42
II. K
ONTRIBUSI
E
KONOMI
S
UBSEKTOR
I
NDUSTRI
A
RSITEKTUR
Kontribusi ekonomi subsektor industri Arsitektur ini dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 6 Kontribusi Ekonomi Subsektor Industri Arsitektur
Indikator Satuan
2002 2003
2004 2005
2006 Rata
‐ rata
1. Berbasis Produk Domestik Bruto PDB
a. Nilai Tambah
Miliar Rupiah
2.740 2.945
3.274 3.692
4.134 3.357
b. Nilai terhadap Industri Kreatif
Persen 2,68
2,94 3,02
3,43 3,95
3,20
c. Pertumbuhan Nilai Tambah
Persen ‐
7,50 11,17
12,77 11,98
10,86
d. Nilai terhadap Total PDB
Persen 0,18
0,19 0,20
0,21 0,22
0,20
2. Berbasis Ketenagakerjaan
a. Jumlah Tenaga Kerja
Orang 20.658
27.165 24.373
23.856 32.642
25.739
b. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Terhadap Industri Kreatif
Persen 0,35
0,54 0,42
0,45 0,67
0,48
c. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Terhadap Total Pekerja
Persen 0,02
0,03 0,03
0,03 0,03
0,03
d. Pertumbuhan Jumlah Tenaga kerja
Persen ‐
31,50 ‐10,28
‐2,12 36,83
13,98
e. Produktivitas Tenaga kerja
Ribu Rupiahpekerja pertahun
132.618 108.411
134.325 154.763
126.659 131.355
3. Berbasis Nilai Ekspor
a. Nilai Ekspor
Ribu Rupiah
89.302 245.402
209.524 57.009
236.450 167.537
b.Pertumbuhan Ekspor
Persen ‐
174,80 ‐14,62
‐72,79 314,76
100,54
c. Nilai ekspor terhadap industri kreatif
Persen 0,00015
0,00042 0,00030 0,00007 0,00029 0,00025
d. Nilai Ekspor terhadap Total Ekspor
Persen 0,00002
0,00005 0,00003 0,00001 0,00003 0,00003
4. Berbasis Jumlah Perusahaan
a. Jumlah Perusahaan
Perusahaan 1.396
1.879 2.342
2.914 4.515
2.609
b. Pertumbuhan Jumlah Perusahaan
Persen ‐
34,60 24,62
24,42 54,97
34,65
c. Jumlah perusahaan terhadap industri kreatif
Persen 0,05
0,08 0,08
0,12 0,21
0,11
d. Jumlah perusahaan terhadap jumlah perusahaan total
Persen 0,00
0,00 0,01
0,01 0,01
0,01
Sumber:
Studi Pemetaan Industri Kreatif Departemen Perdagangan Indonesia, 2007 diolah dari data BPS dan beberapa sumber data lainnya
43
III. A
NALISIS
K
ONDISI
S
UBSEKTOR
I
NDUSTRI
A
RSITEKTUR
III.1 Analisis Kondisi Pondasi dan Pilar Subsektor Industri Arsitektur
A. P
ONDASI
S
UMBER
D
AYA
I
NSANI
P
EOPLE
Industri arsitektur, merupakan industri jasa yang sangat bergantung pada sumber daya
insani yang ada dalam industrinya. Terdapat beberapa kondisi positif yang tekait dengan
sumber daya insani arsitektur Indonesia, yaitu:
+
Munculnya arsitektur Indonesia yang diakui kemampuannya di dunia internasional.
Masyarakat Indonesia, pada dasarnya merupakan masyarakat yang kreatif dan memiliki
kemampuan seni dan estetika yang tinggi. Sudah ada beberapa arsitek Indonesia yang
membuat desain arsitektur untuk dibangun di negara lain. Ini menunjukkan bahwa
sumber daya insani Indonesia memiliki standar kemampuan yang dapat diterima secara
internasional. +
Arsitek Indonesia banyak yang berkarya pada biro arsitektur di luar negeri yang
merupakan potensi terjadinya brain circulation dan promosi arsitektur Indonesia.
Dengan adanya arsitek Indonesia di luar negeri, merupakan suatu potensi bagi Indonesia
untuk mengupayakan terjadinya brain circulation dengan mengundang arsitek‐arsitek
tersebut melakukan mentoringsharing dengan arsitek dalam negeri.
Selain itu, para arsitek yang ada di luar negeri tersebut dapat menjadi corong promosi
arsitektur khas Indonesia, misalnya arsitektur khas Sumatra, arsitektur khas Bali,
arsitektur khas Betawi, arsitektur khas Jawa, dan arsitektur‐arsitektur lainnya.
+
Munculnya arsitek Indonesia yang berani mengangkat konsep arsitektur lokal ke
dunia internasional.
Untuk tujuan ekspor, arsitek Indonesia diuntungkan dengan adanya ciri khas bangunan
lokal yang menjadi data tarik tersendiri bagi konsumen di luar negeri seperti bangunan
bergaya tropical Balinesse atau bergaya joglo Yogyakarta, dsb. Hal ini tentunya dapat
menjadi keunggulan kompetitif dari para arsitek Indonesia.
+
Sudah ada ajang penghargaan bagi para arsitek Indonesia.
Seperti yang diungkapkan oleh Ikatan Arsitekur Indonesia, bahwa memberi
penghargaan atas karya para arsitek dan komunitas pemerhati bidang arsitektur
merupakan tradisi dalam organisasi profesi arsitek di seluruh dunia, termasuk Ikatan
Arsitek Indonesia IAI. Penghargaan yang diberikan oleh IAI ini diharapkan dapat
memacu para arsitek untuk menciptakan lingkungan binaan yang memberi dampak
positif bagi kehidupan generasi mendatang.
Sehingga pentingnya ajang penghargaan ini adalah untuk memotivasi arsitek Indonesia
untuk mau berkarya dan mengasah kreativitasnya.
+
Kemampuan dan ketrampilan pemanfaatan teknologi software pendukung yang
cukup baik oleh para arsitek Indonesia.
Arsitek Indonesia sudah fasih dalam penggunaan computer aided drawing CAD
membuat produktivitas kerja arsitek Indonesia semakin meningkat.
44 Sayangnya
kondisi di atas, belum dibarengi dengan usaha‐usaha untuk membuat industri arsitektur
ini menjadi lebih kuat. Hal ini terbukti dari kondisi berikut ini:
− Pelaku industri arsitektur biro maupun perseorangan masih terkonsentrasi di
Jakarta.
Pelaku industri arsitektur biro maupun perseorangan terkonsentrasi di Jakarta hingga
mencapai 60. Hal ini mengakibatkan sebaran pekerja kreatif arsitektur sangat timpang.
Konsentrasi pekerja ini disebabkan oleh konsentrasi permintaan yang juga masih
terkonsentrasi di kota‐kota besar.
− Kurikulum arsitektur yang kurang memadai dan ketidaksesuaian jalur karir arsitek di
Indonesia.
Kurikulum pendidikan arsitektur 4 empat tahun dirasa kurang memadai untuk
mencetak arsitek yang berkualitas. Hal ini berhubungan dengan akreditasi dari Diknas
untuk jangka waktu pendidikan sarjana. Namun hal ini dijembatani dengan adanya
proses magang pada biro arsitek selama atau setelah proses pendidikan. Sedang dalam
usulan untuk membuat pendidikan profesi arsitektur setelah lulus dari strata 1 sarjana
sebagai respon atas kebutuhan industri.
Agar dapat menghasilkan arsitektur yang handal, maka disarankan untuk tidak hanya
mengajarkan arsitektur kepada anak didiknya, tetapi mengajarkan “bagaimana
mempelajari arsitektur” dan pembekalan kemampuan berimajinasi yang dapat
mengasah kreativitas arsitek dalam membuat desain arsitektur. Perkembangan arsitektur
demikian cepatnya, sehingga kemampuan bagaimana mempelajari arsitektur menjadi
penting untuk dapat selalu mengikuti perkembangan arsitektur tersebut. Hal ini
mengakibatkan tidak banyak arsitek Indonesia yang memiliki kemampuan desain yang
handal. Salah
satu arsitek lokal Indonesia, Popo Danes mengkritisi perguruan tinggi yang memiliki
jurusan atau program studi arsitektur di Indonesia yang banyak menghasilkan sarjana
arsitektur tetapi kebanyakan belum siap dalam menghadapi dunia kerja yang sebenarnya.
Itu terjadi, katanya menjelaskan, karena visi pendidikan yang ada tidak berinterelasi
dengan situasi profesional praktis. Rendahnya kemampuan komunikasi serta
tingginya ego menjadi salah satu kendala yang dapat menghambat peningkatan kompetensi
lulusan arsitektur sekarang.
18
Salah satu akibat dari penjelasan di atas adalah banyak lulusan jurusan arsitektur yang
berkarir justru bukan di industrinya. Berdasarkan data yang diperoleh, lulusan jurusan
arsitek dari universitas yang bekerja pada industrinya diperkirakan hanya mencapai 8‐
10. Selain karena kemampuan lulusan arsitek yang kurang memadai, hal ini dapat juga
disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan bagi arsitek, dan kurangnya kesempatan
bagi arsitek Indonesia, karena sebagian besar proyek desain bangunan dengan skala
besar, dikerjakan oleh arsitek asing.
− Arsitektur Indonesia kurang memperoleh kesempatan untuk membuat desain
gedungbangunan berskala besar di Indonesia.
18
Karya Arsitektur Harus Sering Dikomunikasikan artikel popo danes
45 Ketidakpercayaan
pengguna jasa arsitektur kepada kemampuan arsitek Indonesia merupakan
kendala bagi arsitek Indonesia untuk mendapat kesempatan untuk mengerjakan
proyek desain arsitektur dengan skala besar. Kecilnya kesempatan yang diperoleh
oleh arsitek Indonesia juga mungkin disebabkan oleh karena sebagian besar tender
proyek pembangunan gedungbangunan dengan skala besar dimenangkan oleh perusahaan
asing yang akhirnya akan menggunakan jasa arsitek asing dalam pembuatan desain
arsitekturnya. Hal
ini tentunya menjadi tantangan bagi arsitek Indonesia untuk mensiasati kondisi yang ada,
yang tentunya harus didukung oleh pemerintah dan para intelektual khususnya cendekiawan
untuk mendukung keberadaan arsitek Indonesia.
− Walaupun sudah bermunculan arsitek yang mengangkat konsep arsitektur Indonesia,
tetapi jumlahnya belum banyak.
Arsitek Indonesia sebagian besar tidak mengangkat konsep arsitektur lokal Indonesia
yang sesungguhnya memiliki ciri khas tersendiri. Padahal konsep arsitektur Indonesia
jika digali lebih mendalam memiliki nilai estetika dan seni yang tinggi dan dapat dijual
ke manca negara jika dikemas dengan baik.
Arsitek lokal yang ingin mengangkat konsep arsitektur Indonesia haruslah memiliki
pemahaman yang luas dari arsitektur berwawasan kebudayaan, kemampuan untuk
menjelaskan dan membahasakan berbagai aspek terkait dari arsitektur cultural maupun
tropis yang dijadikan bahasan, termasuk segi filosofis, material, komersial, dan lainnya.
− Arsitek asing mulai mendalami dan menguasai konsep arsitektur Indonesia.
Arsitek lokal enggan untuk mengangkat konsep arsitektur lokal Indonesia tetapi
akhirnya konsep arsitektur lokal ini dipelajari oleh arsitek asing yang kemudian dikemas
dengan lebih menarik.
Hal ini didukung oleh pernyataan Popo Danes, yang menyatakan bahwa kemungkinan
kalah bersaingnya para arsitektur lokal yang ada di Indonesia dengan mereka yang
berasal dari luar. Di Bali, kini sudah banyak arsitek asing yang menguasai arsitektur
Bali, dan juga kini menjadi penjual‐penjual lahan yang sudah siap dengan berbagai
alternatif desain berarsitektur Bali. Di Bali kini yang menguasai adalah para arsitek‐
arsitek asing.
− Kurangnya sayembara arsitektur dalam negeri.
Adanya sayembara akan membuka peluang arsitek baru untuk menampilkan karyanya
dan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat. Hal ini penting untuk meningkatkan
apresiasi masyarakat terhadap karya arsitek lokal dan juga meningkatkan apresiasi antar
arsitek Indonesia.
Selain hal yang telah disebutkan di atas, sayembara arsitektur juga merupakan wahana
bagi arsitek anyar untuk menampilkan karyanya dan membuka akses ke pasar yang
lebih luas.
− Kurangnya dukungan untuk mengirimkan arsitek dalam negeri untuk mengikuti
ajang sayembara arsitektur di luar negeri.
46 Keikutsertaan
arsitek Indonesia ke luar negeri sangatlah penting sebagai sarana promosi arsitek
Indonesia di luar negeri. Hal ini tentunya dapat meningkatkan ekspor jasa arsitek dalam
negeri
− Kurangnya dukungan dan pemanfaatan sarana promosi bagi dan oleh arsitek
Indonesia
Kurangnya pameran karya‐karya arsitek Indonesia di dalam negeri, kurangnya
keikutsertaan arsitek Indonesia dalam pameran arsitek luar negeri, kurangnya
pembuatan publikasi arsitektur Indonesia dalam majalah atau tabloid tentang arsitektur,
dan kurangnya buku yang memuat karya arsitek Indonesia merupakan kelemahan
industri arsitek ini dalam melakukan usaha pemasaran arsitek‐arsitek Indonesia .
Kegiatan promosi ini tentunya sangat memerlukan dukungan dari ketiga aktor dalam
pengembangan industri kreatif, yaitu cendekiawan, bisnis dalam hal ini arsiteknya
sendiri dan biro arsitektur dan pemerintah. Dan khususnya pemerintah, diharapkan
dapat memberikan kemudahan administrasi bagi para arsitek Indonesia jika ingin
melakukan pameran arsitektur di luar negeri
B. P
ILAR
I
NDUSTRI
I
NDUSTRY
Industri jasa arsitektur di Indonesia masih banyak didominasi oleh perusahaan asingbiro
asing khususnya untuk proyek desain arsitektur berskala besar, yang tentunya melemahkan
posisi arsitek Indonesia di negeri sendiri. Kondisi industri jasa arsitektur Indonesia adalah
sebagai berikut:
− Sebagian besar pasar lokal masih digarap oleh arsitektur asing terutama pada
konsumen yang merupakan jaringan luar negeri seperti pembangunan hotel atau
gedung ‐gedung bertingkat.
Hal ini mungkin saja disebabkan oleh ketidakmampuan arsitek Indonesia bersaing
dengan arsitek asing atau ketidakpercayaan pemilik proyek kepada arsitek Indonesia,
atau lebih disebabkan karena para pengembang asing yang sering memenangkan
proyek konstruksi berskala besar sudah memiliki arsitek sendiri yang langsung
diterbangkan dari negaranya untuk membantu pengerjaan proyek yang telah diperoleh
oleh perusahaan pengembang. Disini adalah tantangan bagi pelaku industri arsitektur
Indonesia agar siap bersaing dengan arsitek luar negeri.
− Jasa arsitek sebagian besar hanya digunakan dalam proyek pembangunan berskala
besar.
Sebagian besar jasa arsitek digunakan dalam proyek pembangunan berskala besar,
seperti pada proyek properti, gedung bertingkat, atau bangunan berskala besar lainnya.
Sedangkan pada proyek‐proyek rumah tinggal, daya tawar arsitek terhadap konsumen
relatif rendah, karena mudahnya substitusi jasa desain dari pihak developer.
− Permintaan akan jasa arsitektur masih terkonsentrasi di Jakarta.
Permintaan terbesar akan jasa arsitektur adalah di Jakarta, dimana sebanyak 90 datang
dari swasta dan sisanya merupakan pemerintah. Sektor swasta ini terkait dengan
proyek ‐proyek properti yang kembali hidup di Indonesia, baik yang mewah sampai
dengan pembangunan rumah susun. Hal ini berkebalikan dengan daerah, dimana
47 permintaan
terbesar adalah dari pemerintah. Besarnya permintaan yang besar di kota‐ kota
besar ini, membuat para arsitek Indonesia sebagian besar berada di kota‐kota besar.
− Infrastruktur internet semakin baik tetapi harga relatif mahal.
Harga bandwidth internet di Indonesia masih relatif mahal jika dibandingkan dengan
negara ‐negara tetangga. Selain harga yang relatif mahal, service level yang dijanjikan oleh
ISP di Indonesia pun relatif rendah. Hal ini memperlambat proses tukar menukar
informasidata yang akhirnya dapat menurunkan produktivitas industri jasa arsistektur.
Selain kondisi di atas, terdapat beberapa kondisi positif di industri jasa arsitektur ini, yaitu:
+ Adanya peluang untuk melayani desain pembangunan rumah tinggal yang semakin
besar.
Permintaan desain arsitektur rumah tinggal cenderung meningkat, karena perubahan
perilaku dari masyarakat yang cenderung untuk membuat tempat tinggalnya menjadi
lebih nyaman dengan menggunakan konsep arsitektur tertentu.
+ Membaiknya bisnis properti di Indonesia.
Membaiknya bisnis properti di Indonesia dapat memberikan dampak tidak langsung
terhadap pertumbuhan industri jasa arsitektur di Indonesia. “Bisnis residensial pada
2008 jauh lebih bergairah dibanding 2007,” kata Direktur Utama PT Summarecon Agung
Tbk Johanes Mardjuki. Selain itu, dari hasil riset Pusat Studi Properti Indonesia PSPI,
Indonesia Property Watch IPW, maupun PT Pemeringkat Efek Indonesia Pefindo
menyimpulkan, permintaan pasar terhadap produk perumahan pada 2008 relatif tetap
tinggi, dimana subsektor perumahan menengah‐bawah dan apartemen menengah akan
menjadi primadona dan penopang pertumbuhan bisnis properti di Tanah Air pada
tahun ini.
Hal ini juga didukung dengan kondisi saluran kredit perbankan di sektor properti.
Komposisi kredit properti yang disalurkan perbankan nasional sepanjang tahun 2007
sudah jauh lebih baik dibandingkan sebelum krisis moneter tahun 1997. Berdasarkan
data Bank Indonesia BI, posisi kredit properti per Oktober 2007 mencapai Rp 143,5
trilyun, dengan komposisi 24 untuk kredit konstruksi, 13 untuk kredit real estat, dan
63 untuk KPRKPA. Hal ini menunjukkan adanya permintaan yang cukup besar atas
properti di Indonesia.
19
Dengan semakin banyaknya pembangunan properti di Indonesia, maka semakin besar
pula kebutuhan akan jasa arsitektur. Walaupun pasar potensial semakin besar, tetapi
belum tentu meningkatkan pangsa pasar arsitek Indonesia, karena arsitek Indonesia
dihadapkan pada persaingan dengan arsitek‐arsitek asing.
Tetapi walaupun bisnis properti di Indonesia dinyatakan meningkat, namun, peta
industri properti nasional bisa saja berubah bila dampak krisis kredit perumahan
berisiko tinggi subprime mortgage, yang menimbulkan gelombang kejutan pada ekonomi
19
http:www.indovestor.comarticles1841OUTLOOK‐BISNIS‐PROPERTI‐2008‐Era‐Baru‐Pembiayaan‐ PerumahanPage1.html
48 Amerika
Serikat dan global, juga merembet ke Indonesia terhadap dampak dari krisis yang
dialami oleh Amerika.
+ Infrastruktur internet yang semakin baik
Infrastruktur internet sangat dibutuhkan oleh arsitek Indonesia dalam melakukan
pertukaran informasidata. Dengan tersedianya infrastruktur internet dengan bandwidth
yang besar, akan memungkinkan arsitek kita menerima pekerjaan outsourcing membuat
desain arsitektur dari luar negeri.
C. P
ILAR
T
EKNOLOGI
T
ECHNOLOGY
Kondisi pilar teknologi pada industri arsitektur adalah sebagai berikut:
− Mahalnya harga piranti lunak pendukung proses desain.
Teknologi piranti lunak yang dibutuhkan adalah teknologi untuk menghasilkan hasil
desain dalam bentuk media komunikasi tertentu seperti gambar, maket maupun digital
mock ‐up unit. Penggunaan piranti lunak ini membutuhkan biaya yang cukup besar dan
menjadi faktor penghambat dari kemampuan daya saing pelaku industri.
Tetapi walaupun demikian kondisi teknologi pendukung lainnya cenderung mendukung
pertumbuhan industri jasa arsitektur ini, yaitu:
+ Tersedianya piranti keras pendukung yang semakin murah dan canggih.
Perkembangan teknologi processor yang sedemikian pesatnya membuat piranti keras
yang tersedia di pasaran dengan kemampuan yang cukup hebat dapat diperoleh dengan
harga yang relatif lebih terjangkau. Hal ini membuat produktivitas kerja para arsitek
meningkat secara signifikan dalam menghasilkan gambar teknis detail, maupun dalam
menghasilkan rancang bangun arsitektur dalam tampilan tiga dimensi.
+ Penggunaan piranti lunak pendukung yang semakin mudah dan user friendly
Piranti lunak computer aided drawing CAD semakin mudah digunakan karena adanya
teknologi GUI yang membuat tampilan navigasi fungsi semakin user friendly. Hal ini
mempermudah para arsitek kita untuk menguasai teknologi yang sangat mendukung
proses desain arsitektur.
D. P
ILAR
S
UMBER
D
AYA
R
ESOURCES
Arsitek memiliki peranan yang cukup besar dalam memberikan saran kepada konsumen
untuk penggunaan material yang ramah lingkungan, namun keputusan terakhir tetap
berada di tangan konsumen.
E. P
ILAR
I
NSTITUSI
I
NSTITUTION
Kondisi pilar Institusi pada subsektor industri arsitektur saat ini adalah sebagai berikut:
+ Komunitas arsitek sudah terbentuk sebagai sarana sharing
Ikatan Arsitek Indonesia merupakan asosiasi arsitek yang tertua yang didirikan pada
tahun yang bukan saja berupa informasi melainkan juga penambahan ilmu dan
keterampilan.
49 Standardisasi
dan pembentukan etika bisnis dan profesi dilakukan melalui asosiasi arsitek
Indonesia. Ke depannya akan dilakukan sertifikasi dari professional yang berkarya
pada industri arsitektur.
− Apresiasi masyarakat terhadap karya arsitektur masih rendah terlebih lagi kepada
karya arsitektur berwawasan budaya Indonesia
Perancangan desain arsitektur belum dipandang dalam proses pembangunan properti,
akibatnya peranan arsitek sering dinaifkan dalam artian tidak ada value creation dari
arsitek. Masyarakat masih belum menghargai unsur desain, sehingga dalam proyek
konstruksi ‐pembangunan hotel, gedung bertingkat‐, kegiatan desain arsitektur
dilakukan oleh pengembang dari properti tersebut. Hal ini sarat terjadi di daerah‐daerah,
tetapi di Jakarta khususnya, masyarakat sudah mulai dapat menghargai aspek desain
dalam pembangunan sebuah proyek properti.
Di luar negeri, peningkatan apresiasi masyarakat terhadap arsitektur dimulai sejak dini,
yaitu sejak anak‐anak berada di taman kanak‐kanak. Anak‐anak ini sering diajak oleh
gurunya untuk menggambar karya‐karya arsitektur dari para arsitek di negaranya.
− Belum ada undang undang arsitektur yang mengatur industri arsitektur.
Arsitektur pada kategori HKI hanya mencakup gambar dan maket, padahal karya
arsitektur melekat pada properti hasil rancangannya. Hal yang menjadi pemikiran
apakah perlu dibuat undang‐undang yang menyatakan bahwa kontribusi arsitek asing
hanyalah terbatas pada konsepide desain, sedangkan yang melakukan pendetailan dari
konsepide tersebut adalah arsitek‐arsitek lokal. Aturan ini sudah dilakukan oleh
Malaysia dalam usaha untuk meningkatkan permintaan atas jasa arsitek Indonesia.
− Pasar masih menggabungkan pekerjaan desain ke dalam pekerjaan konstruksi.
Sebagian besar proyek‐proyek berskala besar –hotel, gedung bertingkat, gedung
pemerintah ‐, desain arsitekturnya digabungkan dalam pekerjaan konstruksi. Hal ini
disebabkan oleh karena nilai desain arsitektur relatif kecil jika dibandingkan dengan nilai
proyek secara keseluruhan. Nilai desain arsitektur pada umumnya sebesar 3 dari total
keseluruhan nilai proyek pembangunan.
Hal ini tentunya dapat difasilitasi oleh pemerintah agar kegiatan desain arsitektur dapat
ditenderkan secara terpisah dari kegiatan konstruksi itu sendiri, khususnya untuk
pelaksanaan proyek berskala besar di dalam negeri.
F. P
ILAR
L
EMBAGA
P
EMBIAYAAN
F
INANCIAL
I
NTERMEDIARY
Kondisi pilar Lembaga Pembiayaan pada subsektor industri arsitektur saat ini sebagai
berikut:
− Lembaga pembiayaan belum menjamah industri ini karena kendala agunan
kolateral untuk mendapatkan pendanaan.
Dibandingkan dengan Italia dimana lembaga pembiayaan dapat membantu pelaku
industri yang hanya bermodalkan SPK surat perintah kerja untuk memperoleh modal,
dan lembaga pembiayaan di Italia mendukung dan memfasilitasi arsitek‐arsitek muda
untuk mendapatkan pembiayaan dengan lebih mudah dengan syarat mereka sudah
memiliki kontrak kerja dengan kliennya.
50
III.2 Pemetaan Kekuatan, kelemahan, Peluang dan Ancaman Subsektor Industri Arsitektur
PondasiPilar Strength
Weakness Opportunity
Threats People
+ Jumlah lulusan arsitek
berlimpah + Memiliki
ciri khas desain bangunan
Indonesia + Lembaga
pendidikan cukup mapan
− Lulusan yang berlimpah tidak
disertai dengan kemampuan
praktis yang memadai
− Sebaran terkonsentrasi di
Jakarta − Jangka
waktu pendidikan terbatas
untuk membekali kemampuan
arsitek + Sudah
ada kompetisi sebagai apresiasi
namun masih terbatas
+ Eksplorasi gaya arsitektur
yang tidak bercorak khas
Indonesia − Belum
ada regulasi yang mengatur
profesi arsitektur − Banyak
arsitek asing yang sudah
menguasai konsep arsitektur
dalam negeri − Banyak
arsitektur asing yang berkesempatan
untuk mendesain
proyek arsitektur berskala
besar di Indonesia
Industry
+ Seni bangunan memberikan
nilai tambah bangunan di
luar fungsi teknisnya
+ Skala aplikasi industri
arsitektur yang sangat
bervariasi mikro‐makro
− Persaingan dengan biro arsitek
asing untuk pasar lokal tinggi
− Ketergantungan pada
keputusan pemilik modal
sebagai pemberi kerja
− Life ‐cycle product cukup panjang
− Gaya arsitektur tidak fleksibel
terhadap kondisi alam berbagai
daerah terlalu spesifik
− Desain dilihat dari harga bukan
kualitas + Pasar
dalam negeri masih akan
tumbuh + Kebutuhan
terhadap industri
arsitektur akan selalu
ada + Ekspor
konsep arsitektur berciri
bangunan Indonesia + Promosi
belum dimanfaatkan
maksimal − Jasa
arsitek tidak diperlukan dan
diganti oleh developer − Bangunan
‐bangunan yang tidak sesuai
dengan kondisi alam dan kebutuhan
penggunanya − Pasar
permintaan bagi industri
arsitektur skala makro sedikit
jarang − Unsur
desain belum masuk ke dalam
komponen pengadaan barang
pada tender
Technology
− Akuisisi teknologi butuh kapital
besar − Keengganan
melakukan riset arsitektur
Resources
+ Keanekaragaman karya
arsitektur asli Indonesia
− Produk arsitek tidak fleksibel
dengan ketersediaan material
51
PondasiPilar Strength
Weakness Opportunity
Threats Institution
+ Asosiasi telah terbentuk
sebagai sarana sharing
pengetahuan dan informasi
telah terjalin
+ Kode etik pekerja telah
tersedia − Apresiasi
pasar yang masih rendah
+ Sarana melestarikan
arsitektur asli Indonesia
+ Kesadaran kebutuhan
arsitektur meningkat
Financial Intermediary
− Belum tersedia lembaga
pembiayaan + Tidak
membutuhkan modal kerja
yang besar
52
IV. R
ENCANA
S
TRATEGIS
P
ENGEMBANGAN
S
UBSEKTOR
I
NDUSTRI
A
RSITEKTUR
IV.1 Sasaran Arah Pengembangan Subsektor Industri Arsitektur
Hingga tahun 2015, sebagai langkah penguatan pondasi dan pilar dari model
pengembangan ekonomi kreatif, maka sasaran pengembangan subsektor Industri Arsitektur
yang ingin dicapai adalah Arsitek Indonesia berdaya saing di pasar dalam luar negeri,
terciptanya pasar yang apresiatif dan iklim usaha yang kondusif bagi industri arsitektur
Indonesia. Sasaran
pengembangan industri arsitektur ini tentunya akan dapat dicapai dengan arah pengembangan
sebagai berikut:
1. Penguatan
kualitas dan pemerataan sebaran arsitek Indonesia
Penciptaan arsitek Indonesia yang mampu bersaing dalam menggarap pasar dalam negeri
dan luar negri dan substitusi impor dari pekerjaan yang diberikan dari pemilik modal asing
untuk bangunan di dalam negeri merupakan usaha yang harus dilakukan secara kontinu
dengan komitmen dari ketiga aktor yang terlibat dalam pengembangan industri ini.
Pemain ‐pemain lama yang sudah mapan harus mulai diarahkan bersaing dengan pemain
asing baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Walaupun kemampuan biro
arsitek ini telah banyak dikenal dengan keunggulan komparatif dengan penekanan ciri khas
bangunan Indonesia seperti Bali, Toraja dan lain‐lain, harus dilakukan penguatan ke arah
keunggulan kompetitif sehingga dapat terlepas dari dominasi kekuatan ciri khas rancangan
bangunan Indonesia. Dengan demikian spektrum hasil karya rancangannya dapat meluas
bukan saja mengandalkan ciri khas bangunan Indonesia.
Profesi arsitek umumnya dilahirkan melalui lembaga pendidikan formal sebagai dasar
untuk kemudian diasah melalui pengalaman. Kedua proses ini harus mampu menciptakan
seorang arsitek yang mumpuni.Tugas cendekiawan pada lembaga pendidikan diharuskan
untuk membentuk seorang arsitek yang memiliki dasar keilmuan dan keterampilan yang
kuat melalui kurikulum yang berbasis kompetensi.
Kemudian aktor bisnis menambah wawasan dan peningkatan keterampilan dengan proses
magang, business coaching dan mentoring yang tidak tertutup hanya untuk urusan teknis
melainkan juga komersialisasi, pencitraan dan proses bisnis. Proses ini dapat juga difasilitasi
oleh komunitas ataupun asosiasi dimana pertukaran informasi dan ilmu serta keterampilan
dapat terjadi.
Penelitian produk arsitektur dan pengembangan keterampilan arsitek harus dilakukan
bukan hanya menggali ciri khas bangunan Indonesia tetapi juga gaya arsitektur lain.
Walaupun ciri khas desain arsitektur Indonesia membawa keunggulan komparatif, namun
hal tersebut membatasi ruang gerak dan ceruk pasar yang dapat digarap dan dalam jangka
panjang bukanlah merupakan keunggulan yang sustainable ketika arsitektur luar dapat
mempelajari ciri arsitek lokal.
Konsentrasi terbesar pekerja arsitek terdapat di Jakarta. Pemicu utamanya adalah kurang
tersedianya proyekpermintaan didaerah. Akibatnya terjadi ketimpangan kualitas antara
53 Jakarta
dan kota lain serta tidak terciptanya proses pembelajaran di daerah. Oleh karena itu, peningkatan
permintaan didaerah dapat distimulir melalui proyek pemerintah daerah yang berfungsi
ganda sebagai edukasi pasar serta proses peningkatan kualitas arsitek daerah. Dengan
demikian akan ada kans bagi kemunculan arsitek lokal untuk dapat dikenal secara lebih
luas.
2. Pembentukan