K Berbasis Jumlah Perusahaan

443

III. K

ONDISI I NDUSTRI R ISET D AN P ENGEMBANGAN III.1 Penilaian Kondisi Pondasi dan Pilar Subsektor Riset Dan Pengembangan

A. P

ONDASI S UMBER D AYA M ANUSIA P EOPLE Kondisi sumber daya manusia Indonesia dalam hal riset dan pengembangan sesungguhnya memiliki potensi kekuatan yang dapat menjadi sumber keunggulan bersaing. Terutama karena keberhasilan industri riset dan pengembangan di suatu negara ditentukan oleh strategi persaingan berdasarkan competitive advantage. Beberapa situasi penting tentang sumber daya manusia Indonesia di bidang riset dan pengembangan adalah: + Semakin banyaknya lulusan‐lulusan perguruan tinggi yang menjadi potensi utama untuk suksesnya riset dan pengembangan Subsektor industri penelitian dan pengembangan adalah salah satu kelompok industri kreatif yang paling bersandar pada insan kreatif yang berlevel pendidikan tinggi, tidak seperti subsektor lain yang tidak mutlak hanya tenaga kerja berpendidikan tinggi yang bisa berperan. + Kualitas pendidikan pada perguruan‐perguruan tinggi tersebut juga semakin baik Hal ini sangat mendorong kemampuan menelurkan lebih banyak sarjana‐sarjana dengan pemikiran kreatif di bidang riset dan pengembangan. + Peningkatan daya saing internasional pakar dan peneliti Indonesia Kemampuan pakar dan peneliti Indonesia, baik yang berada di dalam maupun luar negeri, dalam menciptakan hasil penelitian dan produk teknologi yang berkualitas telah mampu bersaing dengan peneliti mancanegara. Sebagai contoh, tiga peneliti wanita Indonesia saat ini telah memenangkan L’Oreal Unesco Award for Women Scientist, sebuah penghargaan bagi peneliti wanita di tingkat internasional berdasarkan proposal riset, masing ‐masing Dr. Ines Atmosukarto LIPI, Dr. Fenny Martha Dwivanny ITB dan Dr. Made Tri Ari Penia Kresnowati ITB. + Lahirnya para inventor dan innovator independen Para inventor dan innovator independen ini perlu didukung oleh pemerintah maupun dunia industri karena mereka merupakan sumber inovasi yang paling kreatif dan mandiri namun memerlukan sumber daya, akses pasar dan berbagai kebutuhan manajerial lainnya. + Meningkatnya jiwa entrepreneur di masyarakat terutama di kalangan generasi muda. Walaupun hal ini sesungguhnya adalah blessing in disguise dari terjadinya krisis dan belum pulihnya ekonomi, namun ternyata hal inilah yang membuka peluang lebih besar untuk pengembangan kewirausahaan, terutama yang berbasis teknologi technopreneurship. 444 + Potensi brain circulation Semakin banyaknya tenaga riset dan pengembangan Indonesia yang berkiprah di dunia usaha maupun lembaga penelitian luar negeri internasional walaupun hal ini nampaknya sebuah ancaman dari perspektif ‘brain drain’, tetapi sesungguhnya menjadi potensi kekuatan dan peluang jika dilihat sebagai ‘brain circulation’ 57 dan nantinya ‘brain re ‐gain 58 ’ . Akan tetapi, berbagai aspek positif keunggulan SDM riset dan pengembangan Indonesia tersebut sayangnya belum dibarengi dengan output yang optimal: ‐ Rendahnya produktivitas HKI Indonesia Produktivitas SDM Indonesia dalam menghasilkan kekayaan intelektual masih tertinggal dibandingkan negara lain. Misalkan jumlah keseluruhan hasil paten dalam negeri pada tahun 1990an masih kalah jumlahnya dibandingkan Samsung –sebuah perusahaan Korea Selatan– yang mampu meningkatkan jumlah paten dari 400 paten menjadi 1600 paten. ‐ Jumlah paten meningkat namun belum signifikan Walaupun sejak tahun 2000an jumlah paten tersebut mulai meningkat ITB misalnya, saat ini sudah memiliki sekitar 400 paten, tapi jumlahnya masih belum signifikan. Pendaftaran desain industri oleh LIPI misalkan seperti pada grafik berikut, jumlahnya tetap belum signifikan. 1 2 7 1 8 1 5 6 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 1 4 0 P ate n Hak Cipta M e r k D e sain Industri Gambar 37 Jenis dan Jumlah Hak atas Kekayaan Intelektual HKI yang dihasilkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI per Desember 2007 59 ‐ Perguruan tinggi di Indonesia belum bisa melahirkan knowledge cluster 57 Sumber: interview dengan Menristek Prof. Kusmayanto Kadiman pada Campus Asia Vol. 1 No. 3, Juni 2008: “Circulation of top brains amid inferiority complex” 58 Fenomena yang terjadi dengan China dan India ketika para top talents overseas Chinese and Indians‐nya pulang ke asal saat negara mereka bangkit menunjukkan fenomena ini 59 Sumber: Dr. Manaek Simamora, Pusat Inovasi LIPI 445 Tantangan besar juga dimiliki oleh lembaga pendidikan tinggi di Indonesia, terutama universitas, untuk bukan hanya menghasilkan lulusan yang berkualitas tetapi juga menjadi cikal bakal lahirnya knowledge cluster. Silicon Valley di Amerika Serikat misalkan, lahir dari tumbuhnya para entrepreneur yang merupakan lulusan –bahkan tak jarang drop‐out–dari perguruan tinggi terkemuka seperti Stanford University. Di Bandung pernah dan masih terjadi pembahasan apakah Bandung High Tech Valley BHTV bisa tumbuh dengan potensi yang dimiliki dari banyaknya perguruan tinggi berkualitas ITB, Unpad, Unpar, STT Telkom, dll, lembaga riset LIPI, Risti Telkom, dll dan perusahaan terkemuka di bidang industri strategis dan telekomunikasi Telkom, INTI, PT DI, dll. Sayangnya realisasi BHTV hingga saat ini masih jauh panggang dari api.

B. P

ILAR I NDUSTRI I NDUSTRY Kondisi sumber daya manusia di atas yang sesungguhnya sangat penting bagi tumbuh suburnya riset dan pengembangan sayangnya masih kurang didukung oleh dunia industri yang kurang memandang penting peran riset dan pengembangan. ‐ Industri yang kurang komitmen dalam penelitian dan pengembangan Industri di Indonesia secara umum lebih cenderung hanya menggunakan teknologi dan hasil riset yang telah siap proven dan kurang memiliki niatan untuk mengembangkan sesuatu sendiri. Selain itu, mereka cenderung menggunakan sistem lisensi produk daripada pengembangan produk baru. Walaupun dari pertimbangan cost benefit secara jangka pendek hal ini adalah lumrah karena riset dan pengembangan membutuhkan investasi biaya yang cukup besar dan digestion periodwaktu tuai yang cukup panjang, tetapi secara jangka panjang dari perspektif keunggulan bersaing tadi hal ini adalah kondisi yang mengkhawatirkan. Perusahaan yang tidak berupaya untuk berinvestasi pada riset dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi sebagai sumber keunggulan bisnis di masa depan, seberapa pun menguntungkan dan unggul secara bisnis, akan kehilangan kepemimpinannya dari perusahaan yang memandang riset dan pengembangan sebagai bagian strategis dari bisnisnya. ‐ Investasi litbang terlalu besar proporsinya dilakukan oleh pemerintah Sebagai akibat dari situasi di atas, sebagian besar investasi dalam bidang riset dan pengembangan 80 di Indonesia masih dilakukan oleh pemerintah terutama lewat lembaga litbang pemerintah. Bahkan secara total anggaran litbang oleh pemerintah dan swasta masih berada pada kisaran 0,05 dari PDB, suatu angka yang sangat kecil. Secara normatif target prosentase litbang terhadap PDB di negara berkembang diharapkan berada pada kisaran 1. Selain itu, jika kita melihat contoh bagaimana Korea Selatan berhasil mentransformasi diri dari negara berkembang menjadi macan Asia yang disegani, maka jumlah investasi RD oleh industri swasta yang signifikan dan jauh melebihi pemerintah adalah kuncinya, seperti ditunjukkan dalam diagram berikut. 446 Gambar 38 Perkembangan Persentase Anggaran Penelitian dan Pengembangan di Korea Selatan 60 Dalam hal ini, dapat kita katakan bahwa pilar industri kita masih memiliki banyak kelemahan untuk menunjang lahirnya industri penelitian dan pengembangan yang kuat. Pemerintah telah menerbitkan PP No. 35 tahun 2007 tentang penyisihan anggaran institusi untuk melakukan kegiatan riset dan pengembangan, tapi nampaknya belum menjadi insentif yang cukup, selain karena PP tersebut juga belum diratifikasi oleh DPR. + Inisiatif baru dari industri untuk mendukung inventor dan inovator independen Walaupun demikian, beberapa inisiatif dari industri untuk mendukung pengembangan inventor dan innovator independen layak mendapatkan pujian, seperti misalkan program Indigo Indonesian Digital Community oleh PT. Telkom, Indonesia Berprestasi Award oleh PT. Excelcomindo Pratama dan Black Innovation Award oleh PT. Djarum. + Meningkatnya kebutuhan riset dan pengembangan Selain itu, peluang muncul dengan meningkatnya kebutuhan riset dan pengembangan, terutama dalam konteks outsourcing alih daya riset dan pengembangan yang mulai marak. Outsourcing ke Indonesia oleh perusahaan‐perusahaan multinasional, dibarengi dengan membanjirnya produk teknologi sekaligus tenaga kerja litbang asing ke Indonesia, sebenarnya bisa dijadikan batu pijakan untuk mengembangkan penelitian dan pengembangan di Indonesia sebagai proses belajar dan menyerap hasil pengembangan teknologi yang telah ada. Mekanisme reverse engineering yang banyak diterapkan oleh 60 Sumber: Dr. Derek Chen, World Bank Institute, presentasi tentang “Using Knowledge for Development: General Strategies and the Case of Korea” dalam Conference on Knowledge Architectures for Development: Challenges Ahead for Asian Business and Governance di Singapore Management University, 24‐25 Maret 2008 447 negara ‐negara Asia Timur terbukti sebagai resep bagi suksenya transformasi Jepang, Korea, Taiwan dan nampaknya kelak China dalam menjadi negara industri.

C. P

ILAR T EKNOLOGI T ECHNOLOGY ‐ Lemahnya infrastruktur teknologi, terutama ICT sebagai enabler industri litbang Kondisi pilar teknologi dalam konteks industri litbang berada pada situasi yang unik, karena teknologi sebenarnya merupakan salah satu output signifikan dari industri litbang. Namun pada saat yang sama, industri litbang juga membutuhkan teknologi untuk berproduksi menghasilkan penelitian. Kondisi ini menghadapi situasi belum terbentuknya pangsa pasar bagi kegiatan litbang dalam negeri. Pasar suatu hasil litbang idealnya dapat memenuhi kebutuhan pasar global. Tetapi suatu negara berkembang seperti Indonesia mempunyai kepentingan agar hasil litbang tersebut dapat dimanfaatkan oleh industri dalam negeri. Bahkan, jika perlu hasil litbang yang digunakan tersebut tidak hanya bersumber dari dalam tetapi juga luar negeri. Sebagai contoh, pemerintah Malaysia memberikan insentif bagi perusahaan domestik yang membeli lisensi dari luar negeri untuk diproduksi di Malaysia, dalam bentuk sharing biaya lisensi teknologi hingga 50. Industri litbang Indonesia belum mendapatkan insentif seperti itu untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam melakukan kegiatan litbang. Salah satu teknologi yang sangat signifikan perannya dalam pengembangan litbang adalah infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, baik dalam bentuk jaringan telepon maupun akses untuk internet. Dalam hal ini, sekali lagi contoh dari negara‐ negara Asia Timur yang sangat pesat penetrasi jumlah pengguna internetnya seperti pada diagram berikut menunjukkan bahwa TIK adalah kunci sukses utama key success factors kuatnya litbang suatu negara. 448 Gambar 39 Perkembagan Penetrasi Pengguna Internet di Negara‐Negara Industri Asia Timur Dibandingkan Rata‐Rata Negara OECD 61 Secara spesifik dalam konteks Korea Selatan, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk telepon, telepon seluler, komputer dan akses internet juga menunjukkan penetrasi pesat seperti ditunjukkan pada diagram di bawah. Hal ini berperan penting untuk membentuk virtuous cycle lingkaran kebajikan, dimana informasi infrastruktur modern tersebut memungkinkan sharing aplikasi dan konten yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas litbang. 61 Sumber: Dr. Derek Chen, World Bank Institute, presentasi tentang “Using Knowledge for Development: General Strategies and the Case of Korea” dalam Conference on Knowledge Architectures for Development: Challenges Ahead for Asian Business and Governance di Singapore Management University, 24‐25 Maret 2008 449 Gambar 40 Penetrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi di Korea Selatan, per 1000 penduduk 62 Dalam hal ini, investasi infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi merupakan fokus utama dalam pilar teknologi bagi tumbuhnya industri litbang di Indonesia, mengingat bahwa posisi daya saing Indonesia dalam hal ini masih sangat rendah dibandingkan negara‐negara Asia Timur tersebut.

D. P

ILAR S UMBER D AYA R ESOURCES Dalam aspek sumber daya yang dibutuhkan untuk membangun industri litbang yang kuat, Indonesia sebagai negara yang kaya sumber daya alam jelas‐jelas memiliki keunggulan. Keunggulan tersebut terutama dalam bentuk: + Kekayaan hayati Indonesia Tingginya keanekaragaman hayati biodiversity alam Indonesia, yang tercatat adalah nomor 3 di dunia setelah Brazil dan Zaire. Keanekaragaman hayati adalah sumber inspirasi yang sangat bermakna bagi lahirnya penelitian dan pengembangan yang produktif. + Keunggulan geografis Indonesia Luasnya wilayah Indonesia baik berupa lahan untuk berusaha, bumi yang kaya maupun lautan yang berlimpah hasilnya. + Ketersediaan sumber daya alam 62 Sumber: Dr. Derek Chen, World Bank Institute, presentasi tentang “Using Knowledge for Development: General Strategies and the Case of Korea” dalam Conference on Knowledge Architectures for Development: Challenges Ahead for Asian Business and Governance di Singapore Management University, 24‐25 Maret 2008 450 Sumber daya alam Indonesia yang cukup banyak tersedia, walaupun dalam hal ini kita belum mampu betul memanfaatkannya sebagai kekuatan, bahkan cenderung menjadi ancaman karena banyaknya ketergantungan kita kepada kemampuan asing dalam mengolah sumber daya alam tersebut. + Potensi local genius Indonesia Kekhasan sumber daya alam di masing‐masing daerah, yang sesungguhnya bisa menjadi potensi lahirnya penelitian dan pengembangan berbasis bahan tradisional yang memanfaatkan local genius yang unik bagi konteks Indonesia, sekaligus memiliki daya saing di tingkat global, misalkan pengembangan obat‐obatan herbal seperti jamu. Akan tetapi, kekayaan sumber daya alam dan luasnya lahan sebagai pilar sumber daya ini tidak boleh menjadikan Indonesia menjadi terlena, seperti kondisi yang banyak terjadi sekarang, apalagi dengan banyaknya sumber daya alam tersebut justru dimanfaatkan oleh negara lain. Keyakinan bahwa Indonesia adalah negara yang kaya sehinga memiliki potensi untuk menjadi negara yang besar tersebut belum terbukti menjadi faktor daya saing yang signifikan. Wakil Presiden RI Jusuf Kalla bahkan mengatakan bahwa dari negara‐negara yang dikenal dan menjadi perhatian dunia saat ini, bukan kekayaan alam yang dimiliki yang menjadi faktornya, melainkan majunya perekonomian seperti Cina, atau bahkan negara kecil seperti Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam tetapi mampu mengelolanya dan berkembang menjadi negara maju 63 ‐ Lemahnya kemampuan penelitian dan pengembangan terhadap sumber daya alam Indonesia Dalam hal ini sesungguhnya faktor kemampuan mengelola sumber daya alam agar menjadi input untuk litbang yang mampu bersaing, sesungguhnya masih menjadi kelemahan bagi Indonesia. ‐ Orientasi jangka pendek dengan preferensi pada nilai tambah yang segera walaupun rendah Selain itu, kebanyakan pelaku perdagangan komoditi berbasis sumber daya alam cenderung mengeskpor bahan mentah dengan nilai tambah rendah, daripada berupaya mengolahnya lewat riset dan pengembangan yang dapat meningkatkan nilai tambah. ‐ Lokasi geografis rawan bencana Ancaman lain yang cukup kritis bagi Indonesia adalah situasi geografisnya yang berada pada lokasi rawan bencana alam pacific ring of fire. Akan tetapi sesungguhnya hal ini juga menjadi potensi peluang untuk lebih giat mengembangkan teknologi yang menunjang sistem deteksi dini terhadap bencana alam.

E. P

ILAR I NSTITUSI I NSTITUTION Peranan pilar institusi yang sangat signifikan bagi industri litbang dan dipandang masih lemah dan perlu dikembangkan adalah: ‐ Lemahnya governance capacity pemerintah daerah 63 Komentar Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam ”Kaya Sumber Daya Alam, RI Belum Jadi Perhatian Dunia”, Detikfinance.com, Selasa, 11 Maret 2008 451 Kebijakan pemerintah yang secara umum belum mendukung, di antaranya pemerintah daerah yang masih kurang berperan aktif mendukung kegiatan riset dan pengembangan. Era desentralisasi dan otonomi daerah seperti sekarang padahal mendorong besarnya peranan pemerintah daerah dalam penentuan kebijakan. Selain itu dukungan pemerintah dalam bentuk penciptaaan inkubator bagi kegiatan riset dan pengembangan masih rendah. ‐ Rawan terhadap instabilitas politik dan resesi ekonomi dunia Kebijakan riset dan pengembangan juga sangat terkait dua hal: situasi politik dan kondisi ekonomi nasional bahkan regional maupun global. Sebagai contoh, perubahan politik dapat mengakibatkan sia‐sianya hasil riset dan pengembangan bertahun‐tahun seperti yang terjadi pada kasus industri dirgantara Indonesia. Selain itu, keadaan ekonomi yang kurang kondusif dapat mengakibatkan aktivitas riset dan pengembangan kurang bergairah. ‐ Kurangnya sinergi antara lembaga pendidikan dan lembaga litbang Peranan lembaga pendidikan dan lembaga litbang milik pemerintah yang masih perlu bersinergi lebih baik, karena keduanya merupakan unsur dalam sistem inovasi nasional lihat rantai nilai. Lembaga pendidikan tinggi terutama universitas berperan tidak hanya dalam menghasilkan riset, tetapi juga menghasilkan lulusan yang berkemampuan riset untuk lembaga litbang, dan berkemampuan profesional untuk terjun di industri. Dalam hal ini, kurikulum pendidikan yang membentuk kreativitas, menghargai HKI dan mendorong kewirausahaan menjadi sentral. ‐ Kurangnya layanan dan inspirasi terhadap inventor dan innovator untuk berkembang Peranan asosiasi dan lembaga yang secara khusus menyediakan jasa untuk memenuhi kebutuhan inventor juga masih perlu didorong. Pembentukan community of practice menjadi salah satu langkah yang bisa dikembangkan untuk keperluan itu. ‐ Apresiasi rendah terhadap bangsa sendiri inferiority complex Di samping itu, penghargaan bangsa Indonesia terhadap talenta anak negerinya sendiri dalam bidang riset dan pengembangan justru masih kurang dibandingkan penghargaan terhadap tenaga riset asing, yang ditunjukkan dengan kesenjangan terhadap tingkat remunerasi antara tenaga riset asing dibandingkan tenaga riset bangsa sendiri ‐ Budaya inovasi yang kurang tumbuh subur Hal di atas dapat membawa lemahnya budaya inovasi yang bersumber pada kurangnya penekanan pada kreativitas dalam sistem pendidikan nasional sejak tingkat pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Unsur kreativitas harus menjadi bagian sentral dalam kurikulum yang berbasis kompetensi.

F. P

ILAR L EMBAGA P EMBIAYAAN F INANCIAL I NTERMEDIARY Pembiayaan merupakan faktor yang sangat signifikan dalam litbang, terutama kaitannya dengan komersialisasi hasil penelitian, yang merupakan salah satu kelemahan utama litbang di Indonesia. 452 ‐ Lemahnya komersialisasi hasil litbang di Indonesia Salah satu penyebab utamanya adalah sebelum tuntasnya komersialisasi suatu hasil riset, biasanya sudah terjadi peralihan ke agenda riset yang lain. ‐ Kurang dukngan pendanaan dan manajemen Hal ini juga diakibatkan kurangnya dukungan pendanaan dan pengelolaan manajemen bagi suatu hasil penelitian untuk dikembangkan menjadi produk atau proses yang dapat diterapkan di industri dan memiliki nilai ekonomis. ‐ Peran inkubator belum optimal Pembentukan inkubator‐inkubator oleh lembaga litbang pemerintah misalkan Pusat Pengembangan UKM oleh BPPT maupun universitas misalkan Pusat Inkubator Bisnis ITB terkadang belum dapat dimanfaatkan secara optimal oleh para peneliti, terutama innovator dan inventor independen. ‐ Prinsip pembiayaan oleh perbankan yang terlalu konservatif bagi inovator dan inventor independen Pembiayaan tidak dapat mengandalkan lembaga keuangan konvensional seperti perbankan, karena penerapan sistem agunan untuk mendapatkan pinjaman tentunya menyulitkan bagi seorang pelaku litbang, terutama bagi innovatorinventor independen Perkembangan dan perubahan tatacara bisnis secara global sesungguhnya membuka banyak peluang bagi terciptanya sumber pembiayaan bagi sebuah penelitian untuk bisa dikomersialisasikan. Di antaranya adalah: + Lembaga venture capital modal ventura Munculnya lembaga modal ventura seperti Sarana Jabar Ventura, yang sayangnya dalam konteks Indonesia masih lebih banyak berperan dalam investasi bisnis yang cenderung berisiko kecil dan telah menghasilkan, sehingga kurang mendukung lahirnya hasil penelitian baru yang biasanya memiliki risiko dan tingkat ketidakpastian lebih besar. + Potensi pendanaan dari CSR Corporate Social Responsibility Meningkatnya tuntutan akan tanggung jawab sosial perusahaancorporate social responsibility CSR yang menghasilkan sumber pendanaan cukup besar yang di antaranya dapat dimanfaatkan bagi pengembangan penelitian. Walaupun demikian, masih terdapat perdebatan soal peruntukan dana CSR ini apakah layak untuk kepentingan litbang, mengingat tujuan utamanya adalah untuk memberikan kompensasi bagi ekosistem sekitar usaha yang terkena dampak aktivitas bisnis. + Inisiatif dari industri untuk mengembangkan inkubator bagi industri kreatif Munculnya program‐program dari perusahaan yang bertujuan untuk mengembangkan industri kreatif tanah air, yang di antaranya juga berperan sebagai inkubator seperti yang dilakukan Telkom dengan program INDIGO, dimana 3 dari total belanja modal sebesar Rp. 18 trilliun dialokasikan untuk itu. Sebagai inkubator, Telkom bertindak sebagai pemasar dan modal ventura dengan pendanaan yang disediakan per proyek tidak lebih dari Rp. 100 juta dan diarahkan pada karya‐karya yang mencerdaskan, ikut membangkitkan semangat kebangsaan, dan mengangkat keragaman budaya Indonesia oeh para pelaku industri kreatif indie terutama content provider yang tidak tertampung dalam industri mainstream. 453 III.2 Pemetaan Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang serta Ancaman Subsektor Riset dan Pengembangan Berdasarkan uraian kondisi masing‐masing pilar di atas, dapat dirangkum SWOT industri riset dan pengembangan di Indonesia sebagai berikut: PondasiPilar Strength Weakness Opportunity Threats People Jumlah dan kualitas lulusan PT meningkat Munculnya innovator inventor independen Semangat entrepreneur menguat Produktivitas peneliti menghasilkan HKI masih rendah Peneliti Indonesia berprestasi internasional Peneliti Indonesia di lembaga internasional Potensi ‘brain circulation’ Tenaga kerja riset asing meningkat Bahaya ‘brain drain’ Industry Total investasi bidang RD sangat rendah Pemerintah masih dominan, swasta kurang berperan Insentif bagi swasta masih kurang Meningkatnya kebutuhan outsourcing RD Inisiatif industri menunjang indie Industri berorientasi jangka pendek dalam memandang RD Negara lain sangat intensif dalam anggaran RD Technology Infrastruktur ICT information communication technology masih sangat kurang Kemampuan sharing knowledge , content dan aplikasi terhambat Semakin tertinggal dari negara berkembang Asia yang lebih baik infrastruktur ICT Resources Keanekaragaman hayati tinggi Luas wilayah dan kekayaan Kemampuan mengelola SDA rendah Kecenderungan ekspor bahan Ketergantungan pada asing dalam mengelola SDA Lokasi rawan bencana 454 PondasiPilar Strength Weakness Opportunity Threats sumber alam Kekhasan potensi sumber alam daerah baku dengan nilai tambah rendah alam Institution Kebijakan pemerintah belum mendukung Budaya inovasi lemah Penghargaan terhadap tenaga riset bangsa sendiri rendah Sinergi lembaga litbang dan lembaga pendidikan kurang Community of practice masih kurang Pengaruh politik dan ekonomi global terhadap kebijakan litbang Desentralisasi dengan lemahnya governance capacity di daerah Financial Intermediary Perbankan yang tidak mendukung Modal ventura masih terlalu konservatif Komersialisasi tidak tuntas Tumbuhnya inisiatif swasta untuk indie Potensi dana CSR bisa dimanfaatkan Potensi besar dari hasil riset yang tidak tuntas terkomersialisaikan Modal ventura perlu di‐ reform, benchmark dengan best practice internasional 455

IV. R