328
II. K
ONTRIBUSI
E
KONOMI
S
UBSEKTOR
I
NDUSTRI
S
ENI
P
ERTUNJUKAN
Kontribusi ekonomi sub sektor industri Seni Pertunjukan ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 15 Kontribusi Ekonomi Sub sektor Industri Seni Pertunjukan
Indikator Satuan
2002 2003 2004 2005
2006 Rata‐rata
1. Berbasis Produk Domestik Bruto PDB
a. Nilai Tambah
Miliar Rupiah
93 106
116 118
124 112
b. Nilai terhadap Industri Kreatif
Persen 0,09
0,11 0,11 0,11 0,12
0,11
c. Pertumbuhan Nilai Tambah
Persen ‐
13,82 9,75 1,80
5,23 7,65
d. Nilai terhadap Total PDB
Persen 0,01
0,01 0,01 0,01 0,01
0,01
2. Berbasis Ketenagakerjaan
a. Jumlah Tenaga Kerja
Orang 6.934
7.111 7.988
7.788 8.285
7.621
b. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap
Industri Kreatif
Persen 0,12
0,14 0,14 0,15 0,17
0,14
c. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja terhadap
Total Pekerja
Persen 0,01
0,01 0,01 0,01 0,01
0,01
d. Pertumbuhan Jumlah Tenaga kerja
Persen ‐
2,56 12,34 ‐2,50
6,37 4,69
e. Produktivitas Tenaga kerja
Ribu Rupiah pekerja pertahun 13.415 14.888 14.544 15.187
15.024
14.612
3. Berbasis Nilai Ekspor
a. Nilai Ekspor
Ribu Rupiah
b.Pertumbuhan Ekspor
Persen ‐
0,000 0,000 0,000
0,000 0,000
c. Nilai ekspor thd industri kreatif
Persen 0,000
0,000 0,000 0,000 0,000
0,000
d. Nilai Ekspor thd Total Ekspor
Persen 0,000
0,000 0,000 0,000 0,000
0,000
4. Berbasis Jumlah Perusahaan
a. Jumlah Perusahaan
Perusahaan 1.241
1.308 1.467
1.286 1.314
1.323
b. Pertumbuhan Jumlah Perusahaan
Persen ‐
5,40 12,14 ‐12,35
2,18 1,84
c. Jumlah perusahaan thd industri kreatif
Persen 0,04
0,05 0,05 0,05 0,06
0,05
d. Jumlah perusahaan thd jumlah
perusahaan total
Persen 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 Sumber:
Studi Pemetaan Industri Kreatif Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2007 diolah dari data BPS dan beberapa sumber data lainnya
329
III. A
NALISIS
K
ONDISI
S
UBSEKTOR
I
NDUSTRI
S
ENI
P
ERTUNJUKAN
III.1 Penilaian Kondisi Pondasi dan Pilar Subsektor Industri Seni
Pertunjukan
A. P
ONDASI
S
UMBER
D
AYA
I
NSANI
P
EOPLE
Sumber daya manusia merupakan landasan yang paling vital pada industri seni
pertunjukan. Bukan saja dalam hal jumlah dan sebaran geografis melainkan juga
kemampuan olah dan berkreasi untuk menghasilkan produk seni yang bermutu tinggi dan
diterima oleh pasar. Selain itu, kemampuan mengemas dan mengkomersialkan produk
sangat penting sehingga orang tertarik untuk menonton atau terlibat dalam seni
pertunjukan, sehingga terjadi pertumbuhan industri yang berkelanjutan dengan salah satu
poin penting adalah terjadinya proses regenerasi. Begitu pula pilar people sebagai
penikmatkonsumen sebagai bagian penting dari siklus industri. Disini kemampuan
konsumen untuk menyerap karya seni yang mengandung nilai estetik, budaya, simbolisasi
dan sistem nilai masyarakat sangat diperlukan.
Kondisi yang saat ini menjadi kekuatan positif dari pondasi sumber daya manusia antara
lain: +
Jumlah kelompok seni pertunjukan Indonesia cukup banyak yang menunjukkan
bahwa seniman seni pertunjukan sangat banyak.
41
Kelompok kesenian di Indonesia sudah cukup banyak, yaitu berjumlah sekitar 87 ribu
kelompok. Pada kegiatan Indonesia Performing Art Mart IPAM ketiga yang berlangsung
di Nusa Dua Bali, 6‐10 Juni 2005, terdapat 19 kelompok kesenian Indonesia yang akan
mengisi kegiatan pemasaran seni pertunjukan Indonesia 2005 tersebut, dimana
pemilihan artis kesenian yang ikut serta di IPAM 2005 ini, dilakukan berdasar kualitas
sisi artistik dan manajerial, utamanya karena sangat terkait dengan persiapan menuju
pasar internasional. Yang bertanggung jawab untuk memilih para partisipan dalam
kegiatan IPAM 2005 ini adalah IPAM Advisory Board IAB, terdiri dari kalangan pakar
dan orang‐orang berkompetensi di bidang seni pertunjukan Indonesia, mencakup seni
tari, musik, teater, manajemen seni pertunjukan.
Pada IPAM ke‐4 yang akan diadakan di Institut Seni Indonesia ISI Surakarta, Jl. Ki
Hajar Dewantara 19, Kentingan jebres, Surakarta, tanggal 5 – 9 Juni 2007, telah terpilih 13
kelompok kesenian Indonesia yang akan mengisi kegiatan tersebut. Maraknya kegiatan
IPAM yang diadakan setiap 2 tahun sekali ini menunjukkan bahwa Indonesia sudah
memiliki kelompok seni yang cukup banyak.
+
Lembaga pendidikan seni sudah memadai
Lembaga pendidikan formal untuk kesenian sudah cukup banyak dan tidak
terkonsentrasi pada satu wilayah saja walau belum tersedia diseluruh wilayah Indonesia
yang memiliki budaya setempat yang berbeda. Jenjang sekolah pun sudah melingkupi
sekolah menengah kejuruan SMK hingga perguruan tinggi. Sebagai contoh, SMK
41
http:www.sinarharapan.co.idberita050416hib03.html
330 terdapat
pada kota Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Padang dan Ujungpandang.
Sedangkan tingkat perguruan tinggi seperti Institut Seni Indonesia di Jogjakarta
dan Denpasar, Sekolah Tinggi Seni Indonesia di Bandung, Padang dan Surakarta
juga Institut Kesenian Jakarta IKJ. Tersedianya
lembaga pendidikan formal ini cukup memungkinkan terjadinya proses regenerasi
ide dan tradisi lokal serta proses pencarian bakat di masing masing daerah. Lembaga
pendidikan formal di setiap daerah juga berfungsi sebagai tempat untuk menjaga
kelangsungan seni tradisi warisan dan sangat berperan aktif dalam melakukan eksplorasi
ide‐ide baru. +
Regenerasi tidak hanya mengandalkan lembaga pendidikan formal
Seniman tidak hanya muncul melalui sebuah proses pendidikan formal melainkan juga
informal melalui komunitas, ataupun berguru langsung kepada mpuseniman
seniorcendekiawan. Hal ini lazim ditemukan pada seni tradisi. Jalur pendidikan non
formal ini tidak terikat pada kurikulum baku melainkan sangat bergantung kepada sang
guru. Oleh karena itu, proses ini sangat bertumpu kepada kemampuan seniman senior
dalam memberi pengajaran kepada juniornya.
Adapun kondisi yang menjadi kelemahan dari pondasi sumber daya manusia di industri
seni pertunjukan ini adalah:
− Jumlah produser seni pertunjukan masih sedikit dan memiliki daya tawar tinggi
dibandingkan dengan para seniman seni pertunjukan
42
. Tanpa
menyebut angka secara kuantitatif, Lembaga Manajemen PPM yang bekerjasama dengan
Yayasan Seni Taratak, Jambi, menyebutkan bahwa jumlah produser relatif lebih sedikit
dibandingkan dengan jumlah seniman tradisi, dengan kondisi finansial yang umumnya
jauh lebih baik dibandingkan seniman seni tradisi. Akibatnya adalah daya tawar
seniman seni pertunjukan terhadap produser menjadi lemah. Lemahnya daya tawar
seniman seni pertunjukan ini juga disebabkan karena persaingan antar seniman seni
pertunjukan itu sendiri yang saling menjatuhkan harga jual seni pertunjukan kepada produser,
karya seni yang dihasilkan oleh seniman seni pertunjukan ini tidak mempunyai
ciri khas, sehingga mudah ditiru, produser dapat dengan mudah berpindah dari
satu seniman ke seniman lainnya tanpa mengurangi kualitas paket wisata budaya yang
ditawarkan kepada penikmat seni, produse memiliki informasi yang lebih lengkap mengenai
seni tradisi suatu wilayah maupun tentang pasar wisata budaya itu sendiri, dan
seniman seni tradisi sangat kurang memiliki informasi tentang pasar dan industri pariwisata
budaya.
− Profesi Seniman belum sejajar dengan profesi lain yang mengakibatkan penurunan
jumlah peminat sekolah kesenian
Keberlangsungan profesi seniman ditentukan dari kaderisasi secara kuantitatif dan
kualitatif. Secara kuantitatif berarti adanya proses regenerasi sedangkan kualitatif dalam
arti kualitas produk seni yang dihasilkan terus menerus mengalami peningkatan tanpa
42
http:www.budpar.go.idpage.php?ic=541id=150
331 ada
wacana yang hilang. Diistilahkan sebagai murtani, seorang seniman junior harus mampu
mementaskan ide dari seniman yang lebih senior. Dibalik
itu, profesi seniman pertunjukan belum sejajar dengan profesi lainnya. Hal ini berkorelasi
dari kurang hidupnya industri seni pertunjukan ini. Kecenderungan yang terjadi
adalah jumlah peminat yang terus memperlihatkan pernurunan. Selain itu, para siswa
sekolah seni yang diharapkan menjadi seniman pertunjukan pun hanya menjadikan
seni sebagai hobi. Akibatnya para calon seniman muda ini memilih untuk tidak
meneruskan yang berujung kepada kemerosotan kualitas pekerja dan produk seni itu
sendiri. Situasi ini tidak mengherankan karena industri yang tidak menarik secara finansial
tidak menjadi pilihan favorit sebagai profesi atau bisnis.
− Apresiasi masyarakat dalam negeri atas seni secara umum maupun seni yang
mengakar pada tradisi budaya bangsa relatif rendah.
Rendahnya apresiasi masyarakat atas seni berujung kepada minimnya permintaan
terhadap seni pertunjukan. Produk seni pertunjukan mengalami persaingan yang berat
dari barang substitusi sesama produk “pertunjukan” seperti film, sinetron televisi dan
hiburan lain. Fenomena ini sangat kontradiktif dengan pemahaman bahwa seni dan
budaya adalah sebuah sistem yang melingkupi kehidupan manusia yang terbentuk dari
sebuah sistem nilai, simbol dan makna yang bernilai.
Namun kondisinya adalah apresiasi masyarakat pada kesenian khsusunya seni
pertunjukan tradisi sangat rendah. Dalam kerangka analisis industri, minimnya
permintaan mengurangi minat pelaku industri untuk masuk ke dalam industri tersebut.
Sedangkan dalam konteks pendidikan, ketika sebuah industri cukup menjanjikan bagi
masa depan akan mengundang jumlah peminat yang besar. Namun yang terjadi saat ini
adalah rendahnya apresiasi yang berimbas kepada rendahnya permintaan sehingga
tidak menarik bagi kaum muda untuk terjun kedalam profesi seniman pertunjukan. Hal
ini tidak baik dalam jangka panjang karena isu masalah regenerasi dan kemampuan
kreasi menjadi turun.
− Minimnya kritikus seni pertunjukan
Kritikus sangat diperlukan untuk menciptakan semangat memperbaiki diri dan motivasi
dalam proses kreasi sebuah karya seni pertunjukan. Sejatinya, kritikus yang baik harus
muncul dengan wawasan yang luas dan kemampuan memberikan kritik. Umumnya
kritikus seni diperankan oleh seniman senior. Saat ini regenerasi kritikus seni yang
berkualitas menurun seiring dengan menurunnya peminat pada profesi seniman
pertunjukan. Padahal, kritikus seni juga berperan dalam mencegah adanya pelanggaran
HKI. Namun, dengan perantara media internet, sangat dimungkinkan terlontarnya kritik
dari masyarakat langsung ataupun publik secara luas sehingga kritik yang datang dapat
menciptakan iklim untuk terus membangun perbaikan kualitas.
− Kemampuan bisnis dan manajemen yang rendah
Seniman umumnya hanya berkonsentrasi bagaimana menghasilkan karya seni sehingga
kemampuan untuk mengolah menjadi sebuah produk seni yang bernilai komersil dan
layak jual sangat kurang. Oleh karena itu diperlukan manajer seniman yang berperan
dalam urusan bisnis dan manajemen. Sebaiknya yang berperan sebagai manager atau
pihak yang mengurusi urusan bisnis adalah orang yang faham tentang seni pertunjukan.
332 Paling
tidak, pengenalan dan penambahan wawasan terhadap ilmu bisnis dan manajemen
termasuk pemasaran perlu diberikan kepada seniman.
B. P
ILAR
I
NDUSTRI
I
NDUSTRY
Kondisi yang menjadi keunggulan pada industri ini adalah:
+
Jumlah seniman yang tampil di mancanegara sudah ada walau masih sedikit
Ternyata dari kelompok seniman yang berjumlah puluhan ribu yang tersebar seantero
nusantara tidak banyak yang mampu tampil dalam pentas manca negara. Konon hanya
sekitar 20‐an saja yang pernah diundang ke mancanegara. Namun ada juga seniman
dengan kemampuan yang diakui pada kancah internasional dan mampu memperoleh
penghargaan seperti Sardono W Kusumo sebagai seniman Asia pertama yang mendapat
penghargaan International Society for the Performing Arts Foundation ISPA.
+
Permintaan seni pertunjukan Indonesia di luar negeri mulai bermunculan, walaupun
masih sedikit.
Menurut Surya dari Departemen Pariwisata Republik Indonesia, kekayaan seni
pertunjukan Indonesia berada di posisi ketiga di bawah Cina dan India, tetapi dari 87
kelompok seni pertunjukan Indonesia, hanya 20‐an saja yang pernah diundang ke
mancanegara. Dari
kegiatan IPAM 2004 menghasilkan kesempatan bagi pesertanya, Mimi Rasinah dan Keraton
Surakarta untuk menyajikan pertunjukan kesenian di daratan Eropa. Mimi Rasinah,
maestro tari berusia 75 tahun dengan karya Topeng Indramayu telah melakukan
pementasan di beberapa kota di Inggris selama dua minggu Juli 2005, sedangkan
Keraton Surakarta melaksanakan pementasan keliling di beberapa kota di Eropa
pada bulan Agustus 2005. Adapun
kelemahan yang terjadi pada industri ini adalah:
− Penonton seni pertunjukan adalah seniman itu sendiri
Sering ditemukan sebuah seni pertunjukan ditonton hanya oleh lingkungan seniman itu
sendiri, sedangkan pasar di luar pekerja seni itu relatif sedikit. Bagai siklus yang terus
menurun seakan makin membuat seni pertunjukan ini makin tidak terkenal dan makin
terpuruk. Seakan seni pertunjukan adalah barang hiburan eksklusif bagi masyarakat
seniman itu sendiri, sehingga upaya untuk mengangkat apresiasi masyarakat atas seni
pertunjukan sangat diperlukan.
− Posisi tawar seniman yang rendah menekan harga jual
Persaingan internal industri yaitu persaingan antar seniman sangat tinggi. Jumlah
seniman yang lebih banyak daripada produser membuat terjadinya perang harga yang
berujung kepada penurunan kualitas. Usaha untuk mengatur standardisasi tarif seni
pertunjukan dilanggar oleh seniman itu sendiri. Hal ini terjadi karena daya tawar
seniman yang rendah sehingga memaksa untuk menuruti harga yang ditetapkan oleh
produser, event organizer maupun hotel.
− Produk substitusi lebih diminati pasar
Seni pertunjukan berhadapan langsung dengan barang substitusi lain seperti hiburan
tontonan lain seperti televisi dan film. Seni pertunjukan sulit bersaing karena
333 berhubungan
dengan selera pasar yang semakin tidak mengapresiasi seni pertunjukan. Sementara
produk substitusi menawarkan berbagai kelebihan dari sisi biaya, kemudahan
dan sifat populer. Beberapa pihak menginginkan hiburan tontonan yang mudah
dicerna dengan durasi yang singkat 45‐60 menit saja. Beberapa bentuk seni pertunjukan
membutuhkan waktu yang sangat lama semakin membuat masyarakat malas
untuk menonton. Lemahnya
daya tawar terhadap produk substitusi menyebabkan tekanan terhadap harga.
Terlepas dari kualitas seni pertunjukan, harga ini berdampak kepada dua hal: tingkat
kesejahteraan pekerja seni dan memburuknya kualitas karena harus menurunkan level
biaya.
− Kemasan seni pertunjukan kurang menarik
Seni pertunjukan dianggap sebagai sesuatu yang tidak menarik oleh masyarakat. Tingkat
apresiasi rendah ini salah satunya berawal dari ketidakmampuan produsen untuk
mengemas produk menjadi sesuatu tontonan yang cocok dengan selera pasar. Tuntutan
agar produsen mampu mengemas budaya menjadi sesuatu yang menarik dan dapat
mengungguli bentuk hiburan lainnya sangat diperlukan.
− Ketakutan eksploitasi seni menjadi komoditi yang hanya memikirkan keuntungan
Pekerja seni sangat peduli dengan ekploitasi seni secara berlebihan yang kelak akan
mengurangi nilai dari seni itu sendiri atau dengan kata lain membuat terjadinya
pendangkalan seni atau pelecehan atas seni itu sendiri. Disisi lain pasar menuntut
sesuatu yang menarik dari seni pertunjukan, layak jual dan berpotensi membawa tingkat
pengembalian yang sepadan. Disinilah letak kreativitas seniman dituntut agar
melakukan perimbangan antara keinginan pasar dan kelestarian seni. Hal ini masih
sangat kurang pada seniman.
− Promosi sudah diupayakan namun belum berhasil maksimal
Promosi kegiatan seni pertunjukan dalam bentuk festival telah dilakukan seperti adanya
event IPAM Indonesia Performing Arts Mart. Kegiatan ini sudah mengundang manajemen
seni, promoter, agen dan produser dari luar negeri. Kegiatan serupa pun telah diadakan
secara parsial di daerah‐daerah. Namun, diperlukan bukan saja kegiatan promosi yang
mempertemukan antara pelaku seni dan kritikus melainkan masyarakat luas untuk
membangun kesadaran tentang kesenian. Hasil yang diharapkan adalah munculnya
pasar pasar potensial baik di dalam negeri maupun luar negeri yang memiliki apresiasi
tinggi terhadap kesenian
− Biaya produksi mahal
Produk seni pertunjukan membutuhkan biaya produksi yang mahal mulai dari kostum,
tata ruang, hingga penggunaan peralatan teknologi. Dalam proses penciptaan karya seni
pertunjukan dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Artinya dibutuhkan tempat untuk
melakukan latihan sebelum pementasan. Modal inilah yang juga membuat seni
pertunjukan berbiaya besar diawal.
− Produk seni pertunjukan yang ditawarkan relatif sama, kurang bervariasi mudah
ditiru
334 Pelaku
seni pertunjukan ini dituntut untuk lebih kreatif dalam membuat konsep pertunjukan
sehingga pertunjukan yang dipertontonkan memiliki nilai estetika yang tinggi
dan tidak mudah ditiru oleh seniman lain.
C. P
ILAR
T
EKNOLOGI
T
ECHNOLOGY
Jika ditinjau dari aspek teknologi, subsektor seni pertunjukan ini memiliki beberapa
kelemahan, yaitu:
− Kurangnya penggunaan teknologi pada industri seni pertunjukan
Ada perbedaan besar ketika pementasan La Galigo yang disutradarai oleh Robert Wilson
dengan seni tradisi yang diangkat oleh seniman lokal yaitu daya jualnya. Fenomena ini
cukup menarik karena seni tradisi yang selama ini dituduh sulit untuk terjual ternyata
berkebalikan. Penggunaan teknologi adalah salah satu isu yang harus diperhatikan
dalam melakukan pementasan seni pertunjukan.
− Infrastruktur gedung pertunjukan kurang memadai secara kuantitas dan kualitas
Gedung pertunjukan yang ada di Indonesia hanya berjumlah sedikit. Pada akhirnya
seniman harus memakai ruang publik non‐seni untuk melakukan pementasan.
Walaupun hal ini juga dapat dipandang sebagai hal yang menarik untuk menaikkan
apresiasi masyarakat. Gedung yang ada masih kurang memadai dari sisi jumlah dan
kualitas untuk mendukung pementasan seni yang bagus.
− Mahalnya biaya penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur utama dan pendukung
Peralatan dan infrastruktur membutuhkan dana untuk pemeliharaan. Pengelola gedung
akan menarik bayaran dari seniman yang menyewa sebagai pendapatan yang salah
satunya digunakan sebagai biaya pemeliharaan. Namun, seniman terbebani apabila
menanggung seluruh biaya tersebut. Padahal disisi lain, para seniman tidak bisa
menaikkan harga. Akibatnya, para seniman meminimasi penggunaan tempat sebagai
latihan dan pengelola gedung hanya mendapatkan pendapatan yang minimum sehingga
untuk memelihara gedung apalagi teknologi sangat berat.
D. P
ILAR
S
UMBER
D
AYA
R
ESOURCES
Subsektor Industri seni pertunjukan tidak memerlukan sumberdaya alam dalam proses
produksinya. Sumber daya alam mungkin hanya digunakan sebagai pendukung dekorasi
atau kostum bagi pemain dalam sebuah pertunjukan.
Namun Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya yang berupa seni warisan dan
tradisi termasuk keagamaan. Sumber daya ini berpotensi sebagai sebuah keunggulan
komparatif ketika mampu diangkat dan dikemas secara apik dan identik dengan milik
bangksa Indonesia.
E. P
ILAR
I
NSTITUSI
I
NSTITUTION
Kondisi positif yang dapat dijadikan kekuatan bagi industri pertunjukan di Indonesia
terkait dengan kondisi institusi adalah sebagai berikut:
+
Komunitas seniman telah terbentuk
335 Seniman
pada dasarnya cenderung untuk berkelompok dan membuat perkumpulan bersama
berdasarkan kedekatan jenis seni yang didalaminya. Komunitas yang terbentuk ini
sedianya diarahkan untuk menjadi kontrol kualitas maupun sarana sharing dan elaborasi
ide antar pekerja seni. Namun pada kenyataannya seringkali komunitas ini tidak
berfungsi dengan semestinya. Walaupun
komunitas seniman telah terbentuk, tetapi terdapat kondisi negatif yang dapat menjadi
kelemahan dan ancaman bagi industri seni pertunjukan, yaitu:
− Seni warisan dan tradisi kolektif rentan diakui negara lain
Fenomena bahwa seni tradisi diaku oleh bangsa lain cukup marak akhir‐akhir ini.
Regulasi telah mengatur mengenai hak cipta kolektif berupa warisan seni tradisi pada
UU Hak Cipta khususnya pasal 10. Hak cipta atas Folkore dipegang oleh negara. Disini
negara memiliki peran penting dalam menjaga warisan budaya agar tidak diakui oleh
bangsa lain. Masih diperlukan penegakan hukum untuk melindungi khazanah budaya
khas Indonesia. Peran aktif dalam mempromosikan seni warisan budaya dalam berbagai
kesempatan sangat diperlukan agar masyarakat internasional pun mengetahui asal
muasal sebuah seni pertunjukan tradisi milik bangsa Indonesia.
− Beberapa daerah mengimplementasikan aturan seni pertunjukan namun pengawasan
kurang
Beberapa daerah seperti Bali dan Jogja telah membuat aturan mengenai pentarifan dan
standar pementasan seni pertunjukan termasuk mengenai jumlah aktor yang terlibat.
Sayangnya hal ini dilanggar oleh pembeli produk seni pertunjukan dan seniman itu
sendiri. Hal ini terjadi karena tidak terjadinya komitmen antar pelaku industri seni
pertunjukan dan daya tawarnya terhadap pembeli seni pertunjukan.
F. P
ILAR
L
EMBAGA
P
EMBIAYAAN
F
INANCIAL
I
NTERMEDIARY
Pembiayaan bagi seni pertunjukan merupakan hal yang krusial, karena sebagian besar seni
pertunjukan di Indonesia, belum memiliki nilai komersial, bahkan seringkali merugi.
Kondisi lembaga pembiayaan bagi industri seni pertunjukan di Indonesia adalah sebagai
berikut:
− Lembaga pembiayaan belum mau masuk ke industri seni pertunjukan
Industri seni pertunjukan belum tersentuh oleh lembaga pembiayaan mengingat
rendahnya tingkat pengembalian modal pada industri ini. Selain itu kemungkinan
menuai kerugian cukup besar. Padahal, industri ini membutuhkan dukungan untuk
melaksanakan aktivitasnya. Mengingat peranannya yang berfungsi bukan saja kegiatan
yang bernilai komersial melainkan juga sebagai salah satu cara menjaga warisan budaya
bangsa, diperlukan insentif khusus bagi yang terlibat pada industri ini. Namun dalam
jangka panjang tetap harus bisa dilepaskan dan berdiri sendiri serta memiliki siklus
keberlangsungan yang baik.
+
Maraknya CSR berpotensi diarahkan untuk menyalurkan kepada industri seni
pertunjukan
Corporate Social Responsibility yang marak akhir‐akhir ini berpotensi untuk diarahkan
kepada pembangunan industri seni pertunjukan khususnya seni tradisi agar terjaga
kelestariannya. Memang saat ini pementasan seni pertunjukan telah mencoba untuk
336 menggaet
pihak sponsor dalam upaya menanggung biaya pertunjukan. Namun bagi perusahaan
untuk terjun dalam bentuk sponsorship tetap mempertimbangkan jumlah exposure
yang diperoleh melalui pementasan tersebut. Padahal penikmat seni pertunjukan
sangatlah sedikit. Walhasil bentuk sponsorship yang diberikan bernilai kecil. Perusahaan
tidak bisa dipaksakan untuk terjun sebagai donatur karena sifat dasar dari perusahaan
sebagai badan yang mencari keuntungan. Diperlukan skema insentif bisa berupa
keringanan pajak yang dapat menarik peminat perusahaan untuk turut aktif dalam
pengembangan industri seni pertunjukan ini baik dalam bentuk sponsorship ataupun
bentuk lain.
337
III.2 Pemetaan Kekuatan, kelemahan, Peluang serta Ancaman Sub sektor industri Seni Pertunjukan
PondasiPilar Strength
Weakness Opportunity
Threats
People
+ Jumlah
kelompok kesenian banyak
dan tersebar berbagai
daerah +
Sekolah kesenian cukup
banyak +
Regenerasi tidak hanya
melalui sekolah formal
− Masyarakat belum memberikan
apresiasi yang tinggi terhadap seni
pertunjukan khususnya seni tradisi
− Jumlah produser lebih sedikit
daripada seniman
− Minimnya kritikus seni
− Kurangnya penguasaan teknologi tata
panggung dan cahaya
− Seniman tidak memiliki kemampuan
bisnis dan manajemen
+ Apresiasi
dan minat yang cukup
tinggi atas budaya dan
warisan budaya Indonesia
oleh masyarakat dunia
− Hilangnya pelaku‐
pelaku seni tradisional
− SDM potensial tidak
ingin berkarir dibidang
seni − Jumlah peminat
sekolah kesenian
menurun
Industry
+ Memiliki
sumber daya yang memadai
untuk memproduksi
seni pertunjukan
− Kemasan pertunjukan kurang menarik
− Pemasaran komersialisasi tidak
dikelola dengan baik, karena khawatir
jika seni menjadi komoditi yang hanya
memikirkan keuntungan
− Daya tawar seniman yang rendah
dalam industri seni pertunjukan
− Produk seni pertunjukan realtif sama,
tidak bervariasi dan mudah ditiru
+ Dapat
dikemas dengan sektor
pariwisata dalam bentuk
wisata budaya +
Pasar luar negeri cukup
terbuka bagi seni
pertunjukan Indonesia
− Produk substitusi sinetron,
film, video, musik
lebih diminati pasar
Technology
+ Tidak
terlalu bergantung pada
teknologi yang bersifat
hightech − Kurangnya
penggunaan teknologi untuk
menciptakan nilai tambah pada industri
seni pertunjukan − Minimnya
ruang publik infrastruktur
gedung pertunjukan untuk
melakukan pementasan seni +
Pemanfaatan konsep
tradisional dalam teknis
panggung pementasan
−
338
PondasiPilar Strength
Weakness Opportunity
Threats
pertunjukan − Biaya
penyediaan pemeliharaan infrastruktur
utama pendukung yang
relatif mahal
Resources
+ Budaya
warisan budaya merupakan
sumber inspirasi
materi seni pertunjukan
+ Sumber
daya alam Indonesia
yang dapat digunakan
dalam konsep panggung
seni pertunjukan − Tradisi
budaya Indonesia tidak terdokumentasi
dengan baik +
Tradisi budaya
Indonesia sudah banyak
dikenal oleh masyarakat di
dunia
Institution
+ Seni
Pertunjukan tradisi merupakan
salah satu bentuk
cagar budaya +
Komunitas kesenian sudah
cukup banyak
+ Di
beberapa daerah sudah mengimplementasikan
aturan seni pertunjukan
− Minimnya apresiasi terhadap pelaku
seni pertunjukan khususnya
pertunjukan tradisional
− Kurangnya perlindungan terhadap
hasil karya seni pertunjukan
− Pengawasan yang kurang atas
pelaksanaan peraturan seni
pertunjukan +
Meningkatnya pengetahuan
masyarakat lokal
dan luar negeri akan berbagai
macam bentuk seni
pertunjukan tradisi − Klaim
bentuk‐bentuk seni
pertunjukan tradisional
oleh bangsa lain
− Matinya seni
pertunjukan di dalam
negeri
Financial Intermediary
− Belum ada lembaga pembiayaan yang
mau berinvestasi, sebagian besar usaha
seni pertunjukan tidak bankable.
+ Maraknya
CSR berpotensi diarahkan
untuk menyalurkan
kepada industri
seni pertunjukan
339
IV. R
ENCANA
S
TRATEGIS
P
ENGEMBANGAN
S
UBSEKTOR
I
NDUSTRI
S
ENI
P
ERTUNJUKAN
IV.1 Sasaran Arah Pengembangan Sub sektor Industri Seni Pertunjukan
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai adalah industri yang profitable dan mampu bersaing di pasar
domestik maupun internasional dengan struktur industri yang kuat tanpa terjadi erosi nilai
dan kaidah seni yang benar serta didukung oleh keragaman seni budaya bangsa.
Arah Pengembangan
Prasyarat paling mendasar untuk terciptanya industri seni pertunjukan yang profitable dan
berkelanjutan adalah terciptanya pasar sebagai penggerak utama. Terciptanya pasar yang
berangkat dari tingginya apresiasi masyarakat diharapkan mampu memajukan industri ini
sekaligus memberikan lingkungan persaingan yang kompetitif dan sehat.
Bagaikan sebuah siklus permasalahan tanpa ujung, dimana industri seni pertunjukan
dipaksa dapat muncul ketika tidak ada respon dari masyarakat sebagai konsumen dan
lembaga keuangan pendukung. Begitu pula sebaliknya ketika mengharapkan pasar muncul
berupa apresiasi masyarakat yang tinggi ketika seni pertunjukan tidak mampu mengangkat
sebuah suguhan pertunjukan yang menarik karena keterbatasan dana dan infrastruktur. Hal
ini akan semakin memburuk ketika industri seni pertunjukan tidak mampu menarik
seniman ‐seniman baru yang berkualitas untuk turut berkecimpung di industri ini hanya
karena alasan profesi yang tidak memiliki masa depan. Ketika regenerasi gagal dilakukan
maka secara jangka panjang membahayakan keberlangsungan industri ini.
Pemutus lingkaran permasalahan ini diperlukan intervensi pemerintah dalam bentuk
penciptaan lingkungan yang kondusif dalam memberikan kesempatan semua pihak ikut
membangun apresiasi masyarakat, dimulai dengan pengenalan dan promosi seni
pertunjukan kepada khayalak luas. Terlalu berat bagi pemerintah untuk melakukan
dukungan langsung kepada industri ini sehingga diperlukan kebijakan yang merangsang
semua pihak baik berlatar belakang komersil maupun non komersil untuk turut aktif
memasyarakatkan seni pertunjukan. Langkah‐langkah yang dapat dilakukan antara lain:
kebijakan insentif pajak, pemberian subsidi, pembangunan infrastruktur, penyelenggaraan
pagelaran seni pertujukan secara berkelanjutan, pemberian penghargaan kepada maestro
seni berakar pada tradisi bangsa sebagai national heritage, hingga kebijakan yang mendukung
arah peningkatan kualitas pekerja seni terutama penggunaan teknologi pada pementasan.
Berdasarkan analisis kondisi, pemetaan SWOT industri dan penetapan sasaran pencapaian
di tahun 2015 bagi industri seni pertunjukan ini, maka arah pengembangan industri seni
pertunjukan ini adalah sebagai berikut:
1. Perluasan pasar domestik dan internasional.
Terbentuknya pasar yang besar merupakan daya tarik industri agar individu tertarik
untuk bekerja pada industri tersebut serta investor tertarik untuk menanamkan
modalnya pada industri tersebut.
340 Perluasan
pasar domestik dan internasional bagi industri seni pertunjukan Indonesia dapat
dicapai dengan berbagai cara, misalnya: dengan melakukan kolaborasi dengan industri
lain, meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap seni pertunjukan Indonesia, dan
dengan melakukan aktivitas pemasaran bagi seni pertunjukan Indonesia. Pasar
akan terbentuk dengan baik apabila didahului dengan tingkat apresiasi masyarakat
yang tinggi atas seni pertunjukan. Memasyarakatkan seni pertunjukan ini harus
dimulai sejak dini pada usia sekolah. Usaha melalui langkah ini baru akan terlihat pada
jangka panjang. Sedangkan
target untuk menciptakan pasar dalam jangka pendek dapat dimulai dengan kegiatan
pemasaran yang dapat diarahkan kepada pasar internasional maupun pasar domestik.
Kegiatan pemasaran ini dapat dilakukan dengan mengikuti kegiatan‐kegiatan khusus
– tour pertunjukan, mengisi acara di kedutaan besar, dsb‐ ,mengikuti kegiatan festivalbursa
seni pertunjukan di dalam maupun di luar negeri, ataupun melakukan promosi
melalui media elektronik maupun cetak. Langkah
kolaborasi bersama industri lain dapat dilakukan dengan cara mengemas sebuah
produk atau kegiatan dimana salah satu unsurnya adalah seni pertunjukan. Hal ini
mungkin dilakukan pada kegiatan pariwisata ataupun perusahaan saat launching produk
lain dengan seni pertunjukan sebagai salah satu pengisi acara.
2. Perlindungan penghargaan terhadap karya dan pelaku seni pertunjukan