Definisi Subsektor Industri Televisi Dan Radio Rantai Nilai Subsektor Industri Televisi dan Radio

407 TELEVISI DAN RADIO

I. P

EMAHAMAN U MUM S UBSEKTOR I NDUSTRI T ELEVISI D AN R ADIO

I.1 Definisi Subsektor Industri Televisi Dan Radio

Industri Kreatif kelompok televisi dan radio meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan, penyiaran, dan transmisi televisi dan radio. Usulan definisi Definisi yang diusulkan untuk Industri Televisi dan Radio didasari Undang‐undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Undang‐undang ini mengklasifikasikan lembaga penyiaran menjadi 4 empat kategori, yaitu: 1. Lembaga Penyiaran Publik 2. Lembaga Penyiaran Swasta 3. Lembaga Penyiaran Berlangganan 4. Lembaga Penyiaran Komunitas

I.2 Rantai Nilai Subsektor Industri Televisi dan Radio

Pada umumnya, aktivitas‐aktivitas dan pihak‐pihak yang terkait dalam industri televisi dan radio dapat di gambarkan sebagai berikut: Gambar 33 Rantai Nilai Subsektor Industri Televisi dan Radio Dari gambar di atas, peran sentral di industri televisi dan radio, atau yang sering disebut industri penyiaran, berada pada perusahaan‐perusahaan penyiaran. Secara garis besar, perusahaan penyiaran ini dapat dikelompokkan menjadi: Stasiun Radio, Stasiun Televisi dan Content Agregator. 408 • Stasiun radio Stasiun radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Keterbatasan jangkauan transmisi penyiaran radio merupakan kondisi utama yang harus dihadapi stasiun radio. Hal ini mengakibatkan munculnya stasiun‐stasiun radio di hampir seluruh wilayah Indonesia. Belakangan ini, relay transmisi untuk memperluas jangkauan siaran sudah mulai berkembang, seperti yang dilakukan oleh Radio Elshinta. • Stasiun televisi Stasiun televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Berdasarkan metode transmisi penyiaran, Craig Norris mengelompokkan stasiun televisi ini menjadi 14 kategori, yaitu: a. Traditional Analog Free‐to‐Air Terrestrial Television b. Digital Free‐to‐Air Terrestrial Television c. Traditional Digital Satellite Television‐Unencrypted d. Traditional Digital Satellite Television‐Encrypted e. Traditional Analog Cable Television f. MMDS g. Digital Cable Television h. Digital Cable Television i. Video Clip Viewing Over the Internet You Tube j. Video Clip Download Over the Internet k. Long Form Video Programme Download Over the Internet l. Video Clip Viewing Over a 3G Celluler Phone Network m. Video Clip Download Over a 3G Celluler Phone Network n. Mobile Television to Handheld Receivers Di Indonesia, teknologi utama yang digunakan stasiun televisi adalah Traditional Analog Free ‐to‐Air Terrestrial Television. Stasiun‐stasiun televisi yang ada dapat dikelompokkan menjadi: i Televisi Pemerintah, Nasional dan Daerah TVRI, Televisi Swasta Nasional, iii Televisi Lokal Daerah. Ketiga jenis stasiun televisi tersebut, selain membeli atau merelay konten penyiaran, juga melakukan produksi konten siaran sendiri inhouse production . Model ‐model transmisi siaran melalui internet, 3G dan ponsel semakin berkembang di dunia, dan sudah mulai memasuki pasar Indonesia. Akan tetapi di Indonesia jenis‐jenis ini masih bersifat infant. • Content Aggregator Content Agregator sebetulnya adalah stasiun televisi yang tidak melakukan produksi konten siaran. Jenis ini mengumpulkan konten penyiaran dari stasiun televisi‐televisi lainnya. Televisi berlangganan seperti Indovision, Cablevision, Astro adalah contoh content agregator. Korporasi‐korporasi televisi swasta nasional, seperti MNC bahkan 409 sudah membentuk suatu content library siaran. Content agregator boleh memilih konten siaran apa yang akan digunakan melalui library tersebut. Konten penyiaran merupakan produk suatu stasiun radio dan televisi. Stasiun melayani pemirsa dan pendengar melalui konten siaran. Semakin menarik suatu konten siaran, semakin banyak pemirsa dan pendengarnya. Semakin banyak jumlah pemirsa dan pendengar, semakin baik untuk memasang iklan. Jumlah pemirsa dan penonton ini yang kemudian menjadi pertimbangan utama dalam penetapan tarif iklan. Iklan merupakan sumber utama pemasukan suatu stasiun televisi dan radio. Estimasi perhitungan jumlah pemirsa dilakukan oleh industri rating televisi, sementara untuk stasiun radio belum terdapat industri rating. Tetapi content agregator memperoleh pemasukannya tidak dari iklan, melainkan dari tarif berlangganan yang dikenakannya. Berbeda dengan content agregator yang hanya melakukan distribusi dan komersialisasi konten siaran, aktivitas operasi stasiun radio dan televisi meliputi seluruh rantai nilai, mulai dari kreasi, produksi, distribusi, sampai kepada komersialisasi. Pada rantai kreasi, stasiun melakukan upaya menciptakan ide‐ide konten siaran yang akan diproduksinya. Pertimbangan utama stasiun tentunya adalah pilihan segmen yang dilayaninya, atau fokus konten yang dipilih. Dari sisi segmen, stasiun akan mengupayakan ide ‐ide konten yang sesuai untuk, anak‐anak, dewasa, wanita, pria dan jenis segmen lain. Dari sisi fokus konten, stasiun memposisikan diri pada berita, olahraga, hiburan, dan lain‐ lain. Sumber ‐sumber inspirasi di rantai kreasi bisa diperoleh dari buku cerita, novel, program‐ program stasiun luar negeri seperti Indonesian Idol, hasil market research, sampai kepada hasil rating televisi. Pada rantai produksi, stasiun melakukan aktivitas produksi konten. Berbagai jenis program penyiaran dihasilkan di ini, misalnya: film, sinetron, variety show khusus televisi, berita, infotainment, siaran langsung dan lain‐lain. Produksi oleh stasiun disebut inhouse production. Selain melakukan produksi sendiri, stasiun juga bisa melakukan pembelian konten siaran dari industri lain, seperti rumah produksi dan news resources. Pilihan konten siaran, diproduksi sendiri atau dibeli dari industri lain, umumnya bergantung pada kapasitas stasiun, profitability konten, dan rating. Rating tidak selalu menjadi acuan produksi. Misalnya konten siaran Empat Mata yang diproduksi inhouse, memang memiliki rating tinggi, tarif iklan mahal, pemasukan besar. Akan tetapi, biaya inhouse production juga tinggi. Jika dibandingkan dengan pilihan konten memutar 3 judul film yang tidak diproduksi inhouse, maka tingkat profitability mungkin tidak jauh berbeda. Memang rating memutar film tidak terlalu tinggi, akan tetapi biayanya juga rendah. Untuk menjaga mutu, kesinambungan produksi pada rantai produksi, dukungan‐dukungan industri dan lembaga lain sangat dibutuhkan, seperti: rumah produksi, perusahaan dubbing, industri lighting dan post production, pemilik dan pengelola lokasi syuting, news resources, dan biro iklan. Pada rantai distribusi, dilakukan aktivitas proses penyiaran. Dukungan teknologi sangat vital. Dukungan untuk rantai distribusi berasal dari teknologi jaringan transmisi, jaringan 410 internet, jaringan telekomunikasi 3G, mobile phone mobile TV, industri peralatan broadcasting , sampai kepada ketersediaan kanal frekuensi. Regulator: Komisi Penyiaran Indonesia Aturan aktivitas stasiun penyiaran diregulasi oleh Komisi Penyiaran Indonesia KPI. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2002, KPI memiliki fungsi: 1. Menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia; 2. Ikut membantu pengaturan infrastruktur bidang penyiaran; 3. Ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait; 4. Memelihara tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang; 5. Menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan, sanggahan, serta kritik dan apresiasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran; dan 6. Menyusun perencanaan pengembangan sumber daya manusia yang menjamin profesionalitas di bidang penyiaran Dalam pelaksanaan fungsi tersebut, KPI melakukan kerjasama dengan asosiasi‐asosiasi televisi dan radio, institusi pendidikan, bahkan dengan Lembaga Sensor Film Indonesia. Pasar Pasar yang dilayani stasiun televisi dan radio, adalah pemirsa, pendengar, dan biro iklan. TVRI dan televisi swasta nasional memiliki pasar di seluruh wilayah Indonesia. Televisi lokal dan TVRI daerah memiliki pasar di wilayah daerah masing‐masing. Radio memiliki pasar di wilayah jangkauan penyiarannya, secara geografis identik dengan pasar televisi lokal. Pembagian wilayah pasar, khususnya untuk stasiun televisi swasta nasional memiliki latar belakang tersendiri. Awalnya sistem televisi Indonesia berbentuk desentralisasi daerah. Ini terlihat dimana TVRI terdiri dari TVRI pusat, dan TVRI daerah‐daerah. Ketika televisi swasta muncul, bentuk seperti TVRI pusat dan daerah diterapkan. Tahun 1989, RCTI hanya diizinkan bersiaran di Jakarta, sementara di Bandung didirikan RCTI Bandung, dan di Surabaya didirikan SCTV. Ketiga stasiun tersebut adalah stasiun lokal yang menjadi anggota jaringan RCTI. Keadaan berubah ketika kemudian lahir TPI yang – karena mengklaim diri sebagai televisi pendidikan – diizinkan bersiaran nasional. RCTI yang merasa diperlakukan tidak adil mendesak Presiden Soeharto untuk mengizinkan mereka bersiaran nasional. Soeharto mengatakan ya. Semenjak itu semua stasiun televisi komersial bersiaran secara nasional 53 . Dari sisi preferensi pasar stasiun televisi swasta nasional, riset AGB Nielsen Media Research Januari 2008 di empat kota besar di Jawa menunjukkan, apresiasi pemirsa terhadap tayangan series sinetron dan film cukup tinggi. Hampir 50 waktu pemirsa dihabiskan untuk 53 Kompas, Februari 2007, Ade Armando: Seharusnya Tak Ada Lagi Stasiun Televisi Nasional 411 menonton jenis tayangan ini. Sebaliknya, apresiasi pemirsa terhadap berita rendah. Kondisi ini diindikasikan oleh ranking dua stasiun televisi berita yang berada di posisi 2 terbawah. Beberapa isu di industri televisi dan radio • Sistem televisi jaringan diberlakukan tanggal 28 Desember 2009 Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi mengharuskan sistem televisi jaringan sudah berlaku di Indonesia, mulai tanggal 28 Desember 2008. Sistem televisi jaringan merupakan amanat dari UU No. 32 Tahun 2002 mengenai penyiaran. Keputusan ini menuai pro dan kontra dari berbagai kelompok. Kelompok kontra terutama berasal dari stasiun televisi swasta nasional. • Mutu konten siaran Sulit untuk melawan kekuatan pasar. Apresiasi pasar televisi dibuktikan oleh AGB Nielsen Media Research, adalah pada tayangan seri dan film. Untuk memenuhi minat pasar tersebut, ditengarai sering mengorbankan kualitas, mutu kejar tayang. Fungsi‐ fungsi media untuk edukasi, disseminasi informasi, budaya dan warisan budaya kurang berjalan baik, karena apresiasi rendah pada jenis konten tersebut. Memang belakangan ini muncul wacana yang mempertanyakan akurasi riset AGB Nielsen Media Research. Metodologi dan sampling dipertanyakan. Namun bagaimanapun juga, belum ada lembaga yang secara resmi membuktikan riset AGB Nielsen Media Research meleset. • Prinsip demokrasi, kebebasan, kedaulatan dan persaingan yang sehat dalam penyiaran Monopoli informasi yang diduga disebabkan struktur kepemilikan di stasiun televisi, sedang mengemuka. Dugaan tersebut belum terbukti sampai saat ini. Namun upaya KPPU untuk memahami duduk persoalan media ini sudah dimulai. • Keterbatasan jangkauan penyiaran radio Keterbatasan jangkauan penyiaran radio dirasakan menjadi penyebab utama industri radio mengalami kendala keuangan. Jangkauan siaran identik dengan nilai keekonomian bisnis penyiaran tersebut. Radio menjadi tempat yang kurang menarik untuk memasang iklan. Tidak heran, di beberapa stasiun radio akan ditemukan tarif satu slot iklan yang sangat murah, sebesar Rp. 20.000 – 30.000. Padahal iklan merupakan salah satu sumber pemasukan utama stasiun radio. Baiknya, sumber daya untuk operational expenditure yang dibutuhkan suatu stasiun radio tidak terlalu besar. • Televisi lokal di daerah‐daerah sulit berkembang Jumlah televisi lokal tumbuh dengan pesat. Kondisi ini sebenarnya merupakan potensi untuk menggali potensi dan budaya daerah. Namun televisi lokal sulit berkembang karena masalah internalnya. Kondisi‐kondisi seperti kemampuan manajemen, sumber daya yang tersedia, sampai persoalan sulitnya memperoleh share iklan, muncul di televisi lokal. • Pusat media Jakarta dan keragaman Indonesia Industri penyiaran memiliki peran penting dalam pembentukan opini, nilai‐nilai, penyebaran informasi, edukasi dan pemberdayaan. Saat ini, Jakarta merupakan pusat stasiun televisi nasional. Kondisi ini merupakan suatu ambigu. Di satu sisi pertimbangan efisiensi, skala ekonomi, kualitas konten siaran menjadi aspek positif. Di sisi lain, 412 keragaman Indonesia menjadi kurang tergali, sesuatu yang penting untuk disiarkan menurut pusat media Jakarta, itulah yang ditonton oleh seluruh masyarakat Indonesia.

I.3 Lapangan Usaha dan Industri yang terkait dengan Subsektor Industri