C Berbasis Jumlah Perusahaan

123

V. C

ERITA S UKSES S UBSEKTOR I NDUSTRI K ERAJINAN Marlique: “World Class Guitar from Tangerang” “ Membuat gitar adalah sebuah sikap, hasrat dan semangat untuk selalu menghasilkan gitar yang lebih baik setiap hari. Setiap rancangan, spesifikasi dan bahkan setiap kesalahan selalu mengajarkan sesuatu yang baru. Di Marlique, pintu kami selalu terbuka untuk setiap pendapat dan masukan dari semua pihak demi kesempurnaan yang diharapkan. Dari musisi, guitar techs hingga operator produksi mendapat perhatian yang sama untuk masukan yang diberikan. Usaha untuk selalu menghasilkan gitar yang lebih baik setiap hari dan mendengar masukan sebanyak mungkin adalah sikap dasar seluruh karyawan Marlique”. Tulisan di atas diambil dari website www.marliqueguitar.com . Salah satu fenomena baru yang lain dari produk anak bangsa ini. Menemukan gitar buatan Indonesia di luar negeri mungkin bukan sesuatu yang aneh. Washburn, Ibanez, Cort dan beberapa yang lainnya sudah banyak yang dibuat di Indonesia. Tetapi menemukan brand asli Indonesia di luar negeri, bisa dikatakan sangat susah. Marlique gitar sebagai satu‐satunya pabrikan yang menggunakan 100 genuine Indonesian brand telah membuat terobosan yang cukup membanggakan. Bekerjasama dengan beberapa distributor di Denmark dan Australia Marlique Guitar akan go international. Suatu kerja keras yang patut kita dukung dan banggakan. Tidaklah mudah untuk menempuh market di dua negara tersebut yang terkenal sangat concern dengan kualitas dan standard yang tinggi. Unik memang bila sebuah pabrikan instrumen musik justru mulai memasarkan produknya dengan seri signature atau artis series. Karena biasanya artis series adalah top end dari sekian banyak range produk sebuah pabrikan. Lalu biasanya juga artis series ini dibikin berdasarkan spesifikasi khusus dari si gitaris, yang tidak jarang mengesampingkan kebutuhan musisi kebanyakan. Singkat kata, artis series juga dikatakan custom si artis yang dalam hal ini Ridho Hafiedz. Dan seperti kita ketahui, beliau adalah gitaris kelompok SLANK. Gitar sendiri adalah instrumen musik dengan memiliki sejarah yang klasik panjang yang banyak digunakan oleh beberapa jenis musik. Gitar biasanya memiliki enam senar atau biasa disebut string, tapi ada juga empat, tujuh, delapan, sepuluh dan dua belas string. Gitar listrik memiliki electromagnetic pickups atau hanya sering disebut pickup, yang berfungsi merubah getaran‐getaran dari steel strings atau senar besi menjadi sinyal ‐sinyal listrik yang disalurkan ke amplifier dengan melalui kabel atau radio transmitter. Kemudian suara gitar akan keluar dari amplier hasil modifikasi modulasi sinyal‐sinyal dari gitar dengan perangkat elektronik lainya yaitu vacum tubes di dalam amplifier tersebut. 124 Headstock 1. Nut 2. Machine heads or pegheads, tuning keys, tuning machines, tuners 3. Frets 4. Truss rod 5. Inlays 6. Neck 7. Heel acoustic – Neckjoint electric 8. Body 9. Pickups 10. Electronics 11. Bridge 12. Pickguard 13. Back 14. Soundboard top 15. Body sides ribs 16. Sound hole, with Rosette inlay 17. Strings 18. Saddle 19. Fretboard or Fingerboard Internet Dan Inspirasi Namanya cukup unik, Toien Bernadhie Radix, asal dari kota Yogyakarta. Setelah lulus S1 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada UGM Yogyakarta, Toien hijrah ke Jakarta dan meneruskan studinya dengan beasiswa tapi pada fakultas yang berbeda. Dia mengambil jurusan Magister Manajemen WM IPPM MBA Program for Fresh Graduate di Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen IPPM. Setelah lulus, Toien bekerja ke suatu perusahaan yang katanya masih berhubungan dengan hal‐hal kehutanan. Entah kenapa, Toien 125 merasakan kejanggalan dalam alur hidupnya itu, sehingga dia selalu menjadi gelisah. Terbukti dengan seringnya Toein gonta ganti perusahaan tempat bekerja. Kemudian Dia mencoba berwirausaha dengan macam‐macam usaha namun kembali menemui dinding kegagalan. Karena kegelisahannya itu dia jadi banyak mencari ‐cari apapun itu hal‐hal yang mungkin menarik. Sekitar tahun 1994‐1995 teknologi internet masuk ke Indonesia, dan teknologi inilah yang nantinya merupakan pembuka pintu gerbang keberhasilan Toien. Ketika internet mulai merebak, Toien termasuk yang memiliki kesempatan dan waktu untuk “bercengkrama” dengan teknologi baru ini sehingga dia makin melek akan teknologi dan mulailah petualangan “surfing” di dunia cyber tersebut. Toien pernah ikut‐ ikutan nge‐band pada jaman SMA nya dan terakhir dia memegang gitar adalah sekitar tahun 1984. Tetapi dia tiba‐tiba tergerak untuk mencari segala informasi tentang pembuatan gitar listrik dari internet. Dan yang menarik, dia banyak mendapatkan cara pembuatan gitar listrik yang sangat detil secara gratis dari internet dan dia simpan degan baik sampai sekarang. Pernah ada kejadian pada masa susah Toien, saat itu dia ada rencana membuat sesuatu untuk keperluan interior design, pergilah dia ke Guntur tempat penjualan alat‐alat bekas untuk membeli peralatan kayu seperti bor, dan lainya. Kebetulan disana dia melihat tukang loak gitar, dan dia lupa akan niatnya semula dibelilah sebuah gitar. Akhirnya Toien pulang dengan hanya membawa gitar karena uang untuk beli peralatan sudah habis, yang pastinya ini membuat istrinya marah besar sehingga terjadi percekcokan dan Toien pun cukup trauma akan peristiwa tersebut. Tahun 1998, pada masa krisis nasional itu Toien diajak salah seorang anak pemilik pabrik jam “ORIENT” untuk membuka usaha memproduksi jam dinding dari kayu. Saat itu hanya “SEIKO” yang memproduksi barang seperti itu. Dan inilah yang menjadi momentum penting bagi Toien yang nantinya bisa melahirkan gitar yang berjudul “Marlique”. Kelahiran Marlique “ Kelebihan waktu...”, tegas Toien ketika ditanya tentang awal mengapa dia membuat gitar listrik. Bisnis jam dinding kayu Toien dan temannya itu cukup berhasil dan berjalan cukup lancar, tapi proses pengerjaan jam dinding kayu itu sendiri tidak terlalu memakan waktu. Produksi untuk sebulan mungkin hanya menyita waktu Toien sekitar 3 – 4 hari saja dan sisanya dia habiskan dengan “tidur”. Karena begitu 126 banyak waktu kosong, Toien mencoba mengisi waktu dengan kegiatan‐kegiatan yang bersifat hobi. Pilihannya kembali pada gitar, tapi untuk kali ini dia tidak akan melakukan sesuatu yang membuat istrinya marah lagi yaitu “membeli gitar”. Toien berencana membuat gitar. Sekitar tahun 2002, dengan bekal ilmu‐ilmu membuat gitar yang dulu dia dapatkan dari internet ‐ yang dia simpan cukup lama ‐ dan perangkat mesin untuk perkayuan yang dipakai usaha jam dinding kayu, Toien memulai proyek obsesinya walau tanpa gitar contoh satupun, “Membuat Electric Guitar atau Gitar listrik”. Dia mulai mencari, mengumpulkan bahan‐bahan atau spare part untuk gitar listriknya yang pertama, tapi ternyata gitar yang berhasil dia buat tidak sesuai harapan, “Udah gitarnya jelek, tapi biaya yang sudah keluar sama dengan saya beli gitar bagus seharga mungkin 20 jutaan sekalipun, wah saya pikir ini gak lucu, ini harus balik duitnya..”, kenang Toien. Tetapi kegagalan tersebut justru memecut semangat Toien untuk membuat gitar listrik yang layak. Bahkan kemudian tumbuh prinsip yang kuat dari Toien dalam membuat gitar listrik, “ Kayaknya Indonesia belum ada yang membuat gitar listrik yang benar‐benar layak secara profesional”, tegas Toien. Apalagi brand produk lokal sangat lemah, selalu ada stigma produk lokal selalu ‘murah’ dan ‘low quality’. Maka Toien mem‐ proklamirkan visi “membuat gitar listrik yang decent dan layak dipakai gitaris profesional”. Suatu keberuntungan untuk Toien, ia diperkenalkan oleh temannya dengan Ridho Hafiedz, gitaris band SLANK. Tercetuslah ide untuk bekerjasama. Karena menurut Toien, dalam bisnis bila kita kurang mampu berarti kita harus cari “tunggangan” agar bisa berjalan. Dan ketika merupakan momen yang paling menentukan, “Kalau besok jadi deal ama Ridho, ini berlanjut, tapi bila tidak, ini tidak akan berlanjut, minimal saya punya kenang ‐kenangan gitar buatan sendiri”, papar Toien. Ternyata takdir memutuskan terjadi ‘perkawinan antara Toien dan Ridho Hafiedz’ yang kemudian melahirkan MARLIQUE sebagai merek gitar listrik asli karya anak bangsa ini yang dimulai tahun 2003. Kerjasama dengan Ridho membuat Toien makin ‘mumpuni’ dalam membuat gitar listrik walaupun setahun setelah kerjasama dengan Ridho, Toien merasa belum bisa membuat gitar yang layak dijual. Tahun 2005 Marlique ‘terpaksa’ harus launching karena ada 127 pameran tahunan peralatan musik GAPEX, walau sebelumnya Marlique sudah pernah diliput dan masuk majalah bahkan sempat memasang iklan di majalah yang akhirnya kebingungan ketika banyak orang yang menanyakan produk Toien tersebut. Guitar Signature Series Tahun 2006 Toien pernah tertidur , dia asyik mengerjakan sebuah majalah, sehingga Marlique sedikit terlupa. Karena memang karena ada pabrik jam dari kayu, kehidupan sedikit aman seperti yang diakui Toien. Kepemilikan Toien di pabrik jam kayu adalah minoritas, tapi di pabrik gitar nya Toien mayoritas, dan partner ‐nya pun tidak terlalu ikut campur lebih dalam pada pabrik gitar Toien. Bisa dibilang pabrik jam kayu dan pabrik gitar Toien berjalan harmonis. Modal awal usaha pabrik gitar Toien berasal dari honor ataupun keuntungan pribadi Toien sendiri, sehingga dia merasa bebas dan nyaman dalam menjalankan usahanya ini. Sampai saat ini Toien memperkerjakan sekitar 20 orang, dengan 14 adalah pekerja tetapnya. Dia memperlakukan usaha kecilnya itu sebagai industri, sehingga ada pembagian kerja yang jelas tiap‐tiap pekerja, bagian finishing tidak boleh nimbrung di bagian pembuatan “neck” gitar misalnya. Tiap bulan pabrik gitar ini menghasilkan sekitar 60 buah gitar listrik, perbedaannya dahulu dan sekarang, kata Toien jika dahulu dia memproduksi tanpa ada kepastian bakal laku dan menghadapi kenyataan bahwa banyak sekali gitarnya di reject, “Dari 60 gitar yang tidak reject paling cuman 2 atau 3 gitar”, jelas Toien, “Kalau sekarang justru terbalik, kita memproduksi sebanyak itu yakin bakal terjual dan bisa dibilang jarang ada reject”, tambah Toien. Sekarang jumlah pemesanan terus meningkat sesuai dengan menanjaknya brand Marlique di dalam negeri dan Toien tidak mencapai hal ini dengan mudah. Dia ingat diawal ‐awal kalau gitar lokal, termasuk gitar buatan Toien sendiri, selalu dideskriditkan bahkan oleh bangsa dia sendiri. Perlakuan terhadap gitar lokal dengan gitar brand dari luar walaupun banyak yang sebenarnya diproduksi di Indonesia sangat berbeda. “Selalu dicari‐ cari kesalahan, ampe dibauin segala, katanya gitar lokal bau yah?, intinya gitar lokal selalu di cek berlebihan lah dibanding gitar brand dari luar”, papar 128 Toien. Bahkan menurut Toien ada cerita, kalau dahulu ada orang yang membeli gitarnya dan orang tersebut hanya menyimpan gitarnya saja dan masih enggan untuk dipakai untuk manggung. Sekarang imej gitar Toien sudah jauh berbeda, kekuatan “brand image ” Marlique mulai menggema di tanah airnya sendiri. Ini tidak lepas dari strategi Toien untuk menggaet para musisi untuk diajak bekerja sama untuk sama‐ sama mengibarkan brand produk dalam negeri ini. Setelah Ridho Hafiedz, kemudian Sony, gitaris J‐Rock , Edwin, gitaris Cokelat yang dia berhasil ajak nimbrung sehingga melahirkan gitar‐gitar seri signature musisi Indonesia, yang terbaru Toien dapat meng‐endorsi gitaris papan atas Indonesia, Eet Syahrani, gitaris EDANE. Semua itu dia dapatkan dengan perjuangan yang keras, tanpa kenal lelah, dan menghabiskan waktu, “Learning process ‐nya yang penting dalam usaha kreatif seperti ini atau pun industri kreatif yang lain”, Toien menerangkan. Gitar Marlique yang paling mahal dijual sekitar Rp. 3.750.000,‐ yaitu Gitar Marlique Ridho Hafiedz Signature Series, dan Toien sendiripun melihat sebagai gitar lokal termahal, apalagi ditambah faktor begitu minim nya produsen gitar dengan brand lokal. Strategi Kreatif Marlique “ Kami memainkan gitar ini berulang‐ ulang selama beberapa waktu, tanpa amplifikasi. Ternyata gitar ini cukup mampu menghadirkan Playability yang menawan. Sama sekali tidak ada yang ganjil. Kadang kita sampai lupa bahwa ini bukanlah gitar impor. Ini adalah Marlique yang dibuat di Tangerang. Bunyi yang terdengar dari akustikal body‐nya yang terdiri dari kayu mahogany di‐veneer maple itu sangat asyik. Posisi handrest‐nya juga bagus. Ini baru bodinya.”. Liputan MAJALAH AUDIOPRO, NOVEMBER 2003. Gitar lokal termahal bisa jadi bukan posisi yang cukup nyaman apalagi bila dibandingkan dengan produk‐produk dengan brand dari luar seperti Ibanez, Washburn, Cort yang harganya bisa lebih murah karena ternyata diproduksi dari dalam negeri. Menurut Toien, Marlique diciptakan sesuai keinginan para gitaris sehingga menghasilkan gitar yang berkualitas bagus yang bisa bersaing dengan merek‐merek terkenal lainnya yang harganya mungkin lebih dari 15 juta‐ an. Justru Toien menyebut gitar Marlique‐ nya sebagai “gitar bagus yang tidak terlalu mahal”. Yang paling penting dalam produksi gitar menurut Toien adalah “affordable” yaitu bisa terjangkau harganya, dan “realibilties nya harus tinggi” atau after sale‐nya harus tinggi, karena biasanya setiap gitaris bila membeli gitar akan 129 WOOD BODY Body dasar Marlique dibuat dari kayu nyatoh solid, 2 atau 3 lembar, kiln dried, dilem dan dipres. Konstruksi semacam ini mengurangi resiko melengkung tanpa mengurangi kualitas suara. Jenis kayu ini dipilih karena kualitas suaranya yang bagus, banyak tersedia di Indonesia, mudah dikerjakan dan sudah dikenal dengan baik oleh pasar. Di bagian atas dipasang Curly Maple Veneer , dengan finishing dan perlakuan khusus untuk menonjolkan keindahan seratnya. Beberapa seri dilukis dengan tangan. Finishing menggunakan Polyurethane yang aman dan kuat. Penyemprotan dilakukan sebanyak 16 sd 20 kali. Ketebalan body standar, 45 mm, dengan disain body yang balance sehingga terasa enak di bahu. Berat keseluruhan 4 sd 4.5 kg. Seluruh model memakai body binding, single multiply, warna Ivory dari bahan ABS Plastic. INSIDE MARLIQUE mempertimbangkan apakah gitar nya masih bisa dijual kembali atau tidak, yang berarti gitar tersebut harus memiliki brand yang bagus sehingga barang bekasnya masih bernilai. Strategi promosi dan pemasaran Marlique pun cukup unik, Toien mengawali dengan membuat Website www.marliqueguitars.com dengan dua bahasa, yang tidak menunggu waktu cukup lama mendapat perhatian dari distributor ‐distributor luar negeri, seperti Denmark, Norwegia, Canada, Australia, Yunani Singapura dan juga Malaysia. Kunci utama dalam usaha gitar adalah “brand image” menurut Toien. Dan yang paling penting dari brand adalah desain model gitar itu sendiri. Toien sendiri menargetkan minimal setiap tahun harus keluar dua desain gitar model baru, yang sampai sekarang desain masih dia buat sendiri walaupun Toien tidak punya latar belakang pendidikan desain. Apakah tidak lebih baik jika menyewa seorang desainer ? Tidak terlalu perlu menurut Toien. Justru bila ada desainer malah membuat tidak efektif dan tidak efisien untuk memproduksi dan memasarkannya. Toien mencontohkan perusahaan Samick Guitar, Samick pernah menyewa desainer ulung namanya Craig Bennet, tapi ternyata kurang berhasil. Sebentar saja si desainer ini akan membuat dan menghasilkan banyak sekali desain yang jelas akan membingungkan bagian produksi dan pemasaran. Model gitar harus dipromosikan dan brand‐nya dikenal kuat terlebih dahulu baru kemudian akan terlihat penjualannya, jadi menghasilkan begitu banyak desain bisa dibilang kurang tepat. Untuk makin menancapkan brand‐nya di dalam negeri, Toien menerapkan strategi dengan menggaet para musisi dengan seri siganture ‐nya dan strategi ini sangat berhasil. Dan Toien punya kebanggaan sendiri karena seri signature Marlique sedikit berbeda dengan seri signature gitar‐ gitar lain, perbedaanya jika seri signature Marlique, misalnya Ridho Hafiedz Signature , yang merupakan full customize sesuai keinginan Ridho, dijual secara massal dengan spesifikasi yang sama, tapi seri signature gitar lain belum tentu seperti itu. Misal gitar Ibanez seri signature‐nya Steve Vai, yang dijual massal tidak akan semirip yang digunakan seorang Steve Vai. Pickup gitarnya TESLA buatan pabrikan Korea, khusus dibuat untuk gitar Marlique, sehingga TESLA menjadi brand 130 NECK Seluruh neck Marlique dibuat dari 3 batang kayu nyatoh atau maple yang dilem dan dipress untuk menghasilkan neck yang kokoh dan stabil. Serat kayu diatur saling berlawanan untuk menyeimbangkan tarikan antar kayu dan kemudian didiamkan selama 1 bulan conditioning. Konstruksi dasar dan conditioning bahan neck ini adalah kunci kestabilan neck Marlique. Pada model Standard dan Deluxe, neck disambung ke body dengan cara dilem set neck untuk menghasilkan sustain yang bagus dan kemudahan akses ke fret-fret tinggi. Sedangkan untuk model Ridho Signature Series dengan cara disekrup bolt- on menggunakan empat sekrup kokoh untuk alasan kekuatan dan kemudahan perbaikan apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Fretboard dibuat dari kayu sonokeling dengan radius 12 inch untuk model Standard dan Deluxe dan 14 inch untuk model dengan Signature Series. Lebar neck pada nut adalah 1 1116 inch dan 2 316 inch pada fret ke 22. Ketebalan neck untuk model Standard dan Deluxe adalah 20,5 mm di fret 1 dan 22,5 mm di fret 12. Sedangkan model Ridho Signature Series adalah 21,5 mm di fret 1 dan 23,5 mm di fret 12. Fretwire yang dipasang adalah ukuran medium, 22 fret pada setiap neck. Seluruh fret dikerjakan dengan standar yang sama untuk semua model untuk menjamin kenyamanan bermain. Panjang skala 25,5 inch untuk kenyamanan dan ketebalan tone. Setting action playability standar Marlique adalah 116 inch di senar 1 dan 332 inch pada senar 6 di fret 12. Headstock dibuat dengan kemiringan 12 derajat untuk mendapatkan tone yang baik tetapi tetap menjaga kestabilan nada apabila tremolo dimainkan. Tuners yang dipakai adalah type Die cast dengan rasio 14 : 1 untuk kehalusan putaran, locking tuners optional. Truss rod single action dipakai dalam produksi awal, sedangkan untuk selanjutnya dipakai truss rod double action. INSIDE MARLIQUE milik gitar Marlique. Imej yang dibangun sekarang Marlique adalah gitar untuk musik Rock. Karena market yang disasar Toien sekarang adalah anak muda maka desain model gitar nya harus berjiwa musik rock yaitu style yang berani baik dari warna, gambar dan lainnya. Musisi remaja atau anak muda akan terus bermunculan dan sepertinya tidak akan habis sehingga peluang pasar gitar seperti Marlique ini akan cukup panjang. Tapi hal ini pun harus didukung oleh strategi yang berani dan pengorbanan yang gak sedikit. Gitar Marlique dengan ARMY style Toien ‘paksakan’ muncul ketika ada momen Ridho SLANK akan manggung dan diliput salah satu televisi swasta nasional. Toien tidak pernah peduli berapa biaya dan keringat yang keluar, yang paling penting imej gitar listrik ARMY sekarang milik Marlique. Dan secara keseluruhan pun Toien tidak memperhitungkan lagi uang‐uang yang dikeluarkan dari awal, “Wah kalau dihitung pasti termasuk rugi saya, nanti malah stress”, Toien menjelaskan. Karena yang paling penting menurut Toien adalah visi kedepannya. Secara material mungkin uang yang dia keluarkan belum balik tapi apa yang Toien bangun sudah mulai menuai hasil. Dan yang paling penting menuju “world class guitar”, Toien sudah on the track. Dari perhelatan akbar Java Jazz 2008, Toien bisa berkenalan dengan Jean‐ Paul Bluey Maunick, gitaris band Jazz INCOGNITO. Dan Bluey sangat “excited” ternyata ada juga gitar bagus dari Indonesia. Ini menjadi kesempatan untuk Toien untuk melebarkan sayap Marlique dengan meng ‐endorsi musisi kelas dunia, walau mungkin dimulai dari gitaris Jazz. 131 HARDWARE Floating tremolo dengan 2 pivot post adalah standard tremolo yang dipakai Marlique, diset untuk down dan up 1 nada E ke F pada senar 6, tidak kurang tidak lebih. Beberapa seri memakai tremolo Floyd Rose Licensed. Pickups untuk model Standard dan Standard SE memakai SAMSHIN 402 H humbucker dengan magnet Ceramic. Sedangkan untuk Deluxe dan Ridho Signature Series memakai PLASMA III ‘special design’ dari TESLA yang dirancang khusus untuk Marlique. Pickups ini memakai ALNICO magnet untuk kelembutan suara dan Polyurethane wire untuk output gain yang tinggi. ELECTRONICS Seluruh Marlique memakai 1 vol dan 1 tone serta 1 three way toggle switch. Pada model Deluxe dan Ridho Hafiedz series memakai push pull pots untuk membuat pickups neck menjadi series atau paralel. QUALITY CONTROL Kualitas Marlique diperiksa dari sejak bahan baku dan di setiap tahap pengerjaan. QC akhir untuk setiap gitar yang akan keluar dari pabrik dilakukan oleh Ridho Hafiedz sendiri. Finishing, tone, intonasi dan playability adalah aspek utama yang menjadi perhatian.. Sumber: www.marliqueguitars.com INSIDE MARLIQUE Bagaimana dengan peran pemerintah? Menurut pendapat Toien pemerintah bisa sangat berperan dalam perkembangan industri kreatif, salah satunya membantu memperbanyak event atau penyelenggaraan pameran ataupun EXPO. Seperti dibidang instrumen musik di Indonesia, GAPEX yang diselenggarakan setiap tahun oleh Audio Pro sangat penting bagi untuk para pelaku industri musik. Bahkan Toien menargetkan dalam waktu dekat bisa ikut serta di pameran industri musik skala dunia di Frankfurt, Jerman, yang berarti Marlique sudah benar ‐benar siap bersaing di kancah Internasional. Dengan terbuka Toien berharap ada yang banyak mengikuti jejaknya, di bidang apapun itu. Dan yang penting harus berani melalui “learning process” yang selama ini dijalani Toien. Para pelaku industri kreatif Indonesia harus benar‐ benar kreatif dalam setiap hal dan kondisi. Toien sendiri berusaha menjalani semua dengan suka, “ Ya saya sih menjalaninya secara fun, asyik‐asyik ajah gituh”, kata Toien. Sehingga ketika bertemu permasalahan dalam perjalanan Toien bisa menghadapinya dengan suka duka. Simak saja pernyataan Toien yang tertulis di website Marlique. “ Kami tidak akan berhenti di satu titik yang mungkin sudah disebut sempurna . Kami membutuhkan yang lebih dari itu untuk bisa dengan bangga mempersembahkan Marlique ke tangan Anda sebagai The Best Indonesian Guitar . Marlique yang ada dihadapan Anda, dapat bercerita banyak tentang proses puluhan jam penuh semangat kecintaan luar biasa yang sudah dilaluinya...”. Betul sekali, Marlique adalah suatu pengabdian seorang Toien Barnadhie Radix untuk kemajuan dunia industri kreatif Indonesia dengan menghadirkan “World Class Guitar” untuk bangsa dan negaranya. 132 DESAIN

I. P