Permintaan Dan Penawaran Pariwisata

Pada pemberdayaan masyarakat ini hendaknya juga terdapat kelembagaannya, mengingat kelembagaan akan dapat mengatur dan memadukan kewenangan antar sektor terintegrasi dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan suatu sumberdaya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandaragoda 2000 yang menjelaskan bahwa terdapat tiga komponen yang perlu diperhatikan pada lembaga pengelolaan yaitu hukum, kebijakan dan administrasi. Namun demikian agar program tetap berlanjut, Hidayat 2004 mengemukakan bahwa agar suatu program keberlanjutan dapat terjadi maka terdapat beberapa faktor penting untuk diperhatikan dalam kelembagaannya, yaitu : a pembentukan badan pengelola; b pemanfaatan badankelompok masyarakat eksisting sebagai pengelola; c penguatan kapasitas; d regenerasi; e kerjasamakemitraan. Perlunya kelembagaan dalam pemberdayaan masyarakat sesuai dengan pendapat Bandaragoda 2000 bahwa dalam melakukan pengelolaan sumberdaya apapun, hendaknya dibuat organisasi yakni jaringan dari peran yang diatur dalam hirarki dengan tujuan membatasi kewenangan individual dan mengkoordinasi kegiatan sesuai dengan sistem aturan dan prosedur. Serta pendapat Scott 2001 bahwa organisasi atau lembaga dapat berfungsi memberikan batasan dan sekaligus keleluasaan bagi suatu kelompok untuk melakukan suatu kegiatan. Pendekatan sistem dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat perlu memperhatikan sejumlah aspek penting yaitu : 1 pengembangan tujuan pariwisata yang terintegrasi dengan perencanaan wilayah, 2 menggunakan sejumlah indikator kinerja yang merefleksikan tujuan pengembangan pariwisata, 3 mengimplementasikan manajemen strategis yang mengarah pada peningkatan tujuan pembangunan wilayah, 4 memonitor dan mengevaluasi efektifitas manajemen strategis dalam pengembangan pariwisata. 2.7.Social Representation Theory Social representation theory SRT adalah serangkaian konsep yang terfokus pada sistem nilai, ide, pandangan dan praktek-praktek dengan fungsi utama memfasilitasi komunikasi antara anggota komunitas. SRT sangat tepat diaplikasikan pada kasus yang melibatkan perspektif sosial, tantangan, hambatan dan konflik yang diakibatkan karena adanya perubahan dan juga dilengkapi dengan adanya ide-ide dan komunikasi dalam ruang publik Yutyunyong, 2009. Kajian-kajian tentang pariwisata dan perilaku komunitas di sekitarnya sebagai reaksi atas munculnya pariwisata memiliki karakteristik-karakteristik tersebut, sehingga sangat tepat untuk dianalisis dengan SRT Pearce et al., 1996. Penerapan kerangka kerja dalam SRT mampu mengevaluasi bagaimana persepsi individu dalam komunitas berpengaruh terhadap pengembangan pariwisata di dalamnya. Hal ini karena SRT mampu mengidentifikasi hubungan antara aspek sosio-ekonomi dan aspek-aspek lain dalam komunitas, antara lain nilai yang dianut, kepercayaan, norma-norma dan pandangan tentang pengembangan pariwisata. Pearce 1991 mengisyaratkan bahwa SRT dapat digunakan untuk memahami bagaimana kelompok-kelompok dalam komunitas memandang pariwisata dalam wilyah mereka. Hasil pemahaman ini akan sangat bermanfaat sebagai masukan dalam proses perencanaan dan pengembangan pariwisata. Landasan kerja SRT adalah bahwa terdapat banyak kelompok individu dalam komunitas yang memiliki kesamaan nilai dan sikap. Dalam SRT, sikap individu diidentifikasi kemudian dikelompokkan berdasarkan kesamaan- kesamaan yang ada. SRT dikendalikan oleh subyek yang diamati dan dianalisis. Sehingga SRT adalah bentuk kajian terbuka yang memberi kesempatan pada setiap individu menentukan arah penelitian, dan bukan peneliti yang menunjukkan dan menetapkannya Beeton, 2006. Andereck and Vogt 2000 menyatakan bahwa meskipun penelitian tentang sikap komunitas terhadap pariwisata telah banyak dilakukan, tetapi hanya sedikit yang mengamati hubungan antara sikap komunitas dengan dukungan yang diberikan dalam pengembangan pariwisata; oleh karena itu perlu ditegaskan bahwa SRT menitikberatkan analisis pada interaksi dan pengaruh sosial dalam komunitas, bukan hanya pada interpretasi individu dalam aktivitas-aktivitas pariwisata. Secara terperinci, ada tiga langkah yang ditempuh dalam mengidentifikasi dan membangun representasi sosial sebagai pokok bahasan dalam SRT, yaitu menggali sikap dan pandangan individu, mengavaluasi intensitas individu dan menetapkan prioritas serta kinerja Beeton, 2006.