443
III. K
ONDISI
I
NDUSTRI
R
ISET
D
AN
P
ENGEMBANGAN
III.1 Penilaian Kondisi Pondasi dan Pilar Subsektor Riset Dan
Pengembangan
A. P
ONDASI
S
UMBER
D
AYA
M
ANUSIA
P
EOPLE
Kondisi sumber daya manusia Indonesia dalam hal riset dan pengembangan sesungguhnya
memiliki potensi kekuatan yang dapat menjadi sumber keunggulan bersaing. Terutama
karena keberhasilan industri riset dan pengembangan di suatu negara ditentukan oleh
strategi persaingan berdasarkan competitive advantage.
Beberapa situasi penting tentang sumber daya manusia Indonesia di bidang riset dan
pengembangan adalah:
+ Semakin banyaknya lulusan‐lulusan perguruan tinggi yang menjadi potensi utama
untuk suksesnya riset dan pengembangan
Subsektor industri penelitian dan pengembangan adalah salah satu kelompok industri
kreatif yang paling bersandar pada insan kreatif yang berlevel pendidikan tinggi, tidak
seperti subsektor lain yang tidak mutlak hanya tenaga kerja berpendidikan tinggi yang
bisa berperan.
+ Kualitas pendidikan pada perguruan‐perguruan tinggi tersebut juga semakin baik
Hal ini sangat mendorong kemampuan menelurkan lebih banyak sarjana‐sarjana dengan
pemikiran kreatif di bidang riset dan pengembangan.
+ Peningkatan daya saing internasional pakar dan peneliti Indonesia
Kemampuan pakar dan peneliti Indonesia, baik yang berada di dalam maupun luar
negeri, dalam menciptakan hasil penelitian dan produk teknologi yang berkualitas telah
mampu bersaing dengan peneliti mancanegara. Sebagai contoh, tiga peneliti wanita
Indonesia saat ini telah memenangkan L’Oreal Unesco Award for Women Scientist, sebuah
penghargaan bagi peneliti wanita di tingkat internasional berdasarkan proposal riset,
masing ‐masing Dr. Ines Atmosukarto LIPI, Dr. Fenny Martha Dwivanny ITB dan Dr.
Made Tri Ari Penia Kresnowati ITB.
+ Lahirnya para inventor dan innovator independen
Para inventor dan innovator independen ini perlu didukung oleh pemerintah maupun
dunia industri karena mereka merupakan sumber inovasi yang paling kreatif dan
mandiri namun memerlukan sumber daya, akses pasar dan berbagai kebutuhan
manajerial lainnya.
+ Meningkatnya jiwa entrepreneur di masyarakat terutama di kalangan generasi muda.
Walaupun hal ini sesungguhnya adalah blessing in disguise dari terjadinya krisis dan
belum pulihnya ekonomi, namun ternyata hal inilah yang membuka peluang lebih besar
untuk pengembangan kewirausahaan, terutama yang berbasis teknologi
technopreneurship.
444
+ Potensi brain circulation
Semakin banyaknya tenaga riset dan pengembangan Indonesia yang berkiprah di dunia
usaha maupun lembaga penelitian luar negeri internasional walaupun hal ini
nampaknya sebuah ancaman dari perspektif ‘brain drain’, tetapi sesungguhnya menjadi
potensi kekuatan dan peluang jika dilihat sebagai ‘brain circulation’
57
dan nantinya ‘brain re
‐gain
58
’ .
Akan tetapi, berbagai aspek positif keunggulan SDM riset dan pengembangan Indonesia
tersebut sayangnya belum dibarengi dengan output yang optimal:
‐ Rendahnya produktivitas HKI Indonesia
Produktivitas SDM Indonesia dalam menghasilkan kekayaan intelektual masih tertinggal
dibandingkan negara lain. Misalkan jumlah keseluruhan hasil paten dalam negeri pada
tahun 1990an masih kalah jumlahnya dibandingkan Samsung –sebuah perusahaan Korea
Selatan– yang mampu meningkatkan jumlah paten dari 400 paten menjadi 1600 paten.
‐ Jumlah paten meningkat namun belum signifikan
Walaupun sejak tahun 2000an jumlah paten tersebut mulai meningkat ITB misalnya,
saat ini sudah memiliki sekitar 400 paten, tapi jumlahnya masih belum signifikan.
Pendaftaran desain industri oleh LIPI misalkan seperti pada grafik berikut, jumlahnya
tetap belum signifikan.
1 2 7
1 8 1 5
6 2 0
4 0 6 0
8 0 1 0 0
1 2 0 1 4 0
P ate n Hak
Cipta M e r k
D e sain Industri
Gambar 37 Jenis dan Jumlah Hak atas Kekayaan Intelektual HKI yang dihasilkan Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia LIPI per Desember 2007
59
‐ Perguruan tinggi di Indonesia belum bisa melahirkan knowledge cluster
57
Sumber: interview dengan Menristek Prof. Kusmayanto Kadiman pada Campus Asia Vol. 1 No. 3, Juni 2008: “Circulation
of top brains amid inferiority complex”
58
Fenomena yang terjadi dengan China dan India ketika para top talents overseas Chinese and Indians‐nya pulang
ke asal saat negara mereka bangkit menunjukkan fenomena ini
59
Sumber: Dr. Manaek Simamora, Pusat Inovasi LIPI
445 Tantangan
besar juga dimiliki oleh lembaga pendidikan tinggi di Indonesia, terutama universitas,
untuk bukan hanya menghasilkan lulusan yang berkualitas tetapi juga menjadi
cikal bakal lahirnya knowledge cluster. Silicon Valley di Amerika Serikat misalkan,
lahir dari tumbuhnya para entrepreneur yang merupakan lulusan –bahkan tak jarang
drop‐out–dari perguruan tinggi terkemuka seperti Stanford University. Di Bandung
pernah dan masih terjadi pembahasan apakah Bandung High Tech Valley BHTV
bisa tumbuh dengan potensi yang dimiliki dari banyaknya perguruan tinggi berkualitas
ITB, Unpad, Unpar, STT Telkom, dll, lembaga riset LIPI, Risti Telkom, dll dan
perusahaan terkemuka di bidang industri strategis dan telekomunikasi Telkom, INTI,
PT DI, dll. Sayangnya realisasi BHTV hingga saat ini masih jauh panggang dari api.
B. P
ILAR
I
NDUSTRI
I
NDUSTRY
Kondisi sumber daya manusia di atas yang sesungguhnya sangat penting bagi tumbuh
suburnya riset dan pengembangan sayangnya masih kurang didukung oleh dunia industri
yang kurang memandang penting peran riset dan pengembangan.
‐ Industri yang kurang komitmen dalam penelitian dan pengembangan
Industri di Indonesia secara umum lebih cenderung hanya menggunakan teknologi dan
hasil riset yang telah siap proven dan kurang memiliki niatan untuk mengembangkan
sesuatu sendiri. Selain itu, mereka cenderung menggunakan sistem lisensi produk
daripada pengembangan produk baru. Walaupun dari pertimbangan cost benefit secara
jangka pendek hal ini adalah lumrah karena riset dan pengembangan membutuhkan
investasi biaya yang cukup besar dan digestion periodwaktu tuai yang cukup panjang,
tetapi secara jangka panjang dari perspektif keunggulan bersaing tadi hal ini adalah
kondisi yang mengkhawatirkan. Perusahaan yang tidak berupaya untuk berinvestasi
pada riset dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi sebagai sumber keunggulan
bisnis di masa depan, seberapa pun menguntungkan dan unggul secara bisnis, akan
kehilangan kepemimpinannya dari perusahaan yang memandang riset dan
pengembangan sebagai bagian strategis dari bisnisnya.
‐ Investasi litbang terlalu besar proporsinya dilakukan oleh pemerintah
Sebagai akibat dari situasi di atas, sebagian besar investasi dalam bidang riset dan
pengembangan 80 di Indonesia masih dilakukan oleh pemerintah terutama lewat
lembaga litbang pemerintah. Bahkan secara total anggaran litbang oleh pemerintah dan
swasta masih berada pada kisaran 0,05 dari PDB, suatu angka yang sangat kecil. Secara
normatif target prosentase litbang terhadap PDB di negara berkembang diharapkan
berada pada kisaran 1. Selain itu, jika kita melihat contoh bagaimana Korea Selatan
berhasil mentransformasi diri dari negara berkembang menjadi macan Asia yang
disegani, maka jumlah investasi RD oleh industri swasta yang signifikan dan jauh
melebihi pemerintah adalah kuncinya, seperti ditunjukkan dalam diagram berikut.
446
Gambar 38 Perkembangan Persentase Anggaran Penelitian dan Pengembangan di Korea Selatan
60
Dalam hal ini, dapat kita katakan bahwa pilar industri kita masih memiliki banyak
kelemahan untuk menunjang lahirnya industri penelitian dan pengembangan yang kuat.
Pemerintah telah menerbitkan PP No. 35 tahun 2007 tentang penyisihan anggaran
institusi untuk melakukan kegiatan riset dan pengembangan, tapi nampaknya belum
menjadi insentif yang cukup, selain karena PP tersebut juga belum diratifikasi oleh DPR.
+ Inisiatif baru dari industri untuk mendukung inventor dan inovator independen
Walaupun demikian, beberapa inisiatif dari industri untuk mendukung pengembangan
inventor dan innovator independen layak mendapatkan pujian, seperti misalkan program
Indigo Indonesian Digital Community oleh PT. Telkom, Indonesia Berprestasi Award oleh
PT. Excelcomindo Pratama dan Black Innovation Award oleh PT. Djarum.
+ Meningkatnya kebutuhan riset dan pengembangan
Selain itu, peluang muncul dengan meningkatnya kebutuhan riset dan pengembangan,
terutama dalam konteks outsourcing alih daya riset dan pengembangan yang mulai
marak. Outsourcing ke Indonesia oleh perusahaan‐perusahaan multinasional, dibarengi
dengan membanjirnya produk teknologi sekaligus tenaga kerja litbang asing ke
Indonesia, sebenarnya bisa dijadikan batu pijakan untuk mengembangkan penelitian dan
pengembangan di Indonesia sebagai proses belajar dan menyerap hasil pengembangan
teknologi yang telah ada. Mekanisme reverse engineering yang banyak diterapkan oleh
60
Sumber: Dr. Derek Chen, World Bank Institute, presentasi tentang “Using Knowledge for Development: General Strategies
and the Case of Korea” dalam Conference on Knowledge Architectures for Development: Challenges Ahead
for Asian Business and Governance di Singapore Management University, 24‐25 Maret 2008
447 negara
‐negara Asia Timur terbukti sebagai resep bagi suksenya transformasi Jepang, Korea,
Taiwan dan nampaknya kelak China dalam menjadi negara industri.
C. P
ILAR
T
EKNOLOGI
T
ECHNOLOGY
‐ Lemahnya infrastruktur teknologi, terutama ICT sebagai enabler industri litbang
Kondisi pilar teknologi dalam konteks industri litbang berada pada situasi yang unik,
karena teknologi sebenarnya merupakan salah satu output signifikan dari industri
litbang. Namun pada saat yang sama, industri litbang juga membutuhkan teknologi
untuk berproduksi menghasilkan penelitian. Kondisi ini menghadapi situasi belum
terbentuknya pangsa pasar bagi kegiatan litbang dalam negeri. Pasar suatu hasil litbang
idealnya dapat memenuhi kebutuhan pasar global. Tetapi suatu negara berkembang
seperti Indonesia mempunyai kepentingan agar hasil litbang tersebut dapat
dimanfaatkan oleh industri dalam negeri. Bahkan, jika perlu hasil litbang yang
digunakan tersebut tidak hanya bersumber dari dalam tetapi juga luar negeri. Sebagai
contoh, pemerintah Malaysia memberikan insentif bagi perusahaan domestik yang
membeli lisensi dari luar negeri untuk diproduksi di Malaysia, dalam bentuk sharing
biaya lisensi teknologi hingga 50. Industri litbang Indonesia belum mendapatkan
insentif seperti itu untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam melakukan
kegiatan litbang.
Salah satu teknologi yang sangat signifikan perannya dalam pengembangan litbang
adalah infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, baik dalam bentuk jaringan
telepon maupun akses untuk internet. Dalam hal ini, sekali lagi contoh dari negara‐
negara Asia Timur yang sangat pesat penetrasi jumlah pengguna internetnya seperti
pada diagram berikut menunjukkan bahwa TIK adalah kunci sukses utama key success
factors kuatnya litbang suatu negara.
448
Gambar 39 Perkembagan Penetrasi Pengguna Internet di Negara‐Negara Industri Asia Timur
Dibandingkan Rata‐Rata Negara OECD
61
Secara spesifik dalam konteks Korea Selatan, penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi dalam bentuk telepon, telepon seluler, komputer dan akses internet juga
menunjukkan penetrasi pesat seperti ditunjukkan pada diagram di bawah. Hal ini
berperan penting untuk membentuk virtuous cycle lingkaran kebajikan, dimana
informasi infrastruktur modern tersebut memungkinkan sharing aplikasi dan konten
yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas litbang.
61
Sumber: Dr. Derek Chen, World Bank Institute, presentasi tentang “Using Knowledge for Development: General Strategies
and the Case of Korea” dalam Conference on Knowledge Architectures for Development: Challenges Ahead
for Asian Business and Governance di Singapore Management University, 24‐25 Maret 2008
449
Gambar 40 Penetrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi di Korea Selatan, per 1000 penduduk
62
Dalam hal ini, investasi infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi merupakan
fokus utama dalam pilar teknologi bagi tumbuhnya industri litbang di Indonesia,
mengingat bahwa posisi daya saing Indonesia dalam hal ini masih sangat rendah
dibandingkan negara‐negara Asia Timur tersebut.
D. P
ILAR
S
UMBER
D
AYA
R
ESOURCES
Dalam aspek sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun industri litbang yang kuat,
Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam jelas‐jelas memiliki keunggulan.
Keunggulan tersebut terutama dalam bentuk:
+ Kekayaan hayati Indonesia
Tingginya keanekaragaman hayati biodiversity alam Indonesia, yang tercatat adalah
nomor 3 di dunia setelah Brazil dan Zaire. Keanekaragaman hayati adalah sumber
inspirasi yang sangat bermakna bagi lahirnya penelitian dan pengembangan yang
produktif.
+ Keunggulan geografis Indonesia
Luasnya wilayah Indonesia baik berupa lahan untuk berusaha, bumi yang kaya maupun
lautan yang berlimpah hasilnya.
+ Ketersediaan sumber daya alam
62
Sumber: Dr. Derek Chen, World Bank Institute, presentasi tentang “Using Knowledge for Development: General Strategies
and the Case of Korea” dalam Conference on Knowledge Architectures for Development: Challenges Ahead
for Asian Business and Governance di Singapore Management University, 24‐25 Maret 2008
450 Sumber
daya alam Indonesia yang cukup banyak tersedia, walaupun dalam hal ini kita belum
mampu betul memanfaatkannya sebagai kekuatan, bahkan cenderung menjadi ancaman
karena banyaknya ketergantungan kita kepada kemampuan asing dalam mengolah
sumber daya alam tersebut.
+ Potensi local genius Indonesia
Kekhasan sumber daya alam di masing‐masing daerah, yang sesungguhnya bisa menjadi
potensi lahirnya penelitian dan pengembangan berbasis bahan tradisional yang
memanfaatkan local genius yang unik bagi konteks Indonesia, sekaligus memiliki daya
saing di tingkat global, misalkan pengembangan obat‐obatan herbal seperti jamu.
Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam dan luasnya lahan sebagai pilar sumber daya ini
tidak boleh menjadikan Indonesia menjadi terlena, seperti kondisi yang banyak terjadi
sekarang, apalagi dengan banyaknya sumber daya alam tersebut justru dimanfaatkan oleh
negara lain. Keyakinan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya sehinga memiliki potensi
untuk menjadi negara yang besar tersebut belum terbukti menjadi faktor daya saing yang
signifikan. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla bahkan mengatakan bahwa dari negara‐negara
yang dikenal dan menjadi perhatian dunia saat ini, bukan kekayaan alam yang dimiliki yang
menjadi faktornya, melainkan majunya perekonomian seperti Cina, atau bahkan negara kecil
seperti Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam tetapi mampu mengelolanya dan
berkembang menjadi negara maju
63
‐ Lemahnya kemampuan penelitian dan pengembangan terhadap sumber daya alam
Indonesia
Dalam hal ini sesungguhnya faktor kemampuan mengelola sumber daya alam agar
menjadi input untuk litbang yang mampu bersaing, sesungguhnya masih menjadi
kelemahan bagi Indonesia.
‐ Orientasi jangka pendek dengan preferensi pada nilai tambah yang segera walaupun
rendah
Selain itu, kebanyakan pelaku perdagangan komoditi berbasis sumber daya alam
cenderung mengeskpor bahan mentah dengan nilai tambah rendah, daripada berupaya
mengolahnya lewat riset dan pengembangan yang dapat meningkatkan nilai tambah.
‐ Lokasi geografis rawan bencana
Ancaman lain yang cukup kritis bagi Indonesia adalah situasi geografisnya yang berada
pada lokasi rawan bencana alam pacific ring of fire. Akan tetapi sesungguhnya hal ini
juga menjadi potensi peluang untuk lebih giat mengembangkan teknologi yang
menunjang sistem deteksi dini terhadap bencana alam.
E. P
ILAR
I
NSTITUSI
I
NSTITUTION
Peranan pilar institusi yang sangat signifikan bagi industri litbang dan dipandang masih
lemah dan perlu dikembangkan adalah:
‐ Lemahnya governance capacity pemerintah daerah
63
Komentar Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam ”Kaya Sumber Daya Alam, RI Belum Jadi Perhatian Dunia”, Detikfinance.com,
Selasa, 11 Maret 2008
451 Kebijakan
pemerintah yang secara umum belum mendukung, di antaranya pemerintah daerah
yang masih kurang berperan aktif mendukung kegiatan riset dan pengembangan. Era
desentralisasi dan otonomi daerah seperti sekarang padahal mendorong besarnya peranan
pemerintah daerah dalam penentuan kebijakan. Selain itu dukungan pemerintah
dalam bentuk penciptaaan inkubator bagi kegiatan riset dan pengembangan masih
rendah.
‐ Rawan terhadap instabilitas politik dan resesi ekonomi dunia
Kebijakan riset dan pengembangan juga sangat terkait dua hal: situasi politik dan
kondisi ekonomi nasional bahkan regional maupun global. Sebagai contoh, perubahan
politik dapat mengakibatkan sia‐sianya hasil riset dan pengembangan bertahun‐tahun
seperti yang terjadi pada kasus industri dirgantara Indonesia. Selain itu, keadaan
ekonomi yang kurang kondusif dapat mengakibatkan aktivitas riset dan pengembangan
kurang bergairah.
‐ Kurangnya sinergi antara lembaga pendidikan dan lembaga litbang
Peranan lembaga pendidikan dan lembaga litbang milik pemerintah yang masih perlu
bersinergi lebih baik, karena keduanya merupakan unsur dalam sistem inovasi nasional
lihat rantai nilai. Lembaga pendidikan tinggi terutama universitas berperan tidak
hanya dalam menghasilkan riset, tetapi juga menghasilkan lulusan yang berkemampuan
riset untuk lembaga litbang, dan berkemampuan profesional untuk terjun di industri.
Dalam hal ini, kurikulum pendidikan yang membentuk kreativitas, menghargai HKI dan
mendorong kewirausahaan menjadi sentral.
‐ Kurangnya layanan dan inspirasi terhadap inventor dan innovator untuk berkembang
Peranan asosiasi dan lembaga yang secara khusus menyediakan jasa untuk memenuhi
kebutuhan inventor juga masih perlu didorong. Pembentukan community of practice
menjadi salah satu langkah yang bisa dikembangkan untuk keperluan itu.
‐ Apresiasi rendah terhadap bangsa sendiri inferiority complex
Di samping itu, penghargaan bangsa Indonesia terhadap talenta anak negerinya sendiri
dalam bidang riset dan pengembangan justru masih kurang dibandingkan penghargaan
terhadap tenaga riset asing, yang ditunjukkan dengan kesenjangan terhadap tingkat
remunerasi antara tenaga riset asing dibandingkan tenaga riset bangsa sendiri
‐ Budaya inovasi yang kurang tumbuh subur
Hal di atas dapat membawa lemahnya budaya inovasi yang bersumber pada kurangnya
penekanan pada kreativitas dalam sistem pendidikan nasional sejak tingkat pendidikan
dasar hingga perguruan tinggi. Unsur kreativitas harus menjadi bagian sentral dalam
kurikulum yang berbasis kompetensi.
F. P
ILAR
L
EMBAGA
P
EMBIAYAAN
F
INANCIAL
I
NTERMEDIARY
Pembiayaan merupakan faktor yang sangat signifikan dalam litbang, terutama kaitannya
dengan komersialisasi hasil penelitian, yang merupakan salah satu kelemahan utama litbang
di Indonesia.
452
‐ Lemahnya komersialisasi hasil litbang di Indonesia
Salah satu penyebab utamanya adalah sebelum tuntasnya
komersialisasi suatu hasil
riset, biasanya sudah terjadi peralihan ke agenda riset yang lain.
‐ Kurang dukngan pendanaan dan manajemen
Hal ini juga diakibatkan kurangnya dukungan pendanaan dan pengelolaan manajemen
bagi suatu hasil penelitian untuk dikembangkan menjadi produk atau proses yang dapat
diterapkan di industri dan memiliki nilai ekonomis.
‐ Peran inkubator belum optimal
Pembentukan inkubator‐inkubator oleh lembaga litbang pemerintah misalkan Pusat
Pengembangan UKM oleh BPPT maupun universitas misalkan Pusat Inkubator Bisnis
ITB terkadang belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para peneliti, terutama
innovator dan inventor independen.
‐ Prinsip pembiayaan oleh perbankan yang terlalu konservatif bagi inovator dan
inventor independen
Pembiayaan tidak dapat mengandalkan lembaga keuangan konvensional seperti
perbankan, karena penerapan sistem agunan untuk mendapatkan pinjaman tentunya
menyulitkan bagi seorang pelaku litbang, terutama bagi innovatorinventor independen
Perkembangan dan perubahan tatacara bisnis secara global sesungguhnya membuka banyak
peluang bagi terciptanya sumber pembiayaan bagi sebuah penelitian untuk bisa
dikomersialisasikan. Di antaranya adalah:
+ Lembaga venture capital modal ventura
Munculnya lembaga modal ventura seperti Sarana Jabar Ventura, yang sayangnya dalam
konteks Indonesia masih lebih banyak berperan dalam investasi bisnis yang cenderung
berisiko kecil dan telah menghasilkan, sehingga kurang mendukung lahirnya hasil
penelitian baru yang biasanya memiliki risiko dan tingkat ketidakpastian lebih besar.
+ Potensi pendanaan dari CSR Corporate Social Responsibility
Meningkatnya tuntutan akan tanggung jawab sosial perusahaancorporate social
responsibility CSR yang menghasilkan sumber pendanaan cukup besar yang di
antaranya dapat dimanfaatkan bagi pengembangan penelitian. Walaupun demikian,
masih terdapat perdebatan soal peruntukan dana CSR ini apakah layak untuk
kepentingan litbang, mengingat tujuan utamanya adalah untuk memberikan kompensasi
bagi ekosistem sekitar usaha yang terkena dampak aktivitas bisnis.
+ Inisiatif dari industri untuk mengembangkan inkubator bagi industri kreatif
Munculnya program‐program dari perusahaan yang bertujuan untuk mengembangkan
industri kreatif tanah air, yang di antaranya juga berperan sebagai inkubator seperti yang
dilakukan Telkom dengan program INDIGO, dimana 3 dari total belanja modal sebesar
Rp. 18 trilliun dialokasikan untuk itu. Sebagai inkubator, Telkom bertindak sebagai
pemasar dan modal ventura dengan pendanaan yang disediakan per proyek tidak lebih
dari Rp. 100 juta dan diarahkan pada karya‐karya yang mencerdaskan, ikut
membangkitkan semangat kebangsaan, dan mengangkat keragaman budaya Indonesia
oeh para pelaku industri kreatif indie terutama content provider yang tidak tertampung
dalam industri mainstream.
453
III.2 Pemetaan Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Subsektor Riset dan Pengembangan
Berdasarkan uraian kondisi masing‐masing pilar di atas, dapat dirangkum SWOT industri riset dan pengembangan di Indonesia sebagai berikut:
PondasiPilar Strength
Weakness Opportunity
Threats People
Jumlah dan kualitas lulusan PT
meningkat Munculnya
innovator inventor
independen Semangat
entrepreneur menguat
Produktivitas peneliti
menghasilkan HKI masih rendah
Peneliti Indonesia berprestasi
internasional Peneliti
Indonesia di lembaga internasional
Potensi ‘brain circulation’
Tenaga kerja riset asing
meningkat Bahaya
‘brain drain’
Industry
Total investasi bidang RD
sangat rendah
Pemerintah masih dominan,
swasta kurang berperan
Insentif bagi swasta masih
kurang Meningkatnya
kebutuhan outsourcing
RD Inisiatif
industri menunjang indie
Industri berorientasi jangka
pendek dalam memandang
RD Negara
lain sangat intensif dalam
anggaran RD
Technology
Infrastruktur ICT information
communication technology masih
sangat kurang Kemampuan
sharing knowledge
, content dan aplikasi
terhambat Semakin
tertinggal dari negara
berkembang Asia yang
lebih baik infrastruktur
ICT
Resources
Keanekaragaman hayati tinggi
Luas wilayah dan kekayaan
Kemampuan mengelola SDA
rendah Kecenderungan
ekspor bahan Ketergantungan
pada asing dalam
mengelola SDA Lokasi
rawan bencana
454
PondasiPilar Strength
Weakness Opportunity
Threats
sumber alam
Kekhasan potensi sumber alam
daerah baku
dengan nilai tambah rendah alam
Institution
Kebijakan pemerintah belum
mendukung Budaya
inovasi lemah Penghargaan
terhadap tenaga riset
bangsa sendiri rendah Sinergi
lembaga litbang dan lembaga
pendidikan kurang Community
of practice masih kurang
Pengaruh politik dan
ekonomi global terhadap
kebijakan litbang
Desentralisasi dengan
lemahnya governance
capacity di daerah
Financial Intermediary
Perbankan yang tidak
mendukung Modal
ventura masih terlalu konservatif
Komersialisasi tidak tuntas
Tumbuhnya inisiatif swasta
untuk indie
Potensi dana CSR bisa
dimanfaatkan Potensi
besar dari hasil riset yang tidak
tuntas terkomersialisaikan Modal
ventura perlu di‐ reform,
benchmark dengan
best practice internasional
455
IV. R