Pada tahap selanjutnya, kondisi sistem agribisnis menjadi faktor penentu dari kinerja permukiman transmigrasi pasca pembinaan desa-desa eks
transmigrasi.
Untuk mengukur kinerja, penelitian ini menggunakan stadia pengembangan wilayah perdesaan Rustiadi
et al .
2009. Dalam stadia pengembangan wilayah tersebut dinyatakan terdapat enam stadia, namun demikian
dalam penelitian ini hanya akan menggunakan empat stadia. Dua stadia awal yaitu stadia sub-subsisten dan stadia subsisten diasumsikan telah dilewati oleh desa eks
transmigrasi pasca pembinaan. Pada pasca pembinaan, d
engan berkembangnya sistem agribisnis, transmigran mulai mengusahakan lahan usaha II LU II. Lahan usaha II sebagai
jatah lahan cadangan dimaksudkan untuk pengusahaan yang mampu memberikan pendapatan jangka panjang dengan nilai yang memadai. Mekanisme dan pola
pengusahaan lahan usaha sangat ditentukan oleh dan terintegrasi dengan perkembangan sistem agribisnis di permukiman transmigrasi.
Peningkatan produksi karena pengusahaan lahan usaha II ini membawa transmigran pada stadia marketable surplus hasil usaha tani telah melebihi
kebutuhan keluarganya Stadia I. Surplus hasil pertanian ini memerlukan pengembangan industri pengolahan terutama untuk memenuhi permintaan atas
barang-barang olahan utama. Berkembangnya industi hasil pertanian skala kecil menandakan masuknya desa-desa eks transmigrasi pada stadia industri pertanian
Stadia II. Berkembangnya industri pertanian akan meningkatkan permintaan hasil
pertanian. Ini berdampak pada peningkatan pendapatan transmigran. Peningkatan pendapatan transmigran akan meningkatkan permintaan terhadap produk-produk
non-pertanian terutama barang-barang sekunder Hal ini akan mendorong tumbuhnya industri-industri non-pertanian skala kecil, sehingga desa-desa eks
transmigrasi masuk pada stadia industri non-pertanian Stadia III Berkembangnya aktivitas industri tidak hanya berfungsi menampung
surplus hasil produksi pertanian, tetapi juga menampung surplus tenaga kerja di sektor pertanian agar tetap menjaga tingkat pendapatan yang tinggi di sektor
pertanian.
Berlanjutnya peningkatan pendapatan transmigran akan meningkatkan permintaan barang-barang tersier barang-barang mewah. Ini akan meningkatkan
permintaan barang mewah. Oleh karenanya akan berkembang industri-industri umum, sehingga desa-desa eks transmigrasi masuk pada tahap industrialisasi
perdesaan ataupun urbanisasi kota kecilmenengah Stadia IV. Melalui pemahaman tahap-tahap penyelenggaraan transmigrasi dan proses
perkembangan yang terjadi pada desa-desa transmigrasi saat ini, selain dapat menjadi dasar pengembangan program transmigrasi juga diharapkan akan dapat
menjadi dasar dalam merancang dan merumuskan kebijakan untuk pembangunan perdesaan secara keseluruhan.
3.2 Hipotesis 3.2.1 Hipotesis 1
Sebagai suatu pengembangan wilayah baru yang dikembangkan berdasarkan demand side strategy,
maka desa-desa transmigrasi diduga mengalami perkembangan dari desa pertanian ke arah desa industri atau desa urban.
Khususnya terhadap desa-desa eks transmigrasi, diduga terdapat empat stadia perkembangan yaitu Stadia Marketable Surplus, Stadia Industri Pertanian, Stadia
Industri Non-Pertanian dan Stadia Industrialisasi PerdesaanUrbanisasi Kota Kecil-Menengah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada empat stadia tersebut
selain dalam bentuk perubahan kesejahteraan juga dalam bentuk perubahan aktivitas pertanian dan aktivitas non-pertanian.
3.2.2 Hipotesis 2
Perkembangan desa-desa eks transmigrasi ditentukan oleh faktor-faktor yang tercakup dalam tahapan penyelenggaraan transmigrasi yaitu seleksi lokasi
yang menentukan jarak lokasi permukiman terhadap pusat-pusat kegiatan, sarana- prasarana terutama sarana jalan, komoditas utama transmigrasi, karakteristik
transmigran dari proses seleksi transmigran, lamanya penempatan transmigran, serta faktor-faktor kinerja makro wilayah kabupaten.
Secara terperinci hipotesis ini dinyatakan sebagai berikut: - Seleksi lokasi menentukan jarak desa-desa eks transmigrasi ke pusat-pusat
pertumbuhan yang ada didekati dalam pengertian ibukota kabupaten. Semakin dekat jarak pemukiman ke pusat-pusat pertumbuhan yang ada, maka akan
semakin tinggi perkembangan desa-desa eks transmigrasi. Jarak yang dekat ke pusat-pusat pertumbuhan menyebabkan semakin tinggi akses terhadap pasar dan
terhadap faktor-faktor produksi. Ini akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha di desa-desa eks transmigrasi.
- Semakin baik kondisi jalan menuju desa didekati melalui jenis permukaan jalan, maka akan semakin tinggi perkembangan desa-desa eks transmigrasi.
Jalan yang semakin baik akan meningkatkan aksesibilitas dalam hal waktu tempuh relatif menuju pusat-pusat pertumbuhan.
- Desa-desa eks transmigrasi dengan tanaman perkebunan memiliki tingkat perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan komoditas tanaman lainnya.
Tanaman perkebunan memiliki nilai pasar produk yang relatif stabil dibandingkan tanaman pangan. Selain itu, sifat tanaman perkebunan yang
merupakan tanaman tahunan, memiliki peluang untuk pewarisan ke generasi berikutnya. Ini menyebabkan generasi berikutnya dari transmigran tanaman
perkebunan lebih memiliki jaminan kesejahteraan dibandingkan generasi berikutnya dari transmigran tanaman pangnan.
- Semakin lama penempatan transmigran, semakin tinggi tingkat perkembangan desa-desa eks transmigrasi. Lama penempatan terkait dengan proses
penyesuaian transmigran terhadap kondisi lingkungan sekitarnya serta kemampuan untuk menemukan peluang untuk peningkatan kesejajteraam.
- Terdapat perbedaan tingkat perkembangan desa-desa eks transmigrasi berdasarkan dominasi daerah asalnya
- Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi kabupaten, semakin tinggi tingkat pencapaian perkembangan desa-desa eks transmigrasi. Hal ini disebabkan
pertumbuhan ekonomi terkait erat dengan peluang usaha dan bekerja. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menunjukkan tingginya peluang usaha dan
bekerja yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk di desa-desa eks transmigrasi. - Semakin banyak unit usahaindustri terhadap penduduk, maka semakin tinggi
tingkat pencapaian perkembangan desa-desa eks tranmsigrasi. Jumlah unit usahaindustri terkait erat dengan peluang usaha dan bekerja. Banyaknya unit
usahaindustri menunjukkan tingginya peluang usaha dan bekerja yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk di desa-desa eks transmigrasi.
3.2.3 Hipotesis 3
Keterkaitan desa-desa eks transmigrasi dengan wilayah sekitarnya dipengaruhi oleh karakteristik transmigran dan keluarganya serta karakteristik
desa. Dalam hal ini keterkaitan desa-desa eks transmigrasi dengan wilayah sekitarnya secara khusus didekati melalui perjalanan untuk berbagai kegiatan
dengan penekanan khusus untuk kegiatan bekerja dan belanja antara di desa dan luar desa. Penekanan terhadap perjalanan untuk kegiatan bekerja dan belanja ini
karena perjalanan untuk kedua kegiatan ini merupakan hasil dari bentuk keterkaitan fungsional antarwilayah.
Secara terperinci, hipotesis ini diberikan sebagai berikut:
Hipotesis 3.1 Perjalanan untuk Bekerja
Perilaku perjalanan untuk bekerja antara di desa dengan luar desa dipengaruhi oleh umur individu, jenjang pendidikan, status pekerjaan, status
dalam keluarga, daerah asal, luas lahan perkapita dalam keluarga, dan karakteristik desa.
- Semakin tua umur individu maka semakin kecil peluang untuk bekerja di luar desa. Hal ini terkait dengan kemampuan fisik dan kemampuan untuk
menghadapi persaingan untuk mendapatkan peluang kerja di luar desa. - Semakin tinggi pendidikan maka semakin besar peluang untuk bekerja di luar
desa. Pendidikan yang semakin tinggi menyebabkan semakin tinggi kemampuan untuk bersaing mendapatkan peluang kerja di luar desa.
- Terdapat perbedaan lokasi pekerjaan berdasarkan status pekerjaan. Pekerjaan sampingan relatif lebih banyak dilakukan di luar desa dibandingkan pekerjaan
utama. - Terdapat perbedaan lokasi pekerjaan berdasarkan status keluarga. Anggota
keluarga relatif lebih banyak melakukan pekerjaan yang berlokasi di luar desa dibandingkan kepala keluarga.
- Terdapat perbedaan lokasi pekerjaan berdasarkan daerah asal dari individu yang bekerja di desa-desa eks transmigrasi. Daerah asal suku pada dasarnya tekait
dengan kebiasaan dan etos kerja. - Semakin sempit lahan perkapita dalam keluarga maka semakin besar peluang
untuk bekerja di luar desa. Hal ini disebabkan dengan semakin sempitnya lahan,
maka curahan jam kerja untuk usaha tani di desa juga akan semakin sedikit, sehingga individu memiliki kesempatan untuk mencari peluang kerja lain di luar
desa. - Terdapat perbedaan perilaku individu dalam bekerja antara di desa dengan luar
desa berdasarkan stadia perkembangan desanya. Penduduk di desa-desa stadia rendah cenderung bekerja di luar desa karena relatif terbatasnya kesempatan
kerja di dalam desa.
Hipotesis 3.2 Perjalanan untuk Belanja
Perilaku perjalanan untuk belanja antara di desa dengan luar desa dipengaruhi oleh umur kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, umur istri,
pendidikan istri, umur anak tertua, pendidikan anak tertua, pendapatan perkapita keluarga, daerah asal dan karakteristik desa.
- Semakin tua umur kepala keluarga dan istri, maka semakin kecil peluang untuk belanja di luar desa. Hal ini terkait dengan kemampuan fisik untuk belanja di
luar desa. - Semakin dewasa anak, maka semakin besar peluang untuk belanja di luar desa.
Semakin dewasa maka semakin tinggi kemampuannya untuk melakukan perjalanan belanja yang relatif lebih jauh di luar dewasa. Selain itu, semakin
dewasa anak juga menyebabkan semakin banyak kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi di dalam desa.
- Semakin tinggi pendidikan kepala keluarga, istri, dan anak maka semakin besar peluang untuk bekerja di luar desa. Pendidikan individu yang semakin tinggi
menyebabkan semakin tinggi kebutuhan individu untuk berbagai jenis barang, yang tidak dapat dipenuhi di desa sendiri.
- Terdapat perbedaan lokasi belanja berdasarkan daerah asal dari individu. Daerah asal suku pada dasarnya tekait dengan kebiasaan dan kebutuhan hidup.
- Terdapat perbedaan perilaku individu dalam belanja antara di desa dengan luar desa berdasarkan perkembangan desanya. Penduduk di desa-desa stadia rendah
cenderung berbelanja di luar desa karena ketersediaan fasilitas belanja yang relatif terbatas di dalam desa.
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Jambi. Pemilihan Provinsi Jambi sebagai lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan:
1 Penempatan transmigran di Provinsi Jambi telah memiliki kurun waktu yang panjang, dimulai dari tahun 1940 dan terus berlanjut sampai saat
ini. 2 Sejak Tahun 1940 hingga Tahun 2011 jumlah transmigran di Provinsi
Jambi telah mencapai 83.422 KK, yang tersebar pada 209 UPT di 8 delapan dari 10 sepuluh kabupatenkota yang ada di Provinsi Jambi
BPS Jambi 2011; Kemenakertrans 2012. Dengan jumlah tersebut telah menjadikan Provinsi Jambi sebagai salah satu daerah utama
penempatan transmigran. 3 Tingkat kepadatan penduduk yang masih rendah, yang memungkinkan
pembangunan transmigrasi di daerah ini dalam rangka memanfaatkan potensi sumber daya alamnya.
4.2 Unit Analisis
Unit analisis pada penelitian ini terdiri dari tiga tingkatan, yaitu pada tingkatan individu, rumah tangga dan Desa. Individu dalam hal ini adalah anggota
rumah tangga. Rumah tangga adalah rumah tangga yang berada di desa sampel. Desa dalam hal ini adalah desa-desa eks transmigrasi yaitu unit-unit permukiman
transmigrasi yang telah menjadi desa definitif.
4.3 Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan pada tingkat rumah tangga sampel yang
dikumpulkan menggunakan instrumen kuesioner dan wawancara terstruktur. Data sekunder yang digunakan adalah data yang bersumber dari PODES Potensi Desa
2008, PPLS Pendataan Program Perlindungan Sosial 2008, SE Sensus Ekonomi 2006, Provinsi Jambi dalam Angka, Kabupaten dalam Angka dan
Kecamatan dalam Angka. Selain itu juga data yang berasal dari instansi dan