Konsep Pembangunan Transmigrasi Sebelum Era Otonomi
Satuan Kawasan Pengembangan SKP
SKP adalah suatu kawasan yang terdiri atas beberapa PT yang salah satu di antaranya merupakan permukiman yang disiapkan menjadi desa utama Pasal 1
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997. Perubahan berdasarkan Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2009, SKP adalah satu kawasan yang terdiri atas
beberapa PT yang salah satu di antaranya disiapkan menjadi desa utama atau pusat kawasan perkotaan baru.
Setiap SKP terdiri dari beberapa PT, dan mempunyai daya tampung 1.800 sampai dengan 2.000 Kepala Keluarga, yang dilengkapi sarana: 1 Industri
kecilindustri rumah tangga; 2 Pasar harian; 3 Pertokoan; 4 Pelayanan jasa perbankan; 5 Perbengkelan; 6 Pelayanan pos; 7 Pendidikan tingkat pertama; 8
Puskesmas pembantu; dan 9 Pelayanan pemerintahan
Lokasi Permukiman Transmigrasi LPT
LPT adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau
yang sedang berkembang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1997. Perubahan berdasarkan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2009, LPT adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah
yang sudah ada atau yang sedang berkembang sebagai kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Selanjutnya, berdasarkan Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 2009, peruntukan kawasan sebagai rencana Lokasi Permukiman Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Selain
itu juga harus memenuhi syarat: a memiliki potensi untuk pengembangan usaha primer, sekunder, dan atau primer; b tersedia prasarana dan sarana permukiman;
dan c tingkat kepadatan penduduk rendah. Tujuan pembangunan Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah untuk
mendukung percepatan pengembangan wilayah dan atau pusat pertumbuhan wilayah yang sedang berkembang. Selanjutnya pembangunan Lokasi Permukiman
Transmigrasi dapat dilaksanakan melalui: a Pembangunan satu SKP; b Pembangunan SP; dan c Pembangunan bagian dari permukiman yang sudah ada.
Wilayah Pengembangan Transmigrasi WPT
WPT adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang
baru. Perubahan definisi berdasarkan UU No. 29 2009, WPT adalah wilayah potensial yang ditetapkan sebagai pengembangan permukiman transmigrasi yang
terdiri atas beberapa satuan kawasan pengembangan yang salah satu di antaranya direncanakan untuk mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah baru sebagai
kawasan perkotaan baru sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Setiap WPT terdiri dari beberapa SKP, dan mempunyai daya tampung
sekurang-kurangnya 9.000 Kepala Keluarga, yang dilengkapi dengan sarana: 1 Pusat kegiatan ekonomi wilayah; 2 Pusat kegiatan industri pengolahan hasil; 3
Pusat pelayanan jasa dan perdagangan; 4 Pusat pelayanan kesehatan; 5 Pusat pendidikan tingkat menengah; 6 Pusat pemerintahan.
Kawasan yang diperuntukkan sebagai rencana Wilayah Pengembangan Transmigrasi harus sesuai dengan rencana tata ruang WilayahDaerah. Selain itu
WPT harus memiliki potensi yang dapat dikembangkan sebagai produk unggulan yang memenuhi skala ekonomis; mempunyai kemudahan hubungan dengan kota
atau wilayah yang sedang berkembang; dan tingkat kepadatan penduduk masih rendah.
Gambar 4 Konsep pembangunan transmigrasi setelah otonomi daerah.
Sumber: Modifikasi dari Priyono dan Fatimah 2010.
PDS 300-500 KK
Sisipan 300-500 KK
LPTSKP LPTSKP
Sisipan 300-500 KK
PDS 300-500 KK
LPTSKP
PDS 300-500 KK
Sisipan 300-500 KK
WPT
9000 KK 36000 jiwa
PP 21999
PTA 300-500 KK
SPPTB 300-500 KK
PTA 300-500 KK
SPPTB 300-500 KK
SPPTB 300-500 KK
PTA 300-500 KK
Keterangan: SP=Satuan Permukiman; PTB=Permukiman Transmigrasi Baru; PTA = Permukiman Transmigrasi yang Sudah Ada eks unit permukiman transmigrasi; PDS =
Permukiman Desa Setempat; Sisipan = Transmigrasi sisipan ke PTA atau PDS = Desa utama atau Pusat kawasan antara SPPTB atau PTA
Kota Terpadu Mandiri KTM
Pembangunan WPT dan LPT dimaksudkan untuk mewujudkan pusat-pusat pertumbuhan yang baru, yang berorientasi pada spatial economic growth. Untuk
merealisasikan konsep pengembangan pusat pertumbuhan WPT dan LPT saat ini dapat dilaksanakan secara integratif dan diaplikasikan melalui pengembangan
KTM di lokasi transmigrasi. KTM ini merupakan embrio pembangunan WPT dan LPT sebagaimana yang diamanahkan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1997 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1999. KTM adalah kawasan transmigrasi yang pembangunannya dirancang
menjadi pusat pertumbuhan yang mempunyai fungsi perkotaan melalui pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. KTM dibangun berdasarkan
prinsip-prinsip pengembangan wilayah yang dalam penerapannya diwujudkan dalam kerangka struktur tata ruang kawasan transmigrasi. Pembangunan KTM
merupakan bagian atau hasil dari pengembangan WPT. Dari beberapa SKP yang ada dalam WPT, satu di antaranya ditentukan sebagai pusat pengembangan utama
pada tingkat WPT dan kemudian dijadikan Pusat KTM Manuwiyoto 2008. Fungsi perkotaan menurut Tarigan 2005 sebagai berikut:
1. Pusat perdagangan, yang tingkatannya dapat dibedakan melayani masyarakat kota sendiri, melayani masyarakat kota dan daerah pinggiran daerah yang
berbatasan, melayani beberapa kota kecil pusat kabupaten, melayani pusat provinsi atau pusat perdagangan antarpulau atau ekspor di provinsi tersebut dan
pusat beberapa provinsi sekaligus. 2. Pusat pelayanan jasa, baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan. Jasa
perorangan misalnya tukang pangkas rambut, salon ,tukang jahit, perbengkelan, reparasi alat elektronik, pengacara, dokter, notaris, atau warung kopi atau nasi.
Jasa perusahaan misalnya perbankan, perhotelan, asuransi, pengangkutan pelayanan pos, tempat hiburan, dan jasa penyewaan peralatan.