Definisi Subsektor Industri Film, Video, Dan Fotografi Rantai Nilai Subsektor Industri Film, Video, Dan Fotografi

205 FILM, VIDEO, DAN FOTOGRAFI

I. P

EMAHAMAN U MUM S UBSEKTOR I NDUSTRI F ILM , V IDEO , D AN F OTOGRAFI

I.1 Definisi Subsektor Industri Film, Video, Dan Fotografi

Industri Kreatif Subsektor film, video, dan fotografi adalah kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi, produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video, film dan hasil fotografi. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.

I.2 Rantai Nilai Subsektor Industri Film, Video, Dan Fotografi

Pada umumnya, aktivitas‐aktivitas dan pihak‐pihak yang terkait dalam subsektor industri film, video dan fotografi adalah seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut. Dalam Luar Negeri Pasar Kreasi Produksi Komersialisasi Distribusi Ide kreatif ‐pola rencana produk Potong ‐bentuk‐finishing Promosi; brosur, media, pameran Pilihan distribusi Pendukung Pendukung Galeri Toko Distro Pasar Modern Tradisional FestivalShow Pemerintah Asosiasi Fesyen Media Industri Kancing, Zat Warna Pendukung lain Industri Serat Industri Penyamakan Kulit Industri Tenun Pendukung Preferensi Konsumen Trend Brand Dunia Chanel Distribusi Fashion Company Riset Sosial, Sejarah, Budaya FO Kulakan Grosir Konveksi; bordir, jahit Percetakan Eksklusif Massal Distro Ready to Wear Deluxe Adi Busana Deluxe Mass Production Gambar 20 Rantai Nilai Subsektor Industri Film, Video dan Fotografi Dari gambar di atas terlihat bahwa industri film, video dan fotografi terdiri dari 2 jenis industri utama, yaitu industri produksi film yang meliputi rumah‐rumah produksi, dan industri distribusi channel distribusi film yang meliputi bioskop‐bioskop, televisi, layar independen maupun melalui kepingan CD atau video. Rumah Produksi Sebuah perusahaan produksi film biasanya melingkupi aktivitas di rantai nilai: creation, production dan commercialization. Aktivitas utama creation meliputi: penulisan skenario, perencanaan produksi film rencana biaya, waktu, lokasi, organisasi dan pemeran. Aktivitas utama pada rantai produksi adalah proses syuting di lapangan dan aktivitas post production di laboratorium, sedangkan aktivitas utama komersialiasi adalah publikasi film. Ide pembuatan film pada rantai creation dapat dimulai dari ide‐ide kreatif suatu rumah produksi, atau karena keharusan memenuhi kontrak terhadap suatu channel distribusi. Ide 206 juga bisa berasal dari para penulis lepas, yang mengajukan karyanya untuk diproduksi oleh suatu rumah produksi. Buku cerita dan novel, merupakan alternatif yang cukup digemari belakangan ini, sebagai sumber ide cerita film. Apa yang terjadi pada kondisi sosial, budaya masyarakat Indonesia, seharusnya bisa menjadi potensi sumber ide yang tidak dapat habis. Pemahamannya dapat dilakukan melalui riset‐riset sosial budaya. Hasil riset ini dapat menjadi ide cerita, baik film dokumenter, maupun fiksi major. Namun, riset seperti ini masih jarang dilakukan. Ide ‐ide dituangkan ke dalam suatu skrip skenario oleh penulis skenario. Produser dan sutradara kemudian melakukan rencana pembuatan film, meliputi; budget, pemeran dan SDM lain, lokasi dan detil‐detil pelaksanaan. Beberapa isu yang terjadi saat ini di rantai creation antara lain: • Edukasikualitas dan mainstream Terjadi perdebatan tema film antar dua ekstrim, yaitu film‐film bertema edukasi dan film‐ film yang bertemakan hal‐hal yang sedang boom di pasar mainstream. Ekstrim pertama sangat mengusung idealisme dan mengutamakan kualitas tema. Ekstrim kedua melakukan produksi film dengan pertimbangan utamanya adalah tema yang sedang laku di pasar. • Jumlah, sebaran dan kualitas kreator yang aktif: khususnya produser, sutradara dan penulis skenario Saat ini memang jumlah insan‐insan kreatif bermutu di industri film cukup memadai. Tetapi mereka yang bermutu dan produktif masih sedikit jumlahnya, khususnya pada profesi produser, sutradara dan penulis skenario. Kondisi ini terutama disebabkan oleh minimnya institusi pendidikan yang menciptakan profesi tersebut. Produser dan penulis skenario bermutu yang jumlahnya kecil ini, hampir semuanya berada di wilayah Jabodetabek. • Ketidakseimbangan film: major, independen, dokumenter Perbesaran film maker biasanya dimulai dengan membuat film‐film dokumenter, atau membuat film‐film independen. Kedua jenis film ini masih kurang nilai keekonomiannya. Fungsinya cenderung untuk menunjukkan bahwa si pembuat film memiliki kualitas. Setelah dianggap cukup baik di kelas film dokumenter dan film independen, baru kemudian masuk ke tingkat major yang lebih komersial. Wadah untuk pembuat film dokumenter independen masih sedikit. Padahal tahapan membuat film dokumenter dan independen merupakan tahapan penting dalam proses pembelajaran para pembuat film. Upaya membuat festival film dokumenter baru‐baru ini merupakan salah satu alternatif wadah bagi pembuat kedua jenis film yang kurang komersil tersebut. Di rantai production, rencana‐rencana yang disusun pada tahap creation diwujudkan pada rantai produksi. Produksi terdiri dari dua tahap utama, yaitu: syuting di lapangan dan post production . Aktivitas syuting di lapangan membutuhkan dukungan dari industri lain dan pihak terkait lain, antara lain: industri kamera dan pita film, pemilikpengelola lokasi syuting, dan lain‐ lain. Aktivitas post production membutuhkan dukungan dari laboratorium film, dubbing company , industri penggandaan film, dan lembaga sensor film. 207 Saat ini jumlah produksi film di Indonesia sudah mampu mencapai 40 judul lebih setahun. Rumah produksi kecil bisa membuat 1‐2 film setahun, rumah produksi yang lebih besar mampu mencapai 4‐7 film setahun. Ini merupakan sinyal positif di rantai produksi film. Terlepas dari kualitas film‐film tersebut, angka ini mengindikasikan semakin banyaknya insan ‐insan kreatif yang mulai masuk kedalam industri film. Beberapa isu utama di rantai production saat ini adalah: • Kebutuhan investasi tinggi, dan investasi asing tidak diperbolehkan • Sulitnya memperoleh lokasi syuting dan perijinan yang panjang • Jumlah, kualitas dan sebaran SDM produksi masih bermasalah • Teknologi post production tidak dimiliki di dalam negeri. Sebagian besar dikerjakan di luar negeri. • Dua buah laboratorium film di Indonesia belum optimal pemanfaatannya. Perdebatan mengenai keberadaan dan peran lembaga sensor Setelah produksi selesai, baik produk berbentuk pita film ataupun kepingan CD, aktivitas commercialization atau publikasi film mulai dilakukan. Metode utama publikasi adalah membuat suatu desain dan resume film agar menarik bagi calon penonton. Publikasi dapat dilakukan melalui berbagai media massa. Festival dalam dan luar negeri juga dapat dimanfaatkan sebagai media komersialisasi. Isu utama rantai ini adalah minimnya jumlah publicist dan festival organizer di Indonesia. Channel Distribusi Aktivitas di rantai nilai distribusi meliputi penyiaran hasil produksi film. Aktivitas ini dilakukan oleh perusahaan distribusi film seperti bioskop, televisi maupun melalui kepingan CD dan video. Perusahaan‐perusahaan distribusi inilah yang bersentuhan langsung dengan pasar atau penonton film. Film ‐film yang telah selesai diproduksi dan sudah lulus lembaga sensor, akan memasuki pasar penonton melalui jalur distribusi bioskop, televisi maupun melalui reproduksi kepingan CD atau video. Isu utama distribusi adalah: Jumlah layar di seluruh Indonesia berkisar 680 layar, 76 lokasi, terkonsentrasi di Jabodetabek, dan didominasi salah satu perusahaan bioskop terbesar. Konsentrasi distribusi di Jabodetabek mencapai 80 dari total bioskop nasional. Rekor tertinggi layar film Indonesia adalah 3.048 buah. Masih banyak potensi pasar yang belum terjangkau di wilayah ‐wilayah Indonesia. Bioskop‐bioskop ini bisanya menetapkan Harga Tanda Masuk HTM berkisar antara Rp 20.000 sampai Rp 50.000 ribu di bioskop kelas atas. Walaupun ada juga yang HTM‐nya lebih mahal, seperti di MPX Grande, Pasaraya, Jakarta Selatan, dan di Entertainment Xnter EX, Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, yang bisa mencapai Rp 100.000 Selain isu jumlah layar, terdapat isu lain seperti: • Klasifikasi usia penonton tidak dipatuhi bioskop • Belum adanya aturan tenggang waktu penyiaran di bioskop, televisi dan copy dalam bentuk kepingan CD 208 • Sistem kontrak dengan stasiun televisi yang berdampak pada produk‐produk kejar tayang • Bioskop menengah atas masih terus bertumbuh. Sementara bioskop menengah bawah merugi dan tutup. Hal ini disebabkan oleh produk substitusinya seperti: VCDDVD bajakan dan telivisi, masih lebih nyaman dan murah Pasar Pasar domestik masih merupakan target utama para pembuat film. Prestasi jumlah penonton film nasional berkisar 4 juta penonton. Jumlah ini masih sangat jauh dari potensi penonton yaitu 220 juta penduduk Indonesia. Sebagian besar penonton film adalah kalangan muda, usia pelajar SMP, SMA, mahasiswa, sampai ke jenjang eksekutif muda. Hal ini turut mempengaruhi pemilihan tema yang prospektif bagi pembuat film. Sambil menanti tumbuhnya bioskop‐bioskop baru, terutama di daerah‐daerah, para produser kreatif berusaha mencari lahan baru di pasar luar negeri. Di antaranya, dengan memanjangkan jangkauan tangan mereka ke tiga negara jiran Malaysia, Singapura, Brunai. Lembaga ‐lembaga dan organisasi yang terkait pada suatu industri film, video dan fotografi adalah:

1. Asosiasi dan komunitas film. Asosiasi seperti Asosiasi Para Pekerja Film Indonesia dan