Pengembangan Kawasan Agrowisata. TINJAUAN PUSTAKA
masyarakat lokal ditujukan pada 2 dua sasaran, yaitu : 1 melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, dan 2 memperkuat posisi lapisan masyarakat
lokal dalam struktur kekuasaan. Pengelolaan berbasis masyarakat dalam kenyataannya tidak dapat berhasil
sepenuhnya tanpa keterlibatan pemerintah. Hal tersebut dimungkinkan karena masyarakat dalam beberapa hal masih memiliki keterbatasan-keterbatasan yang
dimilikinya, seperti tingkat pendidikan, permodalan, dan kesadaran atas pentingnya lingkungan Kusumastanto 1998; Sofyan, 2006.
Tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil tanpa melibatkan masyarakat lokal sebagai pengguna users dari sumberdaya alam tersebut. Hal
ini diperkuat oleh Rashidpour et al. 2010 yang merekomendasikan bahwa dalam pengembangan wilayah pedesaan yang berkelanjutan, termasuk agrowisata
didalamnya, maka komunitas lokal adalah mitra dan stakeholder yang paling utama. Keterbatasan masyarakat setempat dalam mendukung pengelolaan
agrowisata masih memperlukan campur tangan dari pemerintah. Dalam mengakomodir campur tangan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam
dapat dilakukan dengan pendekatan cooperative management co-management, sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dan masyarakat Gawell ,1984
dalam White 1994; Silver, 2002; Rashidpour, 2010. Pendekatan
co-management didefinisikan sebagai pembagian
tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dengan pengguna sumberdaya alam lokal masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam Pomeroy dan
Williams, 1994; Oredegbe and Fadeyibi, 2009. Keberhasilan Co-Management didasarkan atas 8 delapan hal yang harus diperhatikan, yaitu : 1 batas wilayah
yang jelas dan terdefinisi, 2 kejelasan keanggotaan, 3 keterikatan dalam kelompok, 4 manfaat harus lebih besar dari biaya, 5 pengelolaan yang
sederhana, 6 kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat, 7 desentralisasi dan pendelegasian wewenang dan 8 koordinasi antara pemerintah dan
masyarakat. Meskipun memiliki banyak kesamaan dalam pengembangan agrowisata
berbasis masyarakt, co-management dan community based management berbeda dalam hal fokus strategi, terutama dalam hal tingkat keterlibatan pemerintah dan
kapan pemerintah mulai terlibat dalam proses didalamnya. Pada community based management, kegiatan difokuskan pada pembentukan dan penguatan institusi
lokal melalui pendekatan berbasis masyarakat tanpa banyak campur tangan pemerintah. Pada co-management, disamping dua tahap tersebut juga menekankan
pada pembentukan kemitraan antara pemerintah, komunitas dan pengguna sumber daya Dey dan Kasnagaratnam, 2007.
Pembangunan agrowisata berbasis masyarakat mempunyai peluang yang cukup prospektif dengan ciri-ciri unik yang dimilikinya, seperti yang diurakian
oleh Kusumastanto 1998 dan ; Nasikun 2003, yaitu : 1 karena karakternya yang lebih berskala kecil sehingga mudah diorganisasi, bersahabat dengan
lingkungan, secara ekologis aman, dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang bersifat
masif; 2 mempunyai peluang lebih mampu mengembangkan objek-objek, atraksi atau produk agrowisata berskala kecil, sehingga dapat dikelola oleh
masyarakat dan pengusaha-pengusaha lokal, menimbulkan dampak sosial-kultural yang minimal, dan dengan demikian memiliki peluang yang lebih besar untuk
diterima oleh masyarakat; 3 memberi peluang yang lebih besar bagi partisipasi masyarakat lokal untuk melibatkan diri dalam proses pengambilan keputusan dan
didalam menikmati keuntungan perkembangan industri pariwisata, sehingga oleh karena itu lebih memberdayakan masyarakat; 4 tidak hanya memberikan
tekanan pada pentingnya keberlanjutan kultural cultural sustainability akan tetapi secara aktif bahkan berupaya membangkitkan penghormatan para
wisatawan pada kebudayaan lokal, antara lain melalui pendidikan dan pengembangan organisasi wisatawan.
Pentingnya pengembangan agrowisata berbasis masyarakat juga didukung Nasikun 2003, yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat di dalam
pengendalian operasinya merupakan jaminan keberlanjutan ekonomi, sosial, kultural, bahkan politik dari pembangunan agrowisata berbasis masyarakat.
Lebih rinci, Daniela 2002 dalam Aref dan Gill 2009 membagi partisipasi
masarakat dalam tiga level kapasitas, yaitu komunitas, organisasi dan individu. Komunitas mengarah pada peran kelompok masyarakat yang terikat secara
informal dalam lingkup geografis yang sama. Organisasi dan individu mengarah pada organisasi pariwisata dan peran perorangan dalam agrowisata.
Pembangunan berbasis masyarakat membutuhkan kepemimpinan, manjemen sumberdaya manusia, koordinasi kegiatan dan pengaturan lainnya
sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kemampuan anggota menjadi lebih berdaya. Proses pemberdayaan seyogyanya dapat memberikan peluang bagi
anggotanya untuk ambil bagian dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab kolektif dan kepemimpinan kolektif Rana, 2008.
Proses dan hasil pemberdayaan terjadi pada semua tingkat analisis. Proses pemberdayaan individu dapat berupa konsultasi yang membantu seseorang dapat
memahami peran dan tanggung jawabnya sekaligus memberikan keterampilan, keahlian dan pengalaman yang berguna. Pemberdayaan organisasi dapat berupa
kelompok kerjasama yang membantu anggotanya dalam memahami dan memiliki keterampilan berorganisasi dan kepemimpinan Perkins dan Zimmerman, 1995;
Stenning and Miyoshi, 2008. Pembangunan yang berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai
pembangunan yang bertumpu dan berpihak pada masyarakat luas. Menurut William dan Gill 1998 dan Barlian 2003 keberpihakan ini mempunyai dua sisi
yaitu:
a. Dari sisi pengelola ekonomi, yaitu masyarakat diberi kesempatan untuk berpartisipasi lebih banyak dalam pengelolaan ekonomi dalam
sistem produksi dan distribusi. b. Dari sisi kemauan masyarakat, yaitu kemauan tentang apa yang
diinginkan dan dibutuhkan oleh masyarakat di daerah itu melalui proses seleksi atas pertimbangan lingkungan, adat istiadat, selera,
serta kebiasaan dari masyarakat.
Lagarense 2003 menyatakan, agrowisata merupakan salah satu alternatif pariwisata yang potensial untuk dikembangkan dengan pendekatan community
based development. Pendekatan ini ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, menyediakan lapangan kerja dan juga berperan dalam peningkatan
kesadaran konservasi. Peningkatan pendapatan masyarakat dan penyediaan