C Intensifikasi promosi di luar negeri dan fashion show di dalam negeri

200

V. C

ERITA S UKSES S UBSEKTOR I NDUSTRI F ESYEN Natalia Liu: “Pengusung Made in Indonesia” Fesyen atau fashion mungkin suatu komoditi yang tidak akan pernah mati. Fashion biasanya ber‐konotasi pada pakaian, tapi sebenarnya fashion berbicara tentang cara berpenampilan. Fesyen biasana tidak pernah lepas dari cita rasa seni dan juga suatu budaya sehingga selalu berkembang sejalan dengan ekspresi manusia. Fesyen bisa berbicara tentang keindahan, kecantikan bahkan ke‐glamour‐an. Sehingga dalam fashion berkembang desain pakaian, desain perhiasan, bahkan desain penampilan. Dari perhiasan pun masih luas, seperti perhiasan pakai seperti gelang, kalung, anting‐anting, dan lain‐ lainnya. Untuk desain penampilan berkembang perhiasan buatan tangan seperti tas, ikat pinggang, dan banyak lagi. Lalu bagaimana kondisi produk‐produk fashion buatan Indonesia, terutama komoditi kerajinan? Mungkin sedikit membingungkan, Indonesia cukup terkenal dengan ke khas‐an dan keunikan kerajinannya tapi di sisi lain komoditi kerajinan Indonesia dihinggapi kelesuan. Sepertinya komoditi kerajinan kita berjalan tanpa arah yang jelas, sehingga membuat keraguan dan mengurangi motivasi untuk berkembang. Namun ditengah kelesuan komoditi kerajinan di industri fesyen ini, Natalia Liu memberi suatu angin segar untuk para pelaku industri kreatif. Dia berhasil mengembangkan butik fesyen dan tidak terpengaruh derasnya arus produk‐ produk mancanegara yang makin lama makin mempersempit lahan bagi produk dalam negeri. Yang uniknya dua tahun terakhir, pendapatan usaha Natalia Liu menanjak bukan hasil dari pasar luar negeri tapi justru dalam dalam negeri. Sehingga Natalia Liu makin ‘menancapkan kuku’ di pasar dalam negeri yang mungkin sedikit terdengar ironis. Karena biasanya memang hal‐hal yang berbau craft atau kerajinan fesyen pasar luasnya di luar negeri. Konsumen ‐konsumen mancanegara sangat menghargai dan menyukai produk‐produk kerajinan fesyen yang unik, khas, dan memiliki nilai seni yang tinggi, dan kebanyakan mereka tidak terlalu memperdulikan harga sehingga market produk‐produk 201 seperti ini cepat berkembang. Pengalaman Natalia Liu di atas tadi membuka mata kita ternyata bangsa kita sendiri sudah “melek budaya” dan mulai menghargai produk bangsanya yang sebenarnya memiliki cita rasa seni yang tinggi. Natalia Liu Setelah lulus SMA Natalia Liu tidak meneruskan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, tapi dia malah memulai karir nya dengan bekerja di Hotel Sahid Jaya. Liu hanya melihat bahwa ini sebuah kesempatan untuk mulai bekerja. Tidak bertahan lama Liu pindah kerja ke perusahaan Jepang Mitsubishi. Sejak dari kecil Natalia Liu sudah dididik oleh kedua orang tuanya untuk mandiri, kebetulan orang tua Liu bergerak dibidang fesyen. Saat krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1998, Liu memutuskan keluar dari pekerjaannya. Hasrat untuk berwirausaha sudah tidak bisa dia tahan, ditambah lagi gajinya sebagai seorang pegawai yang makin menciut sejalan krisis ekonomi yang menimpa semua sektor bisnis di dalam negeri. Dengan berbekal uang 3 juta rupiah, Natalia Liu memulai “petualangan” ‐nya dengan membuka usaha fesyen pakaian, dia beli satu mesin jahit harganya sekitar Rp. 250.000, ‐ pada masa itu dan bahan ‐bahan tekstil seperti kain, benang dan sebagainya. Sampai saat ini, Liu tidak menyewa desainer, dia mendesain segalanya sendiri. Titik cerah Liu akhirnya datang, ketika dia menjadi penyuplai “wardrobe” seorang ibu pejabat sampai sekarang masih menjadi konsumen loyal Natalia Liu, dari sini promosi menjadi sangat efektif. Sehingga Natalia Liu dikenal tidak hanya dikalangan para ibu pejabat tapi di luar itu juga. Dan disini Liu sudah memulai usaha kerajinan perhiasan kecil‐ kecilan. Keberuntungan Liu mulai terbuka, ketika dia mendaftarkan perusahaannya ke Departemen Perdagangan, juga Departemen Luar Negeri. Tak lama setelah mendaftakan perusahaannya, Natalia Liu diundang Departemen Perdagangan untuk ikut serta di pameran Internasional di Brasil. Dari pameran ini Liu mendapat pelajaran berharga dan memantapkan ide untuk mengembangkan perhiasan fesyen atau fashion jewelry, maka tahun 2004 Natalia Liu mendeklarasikan usaha perhiasan fesyen yang terbuat dari perak. Pameran pertama menjadi awal yang baik, Natalia Liu tidak pernah ketinggalan mengikuti pameran ‐ pameran baik di dalam negeri maupun di luar negeri, dan yang paling sering Liu ikuti adalah bidang perhiasan fesyen. Bahkan pada pameran khusus perhiasan atau yang diselenggarakan pemerintah Indonesia, Natalia Liu jarang ketinggalan untuk ikut serta. Australia, Argentina, Jerman, Cili, dan juga Venezuela pernah Natalia Liu mampiri, tanpa ketinggalan pameran 202 tahunan yang paling penting di dalam negeri, INACRAFT, Liu sama sekali tidak pernah absen. Produk Natalia Liu makin dikenal sehingga kemudian dia menggaet Laurent Boireau, orang Perancis, untuk membantu Liu dalam pemasaran luar negeri nya. Perkawinan mereka melahirkan “Silver Joyce”, bisnis menjual barang‐barang perhiasan fesyen yang terbuat dari perak. Kemudian “Liluna” terbentuk sebagai anak perusahaan dari Natalia Liu yang menjual barang‐barang kerajinan tangan dari kayu, batu, dan lain sebagainya. Made In Indonesia Brand Image adalah penting menurut Natalia Liu, dan imej buatan Indonesia sebenarnya bagus di luar negeri. Mereka menganggap bahwa Indonesia adalah bangsa yang punya talenta dilihat dari hasil produknya, dan kata Liu, Ibu Marie Pangestu pun pernah meminta kalau setiap produk kita harus ditulis “Made In Indonesia ”, karena sebelumnya biasanya produk‐produk kita jarang ditulis demikian karena takut mengurangi nilai produk itu sendiri. Memang imej negara Indonesia sendiri sedikit bermasalah, di samping isu‐isu terorisme, bangsa kita terkenal tidak bisa mempertahankan kualitas, tidak sedikit konsumen ‐konsumen mancanegara kecewa dengan labilnya kualitas produk Indonesia. Inilah yang berusaha diubah Natalia Liu, justru dia mencoba menonjolkan karakter bangsa Indonesia dengan mengenalkan kembali imej produk Indonesia yang bagus. Jelas kata kuncinya yang seperti diharapkan konsumen yaitu quality control QC. Liu melakukan QC produknya sendiri demi kepentingan kepuasan konsumennya, sehingga dia makin memahami pengetahuan tentang industri dengan bahan logam mulia Perak. Sehingga Liu berseloroh, “Perak Indonesia lebih baik dibanding negara‐negara yang punya kerajinan perak seperti Thailand atapun India”, dan hal ini bukan tanpa fakta. “Kadar perak Indonesia bisa mencapai 92,5 sehingga daya kilap‐nya awet atau bisa mengkilap lebih lama”, Liu menjelaskan. Ketika produksi pun Liu selalu mengawasi terutama ketika logam perak mulai dicor, demi menjaga kualitas. Pekerja Natalia Liu sekitar 8 orang, “ 90 orang jawa pegawai saya”, kata Liu. Karena menurut Liu bangsa Indonesia, terutama orang jawa, memiliki keahlian dan kecerdasan yang tinggi. Tergantung dari bagaimana kita mengolah dan memenej para pekerja. Dalam pencari pegawai Liu memiliki standar sendiri, 203 dia akan menguji calon pegawainya dengan desain‐desain yang dia buat, lalu dia nilai. Setelah lulus pun pegawai tersebut akan Liu training, sehingga pekerja ‐pekerja nya sampai sekarang bekerja dengan loyal dan bagus menurut Liu. Pakaian fesyen milik Natalia Liu pun tetap berjalan, bahkan pakaian buatan Liu dari dulu punya khas yang dikenal konsumennya, yaitu jahitannya. Menurut Liu jahitannya memiliki keunikan karena sangat kecil yang disebut obniser, dengan kancing cina, dan gampang dikenali konsumennya. Sekarang sesuai arah angin trend yang berhembus, Liu sedang konsentrasi membuat batik khas Natalia Liu. Selain batik sedang marak dipasaran nasional maupun internasional, Liu berharap bisa meregenarasi pembatik Indonesia, sehingga batik, karya asli budaya kita, bisa terus langgeng. Industri Yang Harus Kreatif 10 tahun yang lalu Natalia Liu pernah membaca buku yang berjudul BERANI, karangan orang Malaysia yang katanya sudah diterjemahkan kedalam 12 bahasa. Dan buku inilah yang menurut Liu sangat mempengaruhi jalan hidupnya. “Setiap orang bisa sukses”, kata Liu, “Asal kita punya kemauan, semua orang bisa jatuh tapi apakah semua orang punya keberanian untuk bangkit kembali”, tambah Liu. Dalam industri kreatif harus kreatif melihat peluang. Di awal harus paham dulu barang apa yang hendak dijual dan bagaimana pasarnya. Natalia Liu mengawali dengan “apa yang dibutuhkan” oleh kebanyakan orang ataupun sebagian orang saja. Kemudian pikiran dikembangkan ke arah bagaimana menghasilkan produk yang punya kualitas yang bagus. Nilai tambah produk adalah pada desain menurut pengakuan Natalia Liu. Walau Liu tidak pernah mengenyam pendidikan formal desain tapi Liu mendesain semua produk sendiri dan coba menghadirkan keunikan ala Natalia Liu, dan strategi ini cukup berhasil. Lingkup pasar produk fesyen Liu adalah para wanita, dari remaja ke atas. Tapi Liu mencoba mensegmentasi pasar wanita pada kisaran umur 30 tahun ke atas dan para ex‐patriat. Harga produk perhiasan fesyen Natalia Liu berkisar dari Rp. 50.000,‐ sampai Rp. 2.000.000, ‐. Setiap minggu dia usahakan keluar model baru. Dan Liu selalu menjaga kualitas ‘handmade’ nya sehingga sampai sekarang ‘dapur’ bisnis dia tidak memakai teknologi tinggi seperti komputerisasi, karena menurut Liu produk dia adalah produk kerajinan tangan jadi kualitas ini harus terus dijaga sesuai karakter produknya karenanya konsumen ‐konsumen tetap menyukai produk dia. Dan Liu tidak pernah memaksakan produksi secara masal, untuk satu jenis desain model hanya diproduksi maksimal dua buah, kecuali ada permintaaan paling Liu mematok produksi 15 buah saja. 204 Selanjutnya keberhasilan tergantung dari kita menjaga konsumen agar mereka tetap loyal, “Untuk me‐maintain client saya menggunakan metode personal touch”, papar Liu. Dia selalu mengabari konsumen ‐konsumen langganannya secara langsung bila ada model terbaru dan memberi potongan harga pada momen tertentu. Yang berbeda dari Natalia Liu dengan beberapa pelaku industri kreatif lain adalah tentang peran pemerintah. Liu mungkin salah satu yang bisa merasakan manfaat dari program‐ program pemerintah. Yang jadi pertanyaan, mengapa banyak yang tidak bisa mengalami dan merasakan seperti Liu? Para pelaku industri kreatif kah yang tidak mau tahu atau pihak pemerintah yang kurang berhasil mengkomunikasikan niatnya. Tapi yang jelas Natalia Liu bisa membawa ke sisi yang lain sehingga kita bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda akan peluang perhiasan fesyen khususnya maupun industri kreatif pada umumnya. Natalia Liu menganggap pesaing di bidangnya adalah “teman”, karena menurut dia, justru mereka ini juga yang akan sangat membantu akan majunya industri ini. Bahkan ketika salah satu pegawainya keluar dan membuka usaha yang sama dengan dia, Liu malah membantu mantan anak buahnya terutama di bidang marketing ‐ nya. Kini selain mempunyai toko di Plaza Kemang, Jakarta Selatan, Natalia Liu membuka gerai toko nya di Bali yang dia beri nama “Capung”. Walaupun belum ada promosi toko tersebut cukup bagus penjualannya. Dia selalu bersyukur atas pencapaiannya sampai saat ini, dan yang paling penting menurut Liu adalah dia bisa membantu orang lain dengan membuka lapangan kerja. Dan mungkin yang tidak Liu sadari bahwa dia bisa membuka mata para pengrajin, UKM, pelaku industri kreatif lainnya akan peluang untuk mereka yang selama ini merasa tertutup matanya. Natalia Liu sendiri sekarang sedang melirik pameran perhiasan internasional di New York sambil menimbang ‐nimbang obsesi terpendamnya untuk bisa menyempatkan diri kuliah pada jurusan psikologi di luar negeri. 205 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI

I. P