2.4. Pariwisata Sebagai Industri
World Tourism Organization 1995 menyatakan pariwisata merupakan fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan kehidupan
dan pergaulan global. Pariwisata menjadi esensial bagi kehidupan karena terkait langsung dengan perkembangan ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan.
Pariwisata merupakan suatu kegiatan industri yang memiliki tiga elemen yakni: 1 wisatawan, sebagai konsumen yang mengkonsumsi barang dan jasa
selama melakukan perjalanan maupun di tempat tujuan wisata, 2 transaksi untuk memperoleh barang dan jasa, dan 3 sektor atau unit ekonomi yang menyediakan
barang dan jasa untuk memenuhi kegiatan wisata Australian Expert Group in Industry Studies, 2007.
Pariwisata bukanlah industri yang berdiri sendiri, tetapi terdiri dari serangkaian perusahaan yang menghasilkan jasa atau produk yang berbeda.
Perbedaan itu tidak hanya dalam jasa yang dihasilkan, tetapi juga dalam besarnya perusahaan, lokasi tempat kedudukan, letak geografis, fungsi, bentuk organisasi
yang mengelola dan metode atau cara pemasarannya Yoeti, 1997; Aref dan Gill, 2009 menyatakan.
Menurut Prideaux and Cooper 2002, perusahaan pariwisata dapat diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu :1 perusahaan pariwisata utama langsung
dan 2 perusahaaan pariwisata sekunder tidak langsung. Perusahaan pariwisata utama langsung adalah perusahaan yang tujuan pelayanannya khusus
diperuntukkan bagi perkembangan kepariwisataan dan yang kehidupan usahanya memang benar-benar tergantung padanya, sedangkan perusahaan pariwisata
sekunder tidak langsung, adalah tidak sepenuhnya tergantung kepada wisatawan belaka, melainkan juga sebagian besar diperuntukkan bagi masyarakat setempat.
Perusahaan yang dapat digolongkan sebagai perusahaan pariwisata sekunder tidak langsung, adalah : a. perusahaan yang membuat kapal, mobil
khusus untuk wisatawan; b. toko-toko pakaian, barang-barang keperluan sehari- hari dan sebagainya; dan c. toko binatu, salon kecantikan dan sebagainya.
Pariwisata sebagai industri menghasilkan jasa-jasa services sebagai “produk” yang dibutuhkan wisatawan pada khususnya dan traveller pada
umumnya. Produk wisata adalah suatu perakitan dari berbagai aspek atau
komponen, yang saling melengkapi untuk membentuk suatu kesatuan produk, yang terdiri dari perjalanantrip sebagai bagian yang dinamis dan tinggal di
daerah tujuan wisata sebagai bagian yang statis Mangiri, 2003; Oredegbe and Fadeyibi, 2009.
Ada tiga golongan pokok produk industri pariwisata, seperti dijelaskan di bawah ini Sugiarti, Ernawati dan Birtles, 2003; Tebay, 2004; Ismail, 2004;Che,
2005 : a. Tourist objects atau obyek pariwisata yang terdapat pada daerah-
daerah tujuan wisata, yang menjadi daya tarik orang-orang untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.
b. Fasilitas yang diperlukan di tempat tujuan tersebut, seperti akomodasi perhotelan
accommodation, bar dan restoran catering,
entertainment dan rekreasi. c. Transportasi yang menghubungkan negara asal wisatawan tourist
originating countries dengan daerah tujuan wisatawan tourist destination area serta transportasi di tempat tujuan local
transportation ke obyek-obyek pariwisata.
Produk industri pariwisata mempunyai suatu ciri khas yang membedakannya dari produk barang. Beberapa ciri hasil produk industri
pariwisata yang terpenting, diantaranya sebagai berikut Tebay, 2004; Che, 2005:
a. Hasil atau produk industri pariwisata tidak dapat dipindahkan, karena dalam penjualannya tidak mungkin produk dibawa kepada konsumen.
Sebaliknya wisatawan yang mengunjungi lokasi produksi. Dalam industri barang, hasil atau produknya dapat dipindahkan ke tempat
barang tersebut dibutuhkan atau diinginkan oleh konsumen.
b. Pada umumnya peranan dan posisi perantara middle-man tidak diperlukan karena proses produksi terjadi pasa saat bersamaan dengan
konsumsi. Satu-satunya perantara yang merupakan saluran channel dalam penjualan jasa industri pariwisata hanyalah travel agent atau
tour operator saja.
c. Hasil atau produk industri pariwisata tidak dapat ditimbun, seperti halnya terjadi pada industri barang lainnya, dimana penimbunan
hanya kebiasaan untuk meningkatkan permintaan.
d. Hasil atau produk industri pariwisata itu tidak mempunyai standar atau ukuran yang obyektif, seperti halnya dengan industri barang lainnya
yang mempunyai dimensi kuantitatif, sedangkan industri pariwisata menggunakan kualitas dan kepuasan dalam pelayanan.
e. Permintaan demand terhadap hasil atau produk industri pariwisata tidak tepat dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non ekonomis.
Terjadinya kekacauan atau peperangan atau bencana alam, akan mengakibatkan permintaan akan berkurang. Sebaliknya musim
berlibur dengan kondisi normal permintaan meningkat, sehingga terjadi kekurangan dalam supply.
f. Calon konsumen tidak mencoba atau mencicipi produk yang akan dibelinya. Informasi diperoleh dari brosur leaflet, booklet, poster
melalui slide, TV atau film yang khusus dibuat untuk keperluan tertentu.
g. Hasil atau produk industri pariwisata banyak tergantung pada tenaga manusia dan sedikit sekali dapat digantikan dengan mesin.
h. Dari segi pemilikan usaha, penyediaan produk industri pariwisata dengan membangun sarana kepariwisataan yang memakan biaya
besar, mempunyai tingkat resiko tinggi, karena perubahan elastis permintaan sangat peka sekali.
Di sisi lain, Thomas 2000 menyatakan bahwa terdapat beberapa potensi kerugian yang harus diantisipasi dalam pengembangan agrowisata sebagai sebuah
industri, yaitu: a. Penurunan produksi pertanian, hal ini sangat mungkin terjadi apabila
agrowisata telah menjadi sebuah industri besar yang menguntungkan, dimana pelaku industri menganggapnya lebih menguntungkan
dibanding memproduksi produk pertaniannya sendiri.
b. Kerusakan lingkungan sebagai akibat sisi pariwisata dalam agrowisata yang tidak disertai dengan aturan dan penetapan standar keamanan
lingkungan yang ketat, c. Pencurianpembajakan biodiversitas asli di lingkungan agrowisata
yang dapat dengan mudah dilakukan oleh para wisatawan, d. Tingginya biaya infrastruktur untuk mencapai standard tinggi sebuah
produk pariwisata.
2.5. Permintaan Dan Penawaran Pariwisata
Agrowisata telah berhasil dikembangkan di negara-negara maju, antara lain Swiss, Selandia Baru, Prancis dan Australia. Di Indonesia, delapan provinsi telah
mencoba mengembangkan potensi agrowisata dengan produk unggulan masing- masing yaitu Sumatera Utara dengan karet dan perkebunan kelapa, Riau dengan
perkebunan coklat, Jawa Barat dengan kebun raya, Jawa Tengah dan DIY dengan salak pondoh di Sleman, Jawa Timur dengan perkebunan berbasis gula, NTB
dengan Wisata Rinjani serta Kalimantan Tengah dan Barat dengan perkebunan kelapa Utama, 2008.
Pertumbuhan agrowisata di dunia mencapai angka 6 per tahun melebihi pertumbuhan pariwisata secara umum yang hanya 4 per tahun. Hal ini seiring
dengan peningkatan permintaan akan wisata yang terkait dengan alam dan aktivitas budaya. Peningkatan permintaan ini menjadikan agrowisata sebagai
sebuah sektor yang sangat penting sabagai alternatif sumber pendapatan bagi petani dan komunitas pedesaan yang lain WTO dalam Utama, 2008.
Pada produk turunan pariwisata, agrowisata juga dapat dianalisis menurut instrumen dan aspek analisis dalam pariwisata. Menurut Mangiri 2003,
pariwisata dapat dikaji dari dua sisi, pertama dari sisi permintaan dan kedua dari sisi penawaran. Sisi permintaan meliputi kegiatan untuk menikmati pendapatan
yang dilakukan di luar lingkungan sehari-hari dan rutinitas, sedangkan sisi penawaran menunjukkan pada kegiatan yang dilakukan institusi yang terkait
dalam rangka melayani kebutuhan wisatawan. Sedangkan menurut Avenzora 2008, berbicara mengenai permintaan sederhanaya adalah berbicara tentang
siapa yang meminta, apa yang diminta, kuantitas dan kualitas dari yang diminta serta waktu meminta. Adapun berbicara tentang penawaran dijelaskannya sebagai
berbicara tentang apa yang bisa ditawarkan, bagaimana jumlah dan kualitas yang bisa ditawarkan, untuk siapa bisa ditawarkan dan seasonalitas dari waktu
penawaran. World Tourism Organization 1995 dalam Heriawan 2004 menguraikan
secara lengkap pemahaman pariwisata dari sisi permintaan, yaitu permintaan atas barang dan jasa oleh wisatawan karena adanya kegiatan pariwisata, dan oleh
pemerintah dan swasta dalam rangka investasi dan promosi wisata. Sebaliknya