123
V. C
ERITA
S
UKSES
S
UBSEKTOR
I
NDUSTRI
K
ERAJINAN Marlique:
“World Class Guitar from Tangerang”
“ Membuat gitar adalah sebuah sikap,
hasrat dan semangat untuk selalu
menghasilkan gitar yang lebih baik setiap
hari. Setiap rancangan, spesifikasi dan
bahkan setiap
kesalahan selalu
mengajarkan sesuatu yang baru. Di
Marlique, pintu kami selalu terbuka untuk
setiap pendapat dan masukan dari semua
pihak demi
kesempurnaan yang
diharapkan. Dari musisi, guitar techs
hingga operator produksi mendapat
perhatian yang sama untuk masukan yang
diberikan. Usaha
untuk selalu
menghasilkan gitar yang lebih baik setiap
hari dan mendengar masukan sebanyak
mungkin adalah sikap dasar seluruh
karyawan Marlique”.
Tulisan di atas diambil dari website
www.marliqueguitar.com .
Salah satu fenomena
baru yang lain dari produk anak
bangsa ini. Menemukan gitar buatan Indonesia
di luar negeri mungkin bukan sesuatu
yang aneh. Washburn, Ibanez, Cort
dan beberapa yang lainnya sudah banyak
yang dibuat di Indonesia. Tetapi menemukan
brand asli Indonesia di luar negeri,
bisa dikatakan sangat susah. Marlique
gitar sebagai satu‐satunya pabrikan
yang menggunakan 100 genuine
Indonesian brand telah membuat terobosan
yang cukup membanggakan. Bekerjasama
dengan beberapa distributor di
Denmark dan Australia Marlique Guitar
akan go international. Suatu kerja keras
yang patut kita dukung dan banggakan.
Tidaklah mudah untuk menempuh
market di dua negara tersebut yang
terkenal sangat concern dengan kualitas
dan standard yang tinggi. Unik
memang bila sebuah pabrikan instrumen
musik justru
mulai memasarkan
produknya dengan seri signature
atau artis series. Karena biasanya artis
series adalah top end dari sekian banyak
range produk sebuah pabrikan. Lalu
biasanya juga artis series ini dibikin berdasarkan
spesifikasi khusus dari si gitaris,
yang tidak
jarang mengesampingkan
kebutuhan musisi kebanyakan.
Singkat kata, artis series juga dikatakan
custom si artis yang dalam hal ini
Ridho Hafiedz. Dan seperti kita ketahui,
beliau adalah gitaris kelompok SLANK.
Gitar sendiri adalah instrumen musik
dengan memiliki sejarah yang klasik
panjang yang banyak digunakan oleh
beberapa jenis musik. Gitar biasanya
memiliki enam senar atau biasa disebut
string, tapi ada juga empat, tujuh, delapan,
sepuluh dan dua belas string.
Gitar listrik memiliki electromagnetic
pickups atau hanya sering disebut pickup,
yang berfungsi merubah getaran‐getaran
dari steel strings atau senar besi menjadi
sinyal ‐sinyal listrik yang disalurkan ke
amplifier dengan melalui kabel atau radio
transmitter. Kemudian suara gitar akan
keluar dari amplier hasil modifikasi
modulasi sinyal‐sinyal dari gitar dengan
perangkat elektronik lainya yaitu vacum
tubes di dalam amplifier tersebut.
124 Headstock
1. Nut 2. Machine heads
or pegheads, tuning keys,
tuning machines, tuners 3. Frets
4. Truss rod 5. Inlays
6. Neck 7. Heel
acoustic –
Neckjoint electric
8. Body 9. Pickups
10. Electronics 11. Bridge
12. Pickguard 13. Back
14. Soundboard top
15. Body sides ribs
16. Sound hole, with Rosette inlay
17. Strings 18. Saddle
19. Fretboard or Fingerboard
Internet Dan Inspirasi
Namanya cukup unik, Toien Bernadhie
Radix, asal dari kota Yogyakarta. Setelah
lulus S1 Fakultas Kehutanan Universitas
Gadjah Mada UGM Yogyakarta, Toien
hijrah ke Jakarta dan meneruskan
studinya dengan beasiswa tapi pada
fakultas yang berbeda. Dia mengambil
jurusan Magister Manajemen WM IPPM
MBA Program for Fresh Graduate di
Institut Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen IPPM. Setelah lulus, Toien
bekerja ke suatu perusahaan yang katanya
masih berhubungan dengan hal‐hal
kehutanan. Entah
kenapa, Toien
125 merasakan
kejanggalan dalam alur hidupnya
itu, sehingga dia selalu menjadi gelisah.
Terbukti dengan seringnya Toein gonta
ganti perusahaan tempat bekerja. Kemudian
Dia mencoba berwirausaha dengan
macam‐macam usaha namun kembali
menemui dinding kegagalan. Karena
kegelisahannya itu dia jadi banyak mencari
‐cari apapun itu hal‐hal yang mungkin
menarik. Sekitar tahun 1994‐1995 teknologi
internet masuk ke Indonesia, dan
teknologi inilah yang nantinya merupakan
pembuka pintu gerbang keberhasilan
Toien. Ketika internet mulai merebak,
Toien termasuk yang memiliki kesempatan
dan waktu
untuk “bercengkrama”
dengan teknologi baru ini sehingga
dia makin melek akan teknologi dan
mulailah petualangan “surfing” di dunia
cyber tersebut. Toien pernah ikut‐ ikutan
nge‐band pada jaman SMA nya dan
terakhir dia memegang gitar adalah sekitar
tahun 1984. Tetapi dia tiba‐tiba tergerak
untuk mencari segala informasi tentang
pembuatan gitar listrik dari internet.
Dan yang menarik, dia banyak mendapatkan
cara pembuatan gitar listrik yang
sangat detil secara gratis dari internet
dan dia simpan degan baik sampai
sekarang. Pernah ada kejadian pada
masa susah Toien, saat itu dia ada rencana
membuat sesuatu
untuk keperluan
interior design, pergilah dia ke Guntur
tempat penjualan alat‐alat bekas untuk
membeli peralatan kayu seperti bor, dan
lainya. Kebetulan disana dia melihat tukang
loak gitar, dan dia lupa akan niatnya
semula dibelilah sebuah gitar. Akhirnya
Toien pulang
dengan hanya
membawa gitar
karena uang
untuk beli
peralatan sudah
habis, yang
pastinya ini membuat
istrinya marah
besar sehingga
terjadi percekcokan
dan Toien pun cukup trauma akan
peristiwa tersebut. Tahun
1998, pada masa krisis nasional itu Toien
diajak salah seorang anak pemilik pabrik
jam “ORIENT” untuk membuka usaha
memproduksi jam dinding dari kayu.
Saat itu hanya “SEIKO” yang memproduksi
barang seperti itu. Dan inilah
yang menjadi momentum penting bagi
Toien yang nantinya bisa melahirkan gitar
yang berjudul “Marlique”.
Kelahiran Marlique
“ Kelebihan waktu...”, tegas Toien ketika
ditanya tentang awal mengapa dia
membuat gitar listrik. Bisnis jam dinding
kayu Toien dan temannya itu
cukup berhasil dan berjalan
cukup lancar, tapi proses
pengerjaan jam dinding
kayu itu sendiri tidak
terlalu memakan waktu.
Produksi untuk sebulan
mungkin hanya menyita
waktu Toien sekitar 3 – 4
hari saja dan sisanya
dia habiskan dengan
“tidur”. Karena begitu
126 banyak
waktu kosong, Toien mencoba mengisi
waktu dengan kegiatan‐kegiatan yang
bersifat hobi. Pilihannya kembali pada
gitar, tapi untuk kali ini dia tidak akan
melakukan sesuatu yang membuat istrinya
marah lagi yaitu “membeli gitar”. Toien
berencana membuat gitar. Sekitar tahun
2002, dengan bekal ilmu‐ilmu membuat
gitar yang dulu dia dapatkan dari
internet ‐ yang dia simpan cukup lama
‐ dan perangkat mesin untuk perkayuan
yang dipakai usaha jam dinding
kayu, Toien memulai proyek obsesinya
walau tanpa gitar contoh satupun,
“Membuat Electric Guitar atau Gitar
listrik”. Dia mulai mencari, mengumpulkan
bahan‐bahan atau spare part
untuk gitar listriknya yang pertama, tapi
ternyata gitar yang berhasil dia buat tidak
sesuai harapan, “Udah gitarnya jelek,
tapi biaya yang sudah keluar sama dengan
saya beli gitar bagus seharga mungkin
20 jutaan sekalipun, wah saya pikir
ini gak lucu, ini harus balik duitnya..”,
kenang Toien.
Tetapi kegagalan
tersebut justru memecut semangat
Toien untuk membuat gitar listrik
yang layak. Bahkan kemudian tumbuh
prinsip yang kuat dari Toien dalam
membuat gitar listrik, “ Kayaknya Indonesia
belum ada yang membuat gitar listrik
yang benar‐benar layak secara profesional”,
tegas Toien. Apalagi brand produk
lokal sangat lemah, selalu ada stigma
produk lokal selalu ‘murah’ dan ‘low
quality’. Maka Toien mem‐ proklamirkan
visi “membuat gitar listrik yang
decent dan layak dipakai gitaris profesional”.
Suatu keberuntungan untuk Toien, ia
diperkenalkan oleh temannya dengan
Ridho Hafiedz, gitaris band SLANK.
Tercetuslah ide untuk bekerjasama.
Karena menurut Toien, dalam bisnis bila
kita kurang mampu berarti kita harus cari
“tunggangan” agar bisa berjalan. Dan
ketika merupakan momen yang paling
menentukan, “Kalau besok jadi deal ama
Ridho, ini berlanjut, tapi bila tidak, ini
tidak akan berlanjut, minimal saya punya
kenang ‐kenangan gitar buatan sendiri”,
papar Toien. Ternyata takdir memutuskan
terjadi ‘perkawinan antara Toien dan
Ridho Hafiedz’
yang kemudian
melahirkan MARLIQUE sebagai merek
gitar listrik asli karya anak bangsa ini yang
dimulai tahun 2003. Kerjasama dengan
Ridho membuat Toien makin ‘mumpuni’
dalam membuat gitar listrik walaupun
setahun setelah kerjasama dengan Ridho,
Toien merasa belum bisa membuat gitar
yang layak dijual. Tahun 2005 Marlique
‘terpaksa’ harus launching karena ada
127 pameran
tahunan peralatan musik GAPEX,
walau sebelumnya Marlique sudah
pernah diliput dan masuk majalah bahkan
sempat memasang iklan di majalah
yang akhirnya kebingungan ketika
banyak orang yang menanyakan produk
Toien tersebut.
Guitar Signature
Series
Tahun 2006
Toien pernah
tertidur ,
dia asyik
mengerjakan sebuah
majalah, sehingga
Marlique sedikit terlupa. Karena memang
karena ada pabrik jam dari kayu,
kehidupan sedikit aman seperti yang
diakui Toien. Kepemilikan Toien di
pabrik jam kayu adalah minoritas, tapi di
pabrik gitar nya Toien mayoritas, dan
partner ‐nya pun tidak terlalu ikut campur
lebih dalam pada pabrik gitar Toien. Bisa
dibilang pabrik jam kayu dan pabrik gitar
Toien berjalan harmonis. Modal awal
usaha pabrik gitar Toien berasal dari
honor ataupun keuntungan pribadi Toien
sendiri, sehingga dia merasa bebas dan
nyaman dalam menjalankan usahanya ini.
Sampai saat ini Toien
memperkerjakan
sekitar 20
orang, dengan 14 adalah
pekerja tetapnya.
Dia memperlakukan
usaha kecilnya itu sebagai
industri, sehingga ada pembagian kerja
yang jelas tiap‐tiap pekerja, bagian finishing
tidak boleh nimbrung di bagian pembuatan
“neck” gitar misalnya. Tiap bulan
pabrik gitar ini menghasilkan sekitar
60 buah gitar listrik, perbedaannya dahulu
dan sekarang, kata Toien jika dahulu
dia memproduksi tanpa ada kepastian
bakal laku dan menghadapi kenyataan
bahwa banyak sekali gitarnya di
reject, “Dari 60 gitar yang tidak reject paling
cuman 2 atau 3 gitar”, jelas Toien, “Kalau
sekarang justru terbalik, kita memproduksi
sebanyak itu yakin bakal terjual
dan bisa dibilang jarang ada reject”, tambah
Toien. Sekarang
jumlah pemesanan
terus meningkat sesuai dengan
menanjaknya brand Marlique
di dalam
negeri dan
Toien tidak mencapai
hal ini dengan mudah. Dia ingat diawal
‐awal kalau gitar lokal, termasuk gitar
buatan Toien sendiri, selalu dideskriditkan
bahkan oleh bangsa dia sendiri.
Perlakuan terhadap gitar lokal dengan
gitar brand dari luar walaupun banyak
yang sebenarnya diproduksi di Indonesia
sangat berbeda. “Selalu dicari‐ cari
kesalahan, ampe dibauin segala, katanya
gitar lokal bau yah?, intinya gitar lokal
selalu di cek berlebihan lah dibanding
gitar brand dari luar”, papar
128 Toien.
Bahkan menurut Toien ada cerita, kalau
dahulu ada orang yang membeli gitarnya
dan orang
tersebut hanya
menyimpan gitarnya saja dan masih
enggan untuk dipakai untuk manggung.
Sekarang imej gitar Toien sudah
jauh berbeda, kekuatan “brand image
” Marlique mulai menggema di
tanah airnya sendiri. Ini tidak lepas dari
strategi Toien untuk menggaet para musisi
untuk diajak bekerja sama untuk sama‐
sama mengibarkan brand produk dalam
negeri ini. Setelah Ridho Hafiedz,
kemudian Sony, gitaris J‐Rock , Edwin,
gitaris Cokelat yang dia berhasil ajak
nimbrung sehingga melahirkan gitar‐gitar
seri signature musisi Indonesia, yang
terbaru Toien dapat meng‐endorsi gitaris
papan atas Indonesia, Eet Syahrani, gitaris
EDANE. Semua itu dia dapatkan dengan
perjuangan yang keras, tanpa kenal lelah,
dan menghabiskan waktu, “Learning
process ‐nya yang penting dalam usaha
kreatif seperti ini atau pun industri kreatif
yang lain”,
Toien menerangkan.
Gitar Marlique
yang paling
mahal dijual sekitar
Rp. 3.750.000,‐ yaitu Gitar Marlique Ridho
Hafiedz Signature Series, dan Toien sendiripun
melihat sebagai gitar lokal termahal,
apalagi ditambah faktor begitu minim
nya produsen gitar dengan brand lokal.
Strategi Kreatif Marlique
“ Kami memainkan gitar ini berulang‐
ulang selama beberapa waktu, tanpa
amplifikasi. Ternyata gitar ini
cukup mampu menghadirkan
Playability yang menawan. Sama
sekali tidak ada yang ganjil.
Kadang kita sampai lupa bahwa
ini bukanlah gitar impor. Ini
adalah Marlique yang dibuat di
Tangerang. Bunyi yang terdengar
dari akustikal body‐nya yang terdiri dari
kayu mahogany di‐veneer maple itu
sangat asyik. Posisi handrest‐nya juga
bagus. Ini baru bodinya.”. Liputan
MAJALAH AUDIOPRO, NOVEMBER
2003.
Gitar lokal termahal bisa jadi bukan posisi
yang cukup nyaman apalagi bila
dibandingkan dengan produk‐produk
dengan brand dari luar seperti Ibanez,
Washburn, Cort yang harganya bisa lebih
murah karena ternyata diproduksi dari
dalam negeri. Menurut Toien, Marlique
diciptakan sesuai keinginan para gitaris
sehingga menghasilkan gitar yang
berkualitas bagus yang bisa bersaing
dengan merek‐merek terkenal lainnya
yang harganya mungkin lebih dari 15 juta‐
an. Justru Toien menyebut gitar Marlique‐
nya sebagai “gitar bagus yang tidak terlalu
mahal”. Yang paling penting
dalam produksi gitar menurut
Toien adalah “affordable” yaitu
bisa terjangkau harganya, dan
“realibilties nya harus tinggi”
atau after sale‐nya harus
tinggi, karena biasanya setiap
gitaris bila membeli gitar akan
129
WOOD BODY Body dasar Marlique dibuat dari kayu nyatoh solid, 2 atau 3 lembar, kiln dried, dilem dan dipres. Konstruksi semacam ini mengurangi resiko
melengkung tanpa mengurangi kualitas suara. Jenis kayu ini dipilih karena kualitas suaranya yang bagus, banyak tersedia di Indonesia, mudah dikerjakan dan sudah dikenal dengan baik oleh pasar. Di bagian atas dipasang Curly Maple Veneer , dengan finishing dan perlakuan khusus
untuk menonjolkan keindahan seratnya. Beberapa seri dilukis dengan tangan. Finishing menggunakan Polyurethane yang aman dan kuat. Penyemprotan dilakukan sebanyak 16 sd 20 kali.
Ketebalan body standar, 45 mm, dengan disain body yang balance sehingga terasa enak di bahu. Berat keseluruhan 4 sd 4.5 kg. Seluruh model memakai body binding, single multiply, warna Ivory dari bahan ABS Plastic.
INSIDE MARLIQUE
mempertimbangkan apakah gitar nya
masih bisa dijual kembali atau tidak, yang
berarti gitar tersebut harus memiliki brand
yang bagus sehingga barang bekasnya
masih bernilai.
Strategi promosi dan pemasaran Marlique
pun cukup unik, Toien mengawali dengan
membuat Website
www.marliqueguitars.com dengan dua
bahasa, yang tidak menunggu waktu
cukup lama mendapat perhatian dari
distributor ‐distributor luar negeri, seperti
Denmark, Norwegia, Canada, Australia,
Yunani Singapura dan juga Malaysia.
Kunci utama dalam usaha gitar adalah
“brand image” menurut Toien. Dan yang
paling penting dari brand adalah desain
model gitar itu sendiri. Toien sendiri
menargetkan minimal setiap tahun harus
keluar dua desain gitar model baru, yang
sampai sekarang desain masih dia buat
sendiri walaupun Toien tidak punya latar
belakang pendidikan desain. Apakah
tidak lebih baik jika menyewa seorang
desainer ?
Tidak terlalu perlu menurut Toien.
Justru bila ada desainer malah membuat
tidak efektif dan tidak efisien untuk
memproduksi dan memasarkannya. Toien
mencontohkan perusahaan Samick Guitar,
Samick pernah menyewa desainer ulung
namanya Craig Bennet, tapi ternyata kurang
berhasil. Sebentar saja si desainer ini
akan membuat dan menghasilkan banyak
sekali desain yang jelas akan membingungkan
bagian produksi dan pemasaran.
Model gitar
harus dipromosikan
dan brand‐nya dikenal kuat terlebih
dahulu baru kemudian akan terlihat
penjualannya, jadi menghasilkan begitu
banyak desain bisa dibilang kurang
tepat. Untuk
makin menancapkan brand‐nya di dalam
negeri, Toien menerapkan strategi dengan
menggaet para musisi dengan seri siganture
‐nya dan strategi ini sangat berhasil.
Dan Toien punya kebanggaan sendiri
karena seri signature Marlique sedikit
berbeda dengan seri signature gitar‐ gitar
lain, perbedaanya jika seri signature Marlique,
misalnya Ridho Hafiedz Signature
, yang merupakan full customize
sesuai keinginan Ridho, dijual secara
massal dengan spesifikasi yang sama, tapi
seri signature gitar lain belum tentu seperti
itu. Misal gitar Ibanez seri signature‐nya
Steve Vai, yang dijual massal tidak akan
semirip yang digunakan seorang Steve
Vai. Pickup gitarnya TESLA buatan
pabrikan Korea, khusus dibuat untuk gitar
Marlique, sehingga TESLA menjadi brand
130
NECK Seluruh neck Marlique dibuat dari 3 batang kayu nyatoh atau maple yang dilem dan
dipress untuk menghasilkan neck yang kokoh dan stabil. Serat kayu diatur saling berlawanan untuk menyeimbangkan tarikan antar kayu dan kemudian didiamkan
selama 1 bulan conditioning. Konstruksi dasar dan conditioning bahan neck ini adalah kunci kestabilan neck Marlique.
Pada model Standard dan Deluxe, neck disambung ke body dengan cara dilem set neck untuk menghasilkan sustain yang bagus dan kemudahan akses ke fret-fret
tinggi. Sedangkan untuk model Ridho Signature Series dengan cara disekrup bolt- on menggunakan empat sekrup kokoh untuk alasan kekuatan dan kemudahan
perbaikan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fretboard dibuat dari kayu sonokeling dengan radius 12 inch untuk model Standard
dan Deluxe dan 14 inch untuk model dengan Signature Series. Lebar neck pada nut adalah 1 1116 inch dan 2 316 inch pada fret ke 22. Ketebalan neck untuk model
Standard dan Deluxe adalah 20,5 mm di fret 1 dan 22,5 mm di fret 12. Sedangkan model Ridho Signature Series adalah 21,5 mm di fret 1 dan 23,5 mm di fret 12.
Fretwire yang dipasang adalah ukuran medium, 22 fret pada setiap neck. Seluruh fret dikerjakan dengan standar yang sama untuk semua model untuk menjamin
kenyamanan bermain. Panjang skala 25,5 inch untuk kenyamanan dan ketebalan tone. Setting action playability standar Marlique adalah 116 inch di senar 1 dan
332 inch pada senar 6 di fret 12. Headstock dibuat dengan kemiringan 12 derajat untuk mendapatkan tone yang baik
tetapi tetap menjaga kestabilan nada apabila tremolo dimainkan. Tuners yang dipakai adalah type Die cast dengan rasio 14 : 1 untuk kehalusan putaran, locking
tuners optional. Truss rod single action dipakai dalam produksi awal, sedangkan untuk selanjutnya
dipakai truss rod double action.
INSIDE MARLIQUE
milik gitar Marlique.
Imej yang dibangun sekarang
Marlique adalah gitar untuk
musik Rock. Karena market
yang disasar Toien sekarang
adalah anak muda maka desain
model gitar nya harus berjiwa
musik rock yaitu style yang
berani baik dari warna, gambar
dan lainnya. Musisi remaja atau
anak muda
akan terus
bermunculan dan sepertinya
tidak akan habis sehingga
peluang pasar gitar seperti
Marlique ini akan cukup
panjang. Tapi hal ini pun harus
didukung oleh strategi yang
berani dan pengorbanan yang
gak sedikit. Gitar Marlique
dengan ARMY style Toien
‘paksakan’ muncul ketika ada
momen Ridho SLANK akan
manggung dan diliput salah
satu televisi swasta nasional.
Toien tidak pernah peduli
berapa biaya dan keringat yang
keluar, yang paling penting imej
gitar listrik ARMY sekarang milik
Marlique. Dan secara keseluruhan
pun Toien tidak memperhitungkan
lagi uang‐uang yang dikeluarkan dari
awal, “Wah kalau dihitung pasti
termasuk rugi saya, nanti malah
stress”, Toien menjelaskan. Karena
yang paling penting menurut Toien
adalah visi kedepannya. Secara
material mungkin uang yang dia
keluarkan belum balik tapi apa yang
Toien bangun sudah mulai menuai
hasil. Dan yang paling penting
menuju “world class guitar”, Toien
sudah on the track.
Dari perhelatan akbar Java Jazz 2008,
Toien bisa berkenalan dengan Jean‐
Paul Bluey Maunick, gitaris band
Jazz INCOGNITO. Dan Bluey sangat
“excited” ternyata ada juga gitar bagus
dari Indonesia.
Ini menjadi
kesempatan untuk Toien untuk
melebarkan sayap Marlique dengan
meng ‐endorsi musisi kelas dunia,
walau mungkin dimulai dari gitaris
Jazz.
131
HARDWARE Floating tremolo dengan 2 pivot post adalah standard tremolo yang dipakai
Marlique, diset untuk down dan up 1 nada E ke F pada senar 6, tidak kurang tidak lebih. Beberapa seri memakai tremolo Floyd Rose Licensed.
Pickups untuk model Standard dan Standard SE memakai SAMSHIN 402 H humbucker dengan magnet Ceramic. Sedangkan untuk Deluxe dan Ridho
Signature Series memakai PLASMA III ‘special design’ dari TESLA yang dirancang khusus untuk Marlique. Pickups ini memakai ALNICO magnet untuk
kelembutan suara dan Polyurethane wire untuk output gain yang tinggi. ELECTRONICS
Seluruh Marlique memakai 1 vol dan 1 tone serta 1 three way toggle switch. Pada model Deluxe dan Ridho Hafiedz series memakai push pull pots untuk membuat
pickups neck menjadi series atau paralel. QUALITY CONTROL
Kualitas Marlique diperiksa dari sejak bahan baku dan di setiap tahap pengerjaan. QC akhir untuk setiap gitar yang akan keluar dari pabrik dilakukan
oleh Ridho Hafiedz sendiri. Finishing, tone, intonasi dan playability adalah aspek utama yang menjadi perhatian..
Sumber: www.marliqueguitars.com
INSIDE MARLIQUE
Bagaimana dengan peran pemerintah?
Menurut pendapat Toien pemerintah bisa
sangat berperan dalam perkembangan
industri kreatif, salah satunya membantu
memperbanyak event
atau penyelenggaraan
pameran ataupun EXPO. Seperti
dibidang instrumen musik di Indonesia,
GAPEX yang diselenggarakan setiap
tahun oleh Audio Pro sangat penting
bagi untuk para pelaku industri musik.
Bahkan Toien menargetkan dalam waktu
dekat bisa ikut serta di pameran industri
musik skala dunia di Frankfurt, Jerman,
yang berarti Marlique sudah benar
‐benar siap bersaing di kancah Internasional.
Dengan terbuka Toien berharap ada yang
banyak mengikuti jejaknya, di bidang
apapun itu. Dan yang penting harus
berani melalui “learning process” yang
selama ini dijalani Toien. Para pelaku
industri kreatif Indonesia harus benar‐
benar kreatif dalam setiap hal dan kondisi.
Toien sendiri berusaha menjalani semua
dengan suka, “ Ya saya sih menjalaninya
secara fun, asyik‐asyik ajah gituh”, kata
Toien. Sehingga
ketika bertemu
permasalahan dalam perjalanan Toien bisa
menghadapinya dengan suka duka.
Simak saja pernyataan Toien yang tertulis
di website Marlique.
“ Kami tidak akan berhenti di satu titik
yang mungkin sudah disebut sempurna .
Kami membutuhkan yang lebih dari itu
untuk bisa
dengan bangga
mempersembahkan Marlique ke tangan
Anda sebagai The Best Indonesian Guitar .
Marlique yang ada dihadapan Anda,
dapat bercerita banyak tentang proses
puluhan jam penuh semangat kecintaan
luar biasa yang sudah dilaluinya...”.
Betul sekali, Marlique adalah suatu
pengabdian seorang Toien Barnadhie
Radix untuk kemajuan dunia industri
kreatif Indonesia dengan menghadirkan
“World Class Guitar” untuk bangsa dan
negaranya.
132
DESAIN
I. P