Jenis-jenis Agrowisata TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Permintaan Dan Penawaran Pariwisata

Agrowisata telah berhasil dikembangkan di negara-negara maju, antara lain Swiss, Selandia Baru, Prancis dan Australia. Di Indonesia, delapan provinsi telah mencoba mengembangkan potensi agrowisata dengan produk unggulan masing- masing yaitu Sumatera Utara dengan karet dan perkebunan kelapa, Riau dengan perkebunan coklat, Jawa Barat dengan kebun raya, Jawa Tengah dan DIY dengan salak pondoh di Sleman, Jawa Timur dengan perkebunan berbasis gula, NTB dengan Wisata Rinjani serta Kalimantan Tengah dan Barat dengan perkebunan kelapa Utama, 2008. Pertumbuhan agrowisata di dunia mencapai angka 6 per tahun melebihi pertumbuhan pariwisata secara umum yang hanya 4 per tahun. Hal ini seiring dengan peningkatan permintaan akan wisata yang terkait dengan alam dan aktivitas budaya. Peningkatan permintaan ini menjadikan agrowisata sebagai sebuah sektor yang sangat penting sabagai alternatif sumber pendapatan bagi petani dan komunitas pedesaan yang lain WTO dalam Utama, 2008. Pada produk turunan pariwisata, agrowisata juga dapat dianalisis menurut instrumen dan aspek analisis dalam pariwisata. Menurut Mangiri 2003, pariwisata dapat dikaji dari dua sisi, pertama dari sisi permintaan dan kedua dari sisi penawaran. Sisi permintaan meliputi kegiatan untuk menikmati pendapatan yang dilakukan di luar lingkungan sehari-hari dan rutinitas, sedangkan sisi penawaran menunjukkan pada kegiatan yang dilakukan institusi yang terkait dalam rangka melayani kebutuhan wisatawan. Sedangkan menurut Avenzora 2008, berbicara mengenai permintaan sederhanaya adalah berbicara tentang siapa yang meminta, apa yang diminta, kuantitas dan kualitas dari yang diminta serta waktu meminta. Adapun berbicara tentang penawaran dijelaskannya sebagai berbicara tentang apa yang bisa ditawarkan, bagaimana jumlah dan kualitas yang bisa ditawarkan, untuk siapa bisa ditawarkan dan seasonalitas dari waktu penawaran. World Tourism Organization 1995 dalam Heriawan 2004 menguraikan secara lengkap pemahaman pariwisata dari sisi permintaan, yaitu permintaan atas barang dan jasa oleh wisatawan karena adanya kegiatan pariwisata, dan oleh pemerintah dan swasta dalam rangka investasi dan promosi wisata. Sebaliknya dari sisi penawaran, yaitu penyediaan barang dan jasa oleh unit-unit ekonomi terkait untuk memenuhi permintaan konsumsi wisatawan, serta investasi dan promosi oleh pemerintah ataupun swasta. Gambar 2 memperlihatkan struktur pariwisata dari sisi permintaan dan penawaran. Mangiri 2003 juga mengemukakan bahwa ada dua kelompok faktor yang dapat mendorong seseorang untuk berwisata. Kelompok faktor pertama disebut faktor internal yang meliputi pendapatan, waktu, dan kemauan, sedangkan kelompok faktor kedua disebut faktor eksternal yang meliputi tujuanobjek wisata, prasarana dan sarana, dan keamanan. Kedua kelompok faktor tersebut saling berkaitan dalam penentuan seseorang untuk melakukan wisata. Sedangkan keputusan seseorang untuk berwisata akan tergantung oleh empat faktor berikut, yaitu: 1 faktor pendorong, 2 faktor individu dan sosial, 3 varibel eksternal, dan 4 karakteristik pelayanan di tempat tujuan Ismail, 2004; Che, 2005; Kuswiati, 2008.

2.6. Pengelolaan Agrowisata berbasis Masyarakat

Pendekatan untuk pengelolaan sumberdaya alam, sebagai sumber daya utama agrowisata, dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu pendekatan berbasis masyarakat dan pendekatan berbasis pemerintah. Menurut Rashidpour et al. 2010 pengelolaan dengan pendekatan berbasis masyarakat community Based Management adalah “suatu strategi untuk mencapai pembangunan yang berpusat pada manusia, dimana pusat pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan di suatu daerah berada di tangan organisasi- organisasi dalam masyarakat di daerah tersebut. Pengelolaan seperti ini dilakukan untuk memberi kesempatan bagi masyarakat lokal dalam mengelola dan bertanggungjawab atas sumberdaya yang ada, mulai dari perencanaan hingga pemanfaatan atau hasil-hasilnya demi kesejahteraan masyarakat setempat. Gambar 2. Struktur pariwisata dari sisi permintaan dan penawaran Heriawan, 2004 Laverack and Thangphet 2009 menyatakan, Community Based Management memiliki makna keterlibatan langsung masyarakat dalam mengelola sumberdaya alam yakni memikirkan, memformulasikan, merencanakan, mengimplementasikan, mengevaluasi maupun memonitornya. Pemberdayaan PARIWISATA PERMINTAAN PENAWARAN Konsumsi Pariwisata Investasi dan Pengembangan Pariwisata Unit Ekonomi Penyedia Barang dan jasa Unit Ekonomi Penyedia Barang Modal Pengeluaran Wisman Pengeluaran Wisnus Pengeluaran Wisman Pre+Post Trip Pembentukan Modal Promosi Hotel Restoran Angkutan Domestik dan Komunikasi Biro Perjalanan Rekreasi dan Hiburan Souvenir Kesehatan, Kecantikan Jasa Lainnya Produksi Industri Konsumsi Daging Produk Pertanian Konsumsi Langsung Industri Mesin,alat transport, peralatan Bangunan Konttruksi masyarakat lokal ditujukan pada 2 dua sasaran, yaitu : 1 melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan, dan 2 memperkuat posisi lapisan masyarakat lokal dalam struktur kekuasaan. Pengelolaan berbasis masyarakat dalam kenyataannya tidak dapat berhasil sepenuhnya tanpa keterlibatan pemerintah. Hal tersebut dimungkinkan karena masyarakat dalam beberapa hal masih memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, seperti tingkat pendidikan, permodalan, dan kesadaran atas pentingnya lingkungan Kusumastanto 1998; Sofyan, 2006. Tidak ada pengelolaan sumberdaya alam yang berhasil tanpa melibatkan masyarakat lokal sebagai pengguna users dari sumberdaya alam tersebut. Hal ini diperkuat oleh Rashidpour et al. 2010 yang merekomendasikan bahwa dalam pengembangan wilayah pedesaan yang berkelanjutan, termasuk agrowisata didalamnya, maka komunitas lokal adalah mitra dan stakeholder yang paling utama. Keterbatasan masyarakat setempat dalam mendukung pengelolaan agrowisata masih memperlukan campur tangan dari pemerintah. Dalam mengakomodir campur tangan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya alam dapat dilakukan dengan pendekatan cooperative management co-management, sebagai jembatan penghubung antara pemerintah dan masyarakat Gawell ,1984 dalam White 1994; Silver, 2002; Rashidpour, 2010. Pendekatan co-management didefinisikan sebagai pembagian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dengan pengguna sumberdaya alam lokal masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam Pomeroy dan Williams, 1994; Oredegbe and Fadeyibi, 2009. Keberhasilan Co-Management didasarkan atas 8 delapan hal yang harus diperhatikan, yaitu : 1 batas wilayah yang jelas dan terdefinisi, 2 kejelasan keanggotaan, 3 keterikatan dalam kelompok, 4 manfaat harus lebih besar dari biaya, 5 pengelolaan yang sederhana, 6 kerjasama dan kepemimpinan dalam masyarakat, 7 desentralisasi dan pendelegasian wewenang dan 8 koordinasi antara pemerintah dan masyarakat. Meskipun memiliki banyak kesamaan dalam pengembangan agrowisata berbasis masyarakt, co-management dan community based management berbeda dalam hal fokus strategi, terutama dalam hal tingkat keterlibatan pemerintah dan