari Bukit Mas Sung- kai Rata- rata Rasau Bandar Jaya Rimbo Mulyo Rata- rata Desa Sendiri 66.85 43.88 34.13 54.25 76.50 43.32 57.27 57.30 56.71 Desa Eks Transmigrasi Lain 0.00 53.23 0.00 14.24 7.29 51.60 40.34 36.46 30.48 Desa Non Transmigrasi 5.55 0.00 8.96 4.74 0.07 2.50 1.79 1.63 2.41 Ibukota Kabupaten 0.00 0.00 55.72 10.99 16.08 0.06 0.03 3.56 5.57 Ibukota Provinsi 27.60 2.89 1.19 15.78 0.06 2.52 0.57 1.04 4.83 Jumlah 100 100 100 100 100 100 100 100 100 N sampel 38 52 19 71 38 14 83 173 244 Sumber: Penelitian Lapangan, 2011 Di lokasi penelitian terlihat bahwa 56,71 persen perjalanan dilakukan penduduk di desa sendiri dan 43,29 persen di luar desa baik untuk aktivitas belanja kebutuhan pekerjaan, belanja, penjualan produk, keuangan dan kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya. Secara umum fakta ini menunjukkan bahwa interaksi penduduk desa-desa eks transmigrasi relatif tinggi dengan wilayah di luar desa. Namun demikian, ditelusuri lebih jauh ternyata interaksi tersebut masih dalam kisaran desa-desa eks transmigrasi lain, yaitu mencapai 30,48 persen dari total perjalanan. Dengan kata lain, dari total perjalanan yang dilakukan penduduk desa-desa eks-transmigrasi, 87,19 persen dilakukan di lokasi permukiman transmigrasi desa sendiri dan desa-desa eks-transmigrasi lainnya. Sebaliknya hanya 2,41 persen dari total perjalanan yang dilakukan ke desa-desa non- transmigrasi, 5,57 persen ke ibukota kabupaten dan 4,83 persen ke ibukota provinsi. Desa dengan interaksi paling tinggi terhadap wilayah di luar lokasi transmigrasi adalah Desa Sungkai. Hanya 34,13 dari total aktivitas perjalanan penduduk desa ini yang dilakukan di desa sendiri dan tidak terdapat perjalanan ke desa-desa eks transmigrasi lainnya, sedangkan sebagian besar lainnya 65,87 persen dilakukan di luar lokasi transmigrasi. Dari perjalanan ke luar desa ini, bagian terbesar dilakukan ke ibukota kabupaten mencapai 55,72 persen, selanjutnya ke desa-desa non-transmigrasi 8,96 persen dan ke ibukota provinsi 1,19 persen. Besarnya proporsi perjalanan ke ibukota kabupaten disebabkan relatif dekatnya jarak desa ini ke ibukota kabupaten yaitu hanya sekitar 30 km. Selain itu relatif tingginya interaksi dengan desa-desa non transmigrasi paling tinggi dibandingkan desa-desa lainnya disebabkan Desa Sungkai merupakan lokasi transmigrasi yang tidak terpisah berbatasan langsung dengan desa-desa non transmigrasi. Fenomena yang sama juga terlihat pada Desa Mekar Sari. Sekitar sepertiga bagian perjalanan 33,15 persen dari penduduk dilakukan di luar desa juga tidak terdapat perjalanan yang dilakukan ke desa eks transmigrasi lainnya. Pada Desa Mekar Sari, perjalanan terbesar ke luar desa dilakukan ke ibukota provinsi mencapai 27,60 persen disebabkan jarak yang relatif dekat ke ibukota provinsi yaitu sekitar 45 km tidak terdapat perjalanan ke ibukota kabupaten karena jarak yang relatif jauh mencapai yaitu sekitar 75 km. Selain itu, interaksi desa ini dengan desa non-transmigrasi juga relatif tinggi dibandingkan rata-rata desa lainnya, karena Desa Mekar Sari juga berbatasan langsung dengan desa-desa non- transmigrasi. Selain faktor jarak ke desa-desa non-transmigrasi dan ke pusat pertumbuhan ibukota kabupaten maupun provinsi, faktor terpenting lainnya yang menentukan interaksi ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi di desa ataupun desa eks transmigrasi lainnya yang berdekatan. Desa Rasau memiliki interaksi paling rendah dengan wilayah sekitarnya 76,50 persen perjalanan dilakukan di desa sendiri karena dibandingkan desa-desa penelitian lainnya, desa ini memiliki sarana-prasarana sosial ekonomi yang relatif lebih lengkap. Di Desa Bandar Jaya, Bukit Mas dan Rimbo Mulyo, meskipun interaksi ke luar desa relatif tinggi, tetapi dilakukan pada desa-desa eks transmigrasi lainnya yang berdekatan. Hal ini terutama dipicu oleh keberadaan pasar di desa eks transmigrasi lainnya yang jaraknya relatif dekat. Keberadaan pasar tidak hanya akan membangkitkan perjalanan belanja, tetapi juga akan memberikan peluang usaha dan bekerja bagi masyarakat sekitar. Fenomena ini sejalan dengan hukum gravitasi Newton yang dikembangkan dalam interaksi sosial-ekonomi dimana dinyatakan bahwa interaksi antara dua tempat dipengaruhi oleh besarnya aktivitas sosial dan produksi yang dihasilkan oleh masyarakat di dua tempat tersebut, jarak antara dua tempat tersebut dan besarnya pengaruh jarak dua tempat tersebut. Senada dengan hal tersebut Rustiadi et al . 2009, juga menyatakan terdapat dua prinsip dari interaksi yaitu: 1 mesin penggerak dari pergerakan dan interaksi adalah kekuatan dan dorong-tarik dari supply-demand; dan 2 penghambat pergerakan dan interaksi adalah pengaruh friction of distance . Relatif jauhnya jarak permukiman transmigrasi dan tidak terbangunnya sistem transportasi yang menghubungkan desa transmigrasi dengan desa sekitarnya menjadi faktor yang menghambat terjadinya interaksi. Di sisi lain, tidak terbangunnya berbagai fasilitas dan tidak tumbuhnya aktivitas produksi di desa-desa sekitar permukiman transmigrasi yang terkait secara fungsional dalam bentuk supply-demand dengan desa-desa transmigrasi menyebabkan tidak terbentuknya mesin penggerak dari interaksi tersebut. Terkait dengan hal tersebut, Yulia 2005 juga mengemukakan bahwa kebijaksanaan operasional dalam pembangunan kawasan transmigrasi hendaknya perlu dilakukan dalam bentuk: a mendorong terwujudnya pengembangan permukiman transmigrasi dalam satuan kawasan dengan memberikan pelayanan dan subsidi untuk kebutuhan pemberdayaan di tingkat kawasan yang efektif bagi pertumbuhan UPT dan desa setempat sebagai bagian dari kawasan; dan b keterkaitan fungsional dengan kawasan sekitarnya. Pembangunan fasilitas dan infrastruktur yang tidak berimbang ini juga mulai memunculkan fenomena yang biasanya dikenal dalam keterkaitan desa kota, yaitu backwash effect . Meningkatnya sumber daya ekonomi di desa-desa eks transmigrasi tidak secara otomatis diiringi peningkatan aksesibilitas masyarakat desa-desa sekitarnya terhadap sumber daya ekonomi tersebut. Bahkan sebaliknya yang terjadi adalah meningkatnya potensi masyarakat di desa-desa eks transmigrasi dalam memanfaatkan dan mengeksploitasi sumber daya desa-desa sekitarnya. Fenomena ini terlihat dari mulai ditemukannya penduduk di desa-desa eks transmigrasi yang diteliti yang memiliki lahan pertanian yang bersumber dari pembelian lahan penduduk desa sekitarnya. Selain faktor tersebut, rendahnya interaksi antara desa-desa eks transmigrasi dengan desa sekitarnya juga disebabkan masih lemahnya upaya-upaya pengembangan modal sosial pada tingkat komunitas. Menurut Woolclock 1998, diacu dalam Rustiadi 2009 salah satu ciri penting modal sosial pada tingkat komunitas adalah keterkaitan linkage dalam suatu jaringan network. Berdasarkan unsur networking, modal sosial dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu 1 bonding social capital yang dicirikan oleh kuatnya ikatan pertalian seperti antara anggota keluarga atau antara anggota dalam kelompok etnis tertentu, yang terbangun dengan thick trust karena adanya rasa percaya antar kelompok orang yang saling mengenal; 2 bridging social capital yang dicirikan oleh semakin banyaknya ikatan antarkelompok misalnya asosiasi bisnis, kerabat, teman dari berbagai kelompok etnis yang berbeda, yang terbangun dengan thin trust , rasa percaya terhadap sekelompok orang yang belum dikenal; dan 3 lingking social capital, yang dicirikan oleh hubungan antara berbagai tingkat kekuatan dan status sosial yang berbeda seperti antarindividu dari berbagai kelas yang berbeda. Lemahnya pengembangan modal sosial ini khususnya dalam konteks bridging social capital terlihat dari fakta di desa penelitian tidak terdapatnya forum-forum ataupun lembagaperkumpulanorganisasi yang dikembangkan yang melibatkan secara bersama-sama masyarakat di desa transmigrasi dan masyarakat di sekitar desa transmigrasi. Di desa penelitian sebagai contoh, kelompok tani, koperasi, arisan warga, kelompok pengajian, perkumpulan olahraga terbentuk secara terpisah antara desa transmigrasi dengan desa sekitarnya. Fakta ini muncul dan diperkuat dengan kebijakan yang menjadikan desa-desa eks transmigrasi sebagai desa administratif baru yang terpisah dari desa induknya maupun desa setempat. Selain itu, pada tahap pembinaan sub-tahap penyesuaian, perlakuan hanya diberikan kepada transmigran untuk bisa beradaptasi dengan lingkungannya baik secara sosial ekonomi, budaya dan fisik, dan tidak ada perlakuan yang sama kepada masyarakat di sekitar desa transmigrasi. Ini menyebabkan rendahnya proses penyesuaian masyarakat di sekitar desa transmigrasi terhadap budaya baru dari pendatang dan pada tahap selanjutnya tidak berkembangnya rasa percaya antar penduduk setempat dengan transmigran pendatang.

7.3.3 Pemodelan Perjalanan untuk Kegiatan Bekerja

Model perjalanan bekerja dirumuskan sebagai berikut: e X X X X X X X X X X X x g D D D D D D D D D D D D ki              7 7 6 6 4 . 5 4 . 5 3 . 5 3 . 5 2 . 5 2 . 5 1 . 5 1 . 5 4 4 . 3 3 2 . 2 2 . 2 1 . 2 1 . 2 1 1             di mana: gx ki = peluang lokasi bekerja 0 = di desa; 1 = di luar desa X 1 = Umur dalam tahun X 2 = Jenjang pendidikan formal X 2.D1 0 = SD ke bawah; 1 = SLTP X 2.D2 0 = SD ke bawah; 1 = SLTA ke atas X 3 = Status Pekerjaan 0 = pekerjaan utama; 1 = pekerjaan sampingan X 4 = Status dalam keluarga 0 = kepala keluarga; 1 = anggota keluarga X 5 = Daerah asal X 5.D1 0 = Jambi; 1 = Jawa Tengah X 5.D2 0 = Jambi; 1 = Jawa Barat X 5.D3 0 = Jambi; 1 = Jawa Timur X 5.D4 0 = Jambi; 1 = Lainnya X 6 = Luas lahan perkapita dalam keluarga hajiwa X 7 = Stadia Desa 0 = Rendah 1 = Tinggi  1 ,  4 ,  6 ,  7 0;  5.D1 ,  5.D2 ,  5.D3  0;  2.D1 ,  2.D2,  3 ,  4 Uji multikolinearitas antarpeubah bebas dari model dengan menggunakan korelasi diberikan pada Lampiran 10. Dari Lampiran 10 terlihat bahwa nilai korelasi peubah bebas relatif rendah. Dengan kata lain, tidak terdapat masalah multikolinearitas dalam model sehingga seluruh peubah bisa dan layak digunakan dalam model Selanjutnya uji Overall Model Fit dari model tersebut diberikan pada Tabel

89. Berdasarkan Omnibus Test of Model Coefficients didapatkan nilai statistik

Chi_Square sebesar 122,697 dengan probabilitas signifikansi p = 0.000. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peubah bebas dalam model secara bersama- bersama mempengaruhi keputusan dan perilaku individu dalam keluarga untuk bekerja di desa atau di luar desa. Berdasarkan uji Hosmer dan Lemeshow didapatkan nilai Chi-Square sebesar 9,220 dengan nilai p sebesar 0,324. Karena Chi_Square tidak signifikan p 0,05, maka dapat disimpulkan probabilitas yang diprediksi sesuai dengan probabilitas yang diobservasi. Dengan kata lain tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit. Tabel 89 Uji Overall Model Fit untuk model perjalanan bekerja Chi-square df Sig. Omnibus Test of Model Coefficients Step 122.697 11 .000 Block 122.697 11 .000 Model 122.697 11 .000 Hosmer and Lemeshow Test 9.220 8 .324 Selanjutnya dari Tabel klasifikasi 2 x 2 memperlihatkan seberapa baik model mengelompokkan kasus ke dalam dua kelompok baik yang bekerja di desa maupun di luar desa. Keakuratan prediksi secara keseluruhan sebesar 89,9 persen sedangkan keakuratan prediksi yang bekerja di luar desa kategori rendah dan tinggi masing-masing 96,8 persen dan 53,7 persen. Tabel 90 Tabel klasifikasi 2 x 2 untuk model perjalanan bekerja Observasi Prediksi Kategori Persentase Benar Rendah Tinggi Kategori Rendah 275 9 96.8 Tinggi 25 29 53.7 Persentase Keseluruhan 89.9 Estimasi parameter dan uji parsial dalam model binari logit untuk perjalanan bekerja diberikan pada Tabel 91. Berdasarkan hasil estimasi memperlihatkan bahwa umur X 1 berpengaruh signifikan negatif terhadap peluang bekerja antara di desa dan luar desa. Semakin tua umur maka akan semakin menurunkan probabilitas individu bekerja di luar desa. Dengan mengamati odds ratio dapat dikemukakan bahwa individu yang berumur lebih tua satu tahun memiliki probabilitas 0,991 kali untuk bekerja di luar desa dibandingkan dengan individu berumur lebih muda. Tabel 91 Estimasi parameter model perjalanan bekerja Peubah B S.E. Wald df Sig. ExpB Keterangan Peubah X 1 -.093 .024 14.957 1 .000 .911 Umur X 2 15.010 2 .001 Pendidikan X 2.D1 .223 .625 .127 1 .721 1.250 SLTP X 2.D2 1.749 .509 11.808 1 .001 5.749 SLTA X 3 .727 .470 2.395 1 .122 2.068 Pek. sampingan X 4 2.520 .513 24.105 1 .000 12.433 Anggota keluarga X 5 19.791 4 .001 Daerah asal X 5.D1 2.037 .702 8.430 1 .004 7.667 Jateng X 5.D2 3.945 .925 18.175 1 .000 51.665 Jabar X 5.D3 2.774 1.007 7.583 1 .006 16.028 Jatim X 5.D4 3.024 1.051 8.271 1 .004 20.572 Lainnya X 6 -.083 .445 .035 1 .852 .920 Lahan X 7 -.926 .425 4.740 1 .029 .396 Stadia Tinggi Konstanta -1.145 1.111 1.063 1 .302 .318 Tidak terdapat perbedaan peluang untuk bekerja di luar desa antara individu yang berpendidikan SLTP X 2.D1 dengan yang berpendidikan SD ke bawah referensi. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien dalam model yang tidak signifikan. Namun demikian, koefisien pada kelompok pendidikan SLTA ke atas X 2.D2 signifikan positif. Ini menunjukkan bahwa individu dengan pendidikan SLTA ke atas memiliki peluang yang lebih tinggi untuk bekerja di luar desa dibandingkan dengan individu berpendidikan SD ke bawah. Dari nilai odds ratio memperlihatkan bahwa peluang individu yang berpendidikan SLTA ke atas untuk bekerja di luar desa memiliki peluang 5,749 kali untuk bekerja di luar desa dibandingkan individu yang berpendidikan SD ke bawah. Status pekerjaan sampingan X 3.D1 tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan. Ini berarti bahwa peluang untuk bekerja di luar desa adalah sama antara individu yang bekerja dalam status pekerjaan sampingan dengan yang bekerja dalam status pekerjaan utama referensi. Sebaliknya, individu yang berstatus sebagai anggota keluarga X 4.D1 menunjukkan pengaruh signifikan positif. Ini berarti terdapat perbedaan peluang bekerja di luar desa antara anggota keluarga dengan kepala keluaga referensi. Dari nilai odds ratio terlihat bahwa peluang anggota keluarga untuk bekerja di luar desa adalah 12,433 kali dibandingkan kepala keluarga. Terdapat perbedaan peluang individu yang berasal dari Jawa Tengah X 5.D1 , Jawa Barat X 5.D2 , Jawa Timur X 5.D3 dan daerah lainnya X 5.D4 untuk bekerja di luar desa dibandingkan dengan individu yang berasal dari Jambi referensi. Dengan mengamati odds ratio, peluang bekerja di luar desa untuk individu dari Jawa Tengah 7,667 kali dibandingkan yang berasal dari Jambi, sedangkan untuk individu dari Jawa Barat 51,665 kali, dari Jawa Timur 16,028 kali dan dari daerah lainnya 20,572 kali dibandingkan yang berasal dari Jambi. Luas lahan perkapita X 6 tidak berpengaruh signifikan terhadap peluang bekerja di luar desa. Ini berarti tidak terdapat perbedaan peluang bekerja di luar desa antara individu yang memiliki lahan luas maupun sempit. Terdapat perbedaan peluang individu yang berada di desa-desa stadia tinggi X 7 untuk bekerja di luar desa dibandingkan individu yang berada di desa-desa stadia rendah referensi. Dari odds ratio terlihat bahwa peluang individu di desa- desa stadia tinggi adalah 0,318 kali dibandingkan individu yang berada di desa- desa stadia rendah. Dengan kata lain, peluang individu untuk bekerja di luar desa pada individu di desa-desa stadia tinggi lebih rendah dibandingkan individu di desa-desa stadia rendah.

7.3.4 Pemodelan Perjalanan untuk Kegiatan Belanja

Model perjalanan untuk kegiatan belanja dirumuskan sebagai berikut: e X X X X X X X X X X X X X X X x g D D D D D D D D D D D D D D D D D D D D mi                  9 9 4 . 8 4 . 8 3 . 8 3 . 8 2 . 8 2 . 8 1 . 8 1 . 8 7 7 2 . 6 2 . 6 1 . 6 1 . 6 5 5 2 . 4 2 . 4 1 . 4 1 . 4 . 3 3 2 . 2 2 . 2 1 . 2 1 . 2 1 1                 di mana: gx mi = peluang proporsi belanja di luar desa 0 = rendah; 1 = tinggi X 1 = Umur Kepala Keluarga tahun