Saran SIMPULAN DAN SARAN

Satoto, N.S. 1997. Kondisi Pariwisata dan Dampaknya terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Setempat Studi Kasus Pada Bintan Beach International Resort. Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Sahid. Jakarta. Saxena, JJ.P. 1992. Hierachy and Classification of Program Plan Element Using Interpretative Modelling. System Practise 56:651-670. Sebele, L.S, 2010, Community-based tourism ventures, benefits and challenges: Khama Rhino Sanctuary Trust, Central District, Botswana, Journal of Tourism Management Vol 31 2010: 136–146 Setyono, B., 1999. Strategi pemasaran dan segmen pasar obyek Wisata agro. Prosiding Rapat Koordinasi Nasional V Panitia tetap Wisata Agro. Surakarta, 28-30 Oktober 1999. Silver, C., 2002. Tourism and Local Economic Development in the Area of Indonesia’s Decentralization. ASEAN Journal on Hospitality and Tourism, 12 : 83-90. Soekadijo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata, Memahami Pariwisata sebagai Systemic Linkage. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sofyan,A., 2006. Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Pengelolaan Kawasan Konservasi melalui Kaji Tindak. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sopheaktra, S., 2008. A Comparative Study between Japanese Oita and Cambodian OVOP Organizational Charts and the Three Elements of Sustainable Development. J.of OVOP Policy, 1 11: 67-75 Spillane, JJ. 1994 Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan Prospeknya. Kanisius. Jakarta. Stenning, N. and K. Miyoshi. 2008. Knowledge and Networking Strategies for Community Capacity Development in Oyama-machi: An Archetype of the OVOP Movement. OVOP 106 : 67-78 Sugiarti, R., D.Ernawati and A. Birtles. 2003. The Potential for Developing Ecological Sustainable Rural Tourism in Surakarta, Indonesia. A Case Study. ASEAN Journal on Hospitality and Tourism, 220:78-90. Supratikno, H., 1999. Strategi Pengembangan Obyek Wisata Agro. Prosiding Rapat Koordinasi Nasional V Panitia tetap Wisata Agro. Surakarta, 28- 30 Oktober 1999. Suwarno, A. et.al, Participatory modelling to improve partnership schemes for future Community-Based Forest Management in Sumbawa District, Indonesia, Environmental Modelling Software 24 2009 1402–1410 Sznajder, M., L. Prezezbórska, F. Scrimgeour, 2009, Agritourism, European Journal of Tourism Research 22, pp. 197-199 CABI Publishing Tebay, S., 2004. Kajian Pengembangan Agrowisata Mangrove Berbasis Masyarakat di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura, Papua. Thomas, C, 2000, Product innovation: reflecting on the prospect for agro-tourism in the caribbean, proceeding of regional agro-tourism conference, April 2000, Tobago Tjiptono F. 2000. Total Quality Management. Andi. Yogyakarta. Utama, I.G.B., 2007, Innovation of Tourism Product, Agrotourism Project Research Vorst, van der, J.G.A.J., C.A, da Silva, J.H. Trienekens, 2007. Agro-industrial Supply Chain Management : Concepts and Applications. FAO, Rome. White, A.T., L.Z. Hale, Y. Renald and L.Cortesi. 1994. Collaborative and Community Based Management of Coral Reefs : Lessons from Experience. Kumarian Press, West Hartford. Con. USA. Wilkinson, J and R.Rocha, 2009. Agro-industry Trends, Patterns and Development Impact. FAO and UNIDO. Agro-industries for Development, C.A da Silva et al Eds. William, P., et.al., 2001, Agritourism Market and Product Development Status Report, Centre for Policy and Research, Simon Fraser University, Burnaby Yager. R.R. 1993 Non-numeric multi-criteria multicriteria multi-person decision making Group Decision Negotiation 2:81-93. Yeh, C.H., H. Deng, S.Wibowo dan Y.Xu. 2009. Multicriteria Group Decision Support for Information System Project Selection. B.C.Chien et al.eds:IEAAIE. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Yoeti, O.K. 2006. Pariwisata Budaya: Masalah dan Solusinya, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Yoeti, O.K. 2008. Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi dan Aplikasi Zube, E.H. and M.L.Busch. 1990. Park-People Relationships: An International Review. Landscape and Urban Planning 191: 117-131. PT. Pradnya Paramita, Jakarta. 167 Lampiran 1. Data demografi dan komoditas pertanian Kecamatan Tutur 2009 187 Lanjutan lampiran 1 188 169 Lanjutan lampiran 1 189 Lampiran 6. Hasil penilaian dan pengolahan ISM untuk kendala, lembaga dan aktifitas 1. Perhitungan Analisis Kendala dalam Strategi Pengembangan Agrowisata menggunakan ISM a. Petunjuk dan Input data perbandingan perpasangan antara elemen 200 201 b. Hasil reachibility Matriks Final 202 203 c. Hasil SSIM Final 204 Lampiran 2. Hasil Penilaian penentuan lokasi atau kawasan pengembangan agrowisata N o Parameter Panelis 1 Panelis 2 Panelis 3 Panelis 4 Panelis 5 total Bobot 1 Potensi pasar dan pertumbuhannya, 7 8 6 6 7 34 0.19 2 Potensi sumberdaya alam dan lingkungan, 8 7 8 7 6 36 0.20 3 Potensi sumber daya manusia, 2 4 4 2 3 15 0.07 4 Potensi pengembangan agroindustri mendukung utama agrowisata, 6 5 5 8 8 32 0.18 5 Dukungan kelembagaan, 1 1 3 3 1 9 0.05 6 Tingkat kompetisi dengan wisata lain, 3 2 1 1 2 9 0.06 7 Ketersediaan infrastruktur, 5 6 7 5 5 28 0.15 8 Selera konsumen dan kecenderungannya. 4 3 2 4 4 17 0.10 TOTAL 36 36 36 36 36 180 1 90 PANELIS 1 PANELIS 2 PANELIS 3 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 No Kawasan Hasil Perhitungan perkalian bobot parameter 1 Purwodadi 4.18 5 3 1 5 3 1 3 1 5 5 3 3 1 3 3 1 3 5 3 1 1 1 3 3 2 Tutur 4.94 5 5 1 5 3 1 3 1 7 5 1 5 1 1 5 3 3 5 3 5 1 1 5 3 3 Puspo 4.18 5 3 1 5 3 1 3 1 5 5 3 3 1 3 5 3 3 3 1 1 1 1 3 3 4 Tosari 4.37 3 5 1 3 3 1 3 1 3 3 3 3 1 3 3 1 3 7 3 3 3 3 5 1 5 Lumbang 3.8 3 5 1 5 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 5 3 3 3 3 3 1 1 3 3 6 Pasrepan 3.8 3 3 3 3 1 1 5 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 5 1 5 1 1 1 1 7 Kejayan 3.8 3 5 1 5 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 5 3 3 3 3 3 1 1 3 3 8 Wonorejo 3.8 3 5 1 5 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 5 3 3 3 3 3 1 1 3 3 9 Purwosari 3.99 3 5 1 5 3 1 3 1 5 1 1 3 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 10 Prigen 3.8 3 5 1 5 1 1 1 1 3 3 3 3 1 1 5 3 3 3 3 3 1 1 3 3 11 Sukorejo 3.8 3 3 3 3 1 1 5 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 5 1 5 1 1 1 1 12 Pandaan 4.37 3 3 1 5 3 1 3 1 3 5 3 5 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 5 3 13 Gempol 4.18 3 3 1 5 3 1 3 1 3 5 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 1 1 5 3 14 Beji 3.61 3 3 1 3 3 1 3 1 3 3 3 3 1 1 1 5 3 3 3 3 1 1 3 3 15 Bangil 3.99 3 3 1 3 3 1 3 1 1 1 3 1 3 3 5 3 3 3 3 3 3 1 5 3 16 Rembang 3.61 1 1 1 5 3 1 3 3 1 1 3 5 1 3 1 3 5 3 3 3 1 1 3 3 17 Kraton 3.61 1 1 1 5 3 1 3 3 1 1 3 5 1 3 1 3 5 3 3 3 1 1 3 3 18 Pohjentrek 3.61 5 3 3 3 1 1 3 3 1 1 1 5 3 1 3 3 1 1 3 5 1 3 1 3 19 Gondangwetan 3.61 1 1 3 5 1 3 1 3 5 3 3 3 1 1 3 3 1 1 1 5 3 1 3 3 20 Rejoso 3.61 1 1 1 5 3 1 3 3 1 1 3 5 1 3 1 3 5 3 3 3 1 1 3 3 21 Winongan 3.61 3 3 3 3 1 1 3 3 1 1 1 5 3 1 3 3 1 1 3 5 1 3 1 3 22 Grati 3.99 3 3 1 3 3 1 3 1 3 3 3 3 1 3 3 3 3 1 3 5 1 1 5 3 23 Lekok 3.61 5 3 3 3 1 1 3 3 1 1 1 5 3 1 3 3 1 1 3 5 1 3 1 3 24 Nguling 3.61 1 1 1 5 3 1 3 3 1 1 3 5 1 3 1 3 5 3 3 3 1 1 3 3 1 91 Lampiran 3 . Hasil Penilaian Panelis ahli terhadap Prioritas Penentuan Komoditas Unggulan A. Bobot Kriteria penentuan Komoditas Unggulan No Kriteria penentuan Komoditas Unggulan Panelis Ahli 1 2 3 4 5 6 7 1 Potensi pasar T T ST T ST ST T 2 Nilai komersial komoditas T S T T T S T 3 Kesesuaian lahan dan agroklimat T S T S T S T 4 Potensi produksi luas dan produktivitas S ST T S S ST T 5 Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah T T T T T T T 6 Kemampuan produksi masyarakat setempat S S T S S T T B. Penilaian Komoditas Berdasarkan Kriteria Unggulan Komoditas Apel No Kriteria penentuan Komoditas Unggulan Panelis Ahli 1 2 3 4 5 6 7 1 Potensi pasar ST T T T T ST T 2 Nilai komersial komoditas T T T ST T ST T 3 Kesesuaian lahan dan agroklimat T ST T T T T ST 4 Potensi produksi luas dan produktivitas T T ST T ST T ST 5 Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah T T ST T T T T 6 Kemampuan produksi masyarakat setempat ST T T T ST T T Komoditas Tanaman Bunga No Kriteria penentuan Komoditas Unggulan Panelis Ahli 1 2 3 4 5 6 7 1 Potensi pasar T S S S T S S 2 Nilai komersial komoditas S T S S T S S 3 Kesesuaian lahan dan agroklimat S S S S S S S 4 Potensi produksi luas dan produktivitas R S S S S S S 5 Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah S S S S S S S 6 Kemampuan produksi masyarakat setempat S S S S S S S Komoditas Mangga No Kriteria penentuan Komoditas Unggulan Panelis Ahli 1 2 3 4 5 6 7 1 Potensi pasar R R S R R S R 2 Nilai komersial komoditas R R R S R R R 3 Kesesuaian lahan dan agroklimat R R R R R R R 4 Potensi produksi luas dan produktivitas R R S R R S R 5 Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah R S S R R R R 6 Kemampuan produksi masyarakat setempat R R R R R S R Komoditas Durian No Kriteria penentuan Komoditas Unggulan Panelis Ahli 1 2 3 4 5 6 7 1 Potensi pasar R R R S R R R 2 Nilai komersial komoditas R R R R R R R 3 Kesesuaian lahan dan agroklimat S R R R R R R 4 Potensi produksi luas dan produktivitas R R R S R R R 5 Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah S R S R R R R 6 Kemampuan produksi masyarakat setempat R R R S R R S Komoditas Tanaman Obat No Kriteria penentuan Komoditas Unggulan Panelis Ahli 1 2 3 4 5 6 7 1 Potensi pasar S S S S S S S 2 Nilai komersial komoditas S S S S S S S 3 Kesesuaian lahan dan agroklimat S S R S S R R 4 Potensi produksi luas dan produktivitas S S S S S S S 5 Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah S S S S S S S 6 Kemampuan produksi masyarakat setempat R S S R S R S Lampiran 4. Penentuan Produk Olahan Unggulan dalam Pengembangan agrowisata No Kriteria Hasil Penilaian Ahli 1 2 3 4 5 6 7 rerata A. KRI PI K APEL Potensi pasar 3 2 4 3 3 4 4 3.20 Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu 4 4 4 5 5 4 5 4.40 Kemampuan SDM 3 3 3 3 3 3 3 3.00 Ketersediaan teknologi yang dapat diterapkan 3 4 3 4 3 3 3 3.26 Kemampuan bersaing produk sejenis dan produk substitusi 3 3 2 3 2 3 2 2.52 Tingkat efektivitas efisiensi Biaya Produksi 3 3 3 4 3 3 3 3.13 Kelestarian lingkungan dan minimasi limbah 3 3 3 3 3 3 3 3.00 B. SARI APEL Potensi pasar 5 3 3 4 5 4 4 3.93 Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu 5 4 5 5 5 5 4 4.69 Kemampuan SDM 3 3 3 3 3 3 3 3 Ketersediaan teknologi yang dapat diterapkan 3 4 4 4 3 4 5 3.80 Tingkat persaingan produk sejenis dan produk substitusi 3 3 4 4 4 3 5 3.65 Biaya Produksi 3 3 3 3 3 3 3 3.00 Kelestarian lingkungan dan minimasi limbah 3 3 3 3 3 3 3 3.00 194 Lanjutan. Penentuan Produk Olahan Unggulan dalam Pengembangan agrowisata C. CUKA APEL Potensi pasar 3 3 3 3 3 3 3 3.00 Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu 4 4 4 4 5 5 4 4.26 Kemampuan SDM 3 3 3 3 2 3 4 2.95 Ketersediaan teknologi yang dapat diterapkan 3 4 3 3 3 3 3 3.12 Tingkat persaingan produk sejenis dan produk substitusi 4 3 3 4 3 4 3 3.39 Biaya Produksi 3 3 3 3 3 3 3 3.00 Kelestarian lingkungan dan minimasi limbah 3 3 2 3 2 3 4 2.78 D. JENANG APEL Potensi pasar 3 4 5 3 3 4 4 3.65 Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu 3 4 4 4 4 4 4 3.84 Kemampuan SDM 3 3 3 3 3 3 3 3.00 Ketersediaan teknologi yang dapat diterapkan 3 4 3 3 3 3 4 3.26 Tingkat persaingan produk sejenis dan produk substitusi 3 2 3 3 4 3 4 3.07 Biaya Produksi 3 3 4 3 3 3 3 3.16 Kelestarian lingkungan dan minimasi limbah 3 2 3 2 3 3 3 2.67 195 Lanjutan Penentuan Produk Olahan Unggulan dalam Pengembangan agrowisata lanjutan E. BREM APEL Potensi pasar 4 3 4 4 4 4 3 3.68 Ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu 4 4 5 4 4 4 4 4.12 Kemampuan SDM 3 2 2 3 2 3 3 2.52 Ketersediaan teknologi yang dapat diterapkan 3 3 3 3 3 2 2 2.67 Tingkat persaingan produk sejenis dan produk substitusi 3 2 3 2 2 2 3 2.38 Biaya Produksi 3 3 3 3 3 3 3 3.00 Kelestarian lingkungan dan minimasi limbah 3 2 3 3 3 3 3 2.83 196 Lampiran 5 . Hasil Penilaian dan Pengolahan analisis AHP pengembangan agrowisata A. Rerata Hasil Penilaian terhadap Faktor yang Perlu diperhatikan A B C D E Peluang pasar A 1 3.918092853 4.757026 2.536216 4.757026 Ketersdiaan Sumberdaya Alam B 1 1.511209 1.291708 1.426162 Ketersediaan SDM C 1 1 1.059634 Potensi Agroindustri D 1 0.904424 Potensi kelembagaan local E 1 B. Rerata Hasil Penilaian Tujuan yang Perlu diperhatikan terhadap factor peluang Pasar A B C D Potensi wisata A 1 2.271318 1.794823 4.391529 Meningkatkan Taraf Hidup B 1 0.773058 1.455825 Meningkatkan Jumlah Wisatawan C 1 2.80021 Meningkatkan Potensi daerah D 1 C. Rerata Hasil Penilaian Tujuan yang Perlu diperhatikan terhadap factor ketersediaan SDA A B C D Potensi wisata A 1 4.06607453 1.873444 3.524061 Meningkatkan Taraf Hidup B 1 0.541277 1.169931 Meningkatkan Jumlah Wisatawan C 1 1.66851 Meningkatkan Potensi daerah D 1 D. Rerata Hasil Penilaian Tujuan yang Perlu diperhatikan terhadap factor ketersediaan SDM A B C D Potensi wisata A 1 1.60132889 1.531926 3.276051 Meningkatkan Taraf Hidup B 1 0.8523 1.691384 Meningkatkan Jumlah Wisatawan C 1 1.842185 Meningkatkan Potensi daerah D 1 E. Rerata Hasil Penilaian Tujuan yang Perlu diperhatikan terhadap factor potensi pengembangan agroindustri A B C D Potensi wisata A 1 3.31614937 2.06845 3.433458 Meningkatkan Taraf Hidup B 1 0.748803 1.185969 Meningkatkan Jumlah Wisatawan C 1 1.814665 Meningkatkan Potensi daerah D 1 F. Rerata Hasil Penilaian Tujuan yang Perlu diperhatikan terhadap factor potensi kelembagaan A B C D Mengembangkan Potensi wisata A 1 3.4334584 2.493898 3.546452 Meningkatkan Taraf Hidup B 1 1.086035 1.343969 Meningkatkan Jumlah Wisatawan C 1 1.57461 Mengembangkan Potensi daerah D 1 G. Rerata Hasil Penilaian prioritas Strategi terhadap tujuan pengembangan Potensi Agrowisata A B C D E F Meningkatan infrastruktur A 1 1.087596 0.578868 0.852 3 0.4217 08 2.0123 79 Meningkatkan Jumlah dan Kualitas Obyek Wisata B 1 0.639122 0.752 959 0.4806 85 1.6209 29 Meningkatka hubungan stakeholder C 1 1.318 575 0.7540 41 3.7799 2 Meningkatkan promosi D 1 0.6905 03 2.2745 82 Meningkatkan Kualitas SDM E 1 3.9820 42 Meningkatkan Dukungan Pemerintah daerah F 1 H. Rerata Hasil Penilaian prioritas Strategi terhadap tujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat A B C D E F Meningkatan infrastruktur A 1 0.677236 0.392594 0.198 053 0.3034 97 0.7274 6 Meningkatkan Jumlah dan Kualitas Obyek Wisata B 1 0.630479 0.482 617 0.5493 22 1.2772 05 Meningkatka hubungan stakeholder C 1 0.631 385 1.0875 96 2.1975 53 Meningkatkan promosi D 1 1.9194 71 3.1605 21 Meningkatkan Kualitas SDM E 1 2.6031 42 Meningkatkan Dukungan Pemerintah daerah F 1 I. Rerata Hasil Penilaian prioritas Strategi terhadap tujuan meningkatkan jumlah wisatawan A B C D E F Meningkatan infrastruktur A 1 0.997133 0.8535 0.3473 0.3072 0.6598 Meningkatkan Jumlah dan Kualitas Obyek Wisata B 1 0.9031 0.4599 0.3431 1.1315 Meningkatka hubungan stakeholder C 1 0.5242 0.3351 0.9410 Meningkatkan promosi D 1 0.6480 2.2555 Meningkatkan Kualitas SDM E 1 2.6718 Meningkatkan Dukungan Pemerintah daerah F 1 J. Rerata Hasil Penilaian prioritas Strategi terhadap tujuan mengembangkan potensi daerah A B C D E F Meningkatan infrastruktur A 1 1.34989 1.3687 0.1843 0.5788 0.7488 Meningkatkan Jumlah dan Kualitas Obyek Wisata B 1 0.9489 0.3644 0.476 0.7791 Meningkatka hubungan stakeholder C 1 0.1843 0.6209 0.6624 Meningkatkan promosi D 1 2.1678 2.9534 Meningkatkan Kualitas SDM E 1 1.8421 Meningkatkan Dukungan Pemerintah daerah F 1 2. Hasil pengolahan ISM untuk Lembaga Pengembangan Agrowisata b. Hasil SSIM Final 3. Hasil pengolahan ISM untuk Aktivitas Pengembangan Agrowisata b. Hasil SSIM Final ABSTRAK Syahfirin Abdullah. 2012. Engineering Development System of Community- based Agrotourism Development . Supervised by Syamsul Maarif as chairman and Martani Huseini, Tajuddin Bantacut, Taufik Djatna, Ricky Avenzora as the member of supervisors. World widely, the tourism sector is contributing significantly to non- commodity exchange, unfortunately Indonesia still ranks 60 th and is still lagging behind some other countries in Asia; as vvarious constraints faced by the tourism Indonesia, including in Tutur District. This study aims to determine the development of agro-tourism area, analyze the factors, goals and agro-tourism development strategy, and formulate a model of community-based ecotourism development, thereby promoting economic growth, employment absorption, and poverty alleviation. A set of questionaire has been distributed to grab expertise perception and opinion on the planning of agrotourism development in the District of Tutur. The AHP, Fuzzy, MPE and ISM approaches have been used to analyze and decide the most prefereable variables chosen by the responden. Further, a dynamic model of development planning and implementation scheme have been applied to synthesys the final result. The results showed that the prospective areas to be developed as an agrotourism areas are District of Tutur, District of Pandaan, and the District of Tosari; in which the highest value indicated by the District of Tutur which has various comodities of apples, durians, chrysanthemum flower, and paprika. This district also has agro-industry products to support the agro tourism program, such as apple cider. In order to increase the number of tourist, the study found that it is important to pay attention to agro-industry development, infrastructure improvement, improving the quality and number of attractions, increasing relations with stakeholders, increasing promotion and cooperation dan improving the quality of human resources capacities. Since a low quality of human resources in businessman-group, it was also found that needed to do some institutional empowerment, agrotourism entrepreneurship and increasing appreciation on pricing of agro-products. Key words: Agrotourism, AHP, MPE, Fuzzy, ISM, District of Tutur, Pasuruan Regency, Community Based Mangement. RINGKASAN Syahfirin Abdullah. 2011 . Rekayasa Sistem Pengembangan Agrowisata Berbasis Masyarakat. Dibawah bimbingan Syamsul Ma’arif sebagai ketua dan Martani Husaeni, Tajuddin Bantacut, Taufik Djatna, Ricky Avenzora sebagai anggota. Pengembangan pariwisata menjadi salah satu sektor yang mendapat prioritas tinggi dalam pembangunan di berbagai negara. Salah satu sektor pariwisata di Indonesia yang potensial untuk dikembangkan adalah agrowisata. Agrowisata merupakan diversifikasi produk wisata yang menggabungkan aktivitas pertanian agro dan rekreasi di sebuah lingkungan pertanian. Agrowisata juga memberi peluang wisatawan untuk terlibat dalam aktivitas rekreasi pedesaan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang agro. Salah satu kecamatan yang berpotensi dikembangkan pariwisatanya adalah Kecamatan Tutur. Pengembangan agrowisata tidak bisa dilepaskan dari masyarakat di sekitar kawasan agrowisata, mengingat masyarakat lokal berperan besar dalam keberhasilan sebuah agrowisata. Oleh karena itu, maka agrowisata idealnya dikembangkan melalui konsep pemberdayaan masyarakat. Penelitian bertujuan untuk menentukan kawasan pengembangan agrowisata, menganalisis faktor, tujuan dan strategi pengembangan agrowisata, merumuskan model pengembangan agrowisata berbasis masyarakat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi, penyerapan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Model yang disusun kemudian diverifikasi dengan data primer yang diperoleh dari lokasi yang ditentukan. Pada penelitian ini juga ditentukan komoditas unggulan dan produk olahan agroindustri prospektif yang mendukung pengembangan agrowisata dengan berorientasi pada potensi daerah. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Metode yang digunakan pada penelitian ini dengan pendekatan sistem. Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan identifikasi sistem, selanjutnya menentukan kawasan, komoditas, produk unggulan dan zonasi kawasan dengan menggunakan metoda perbandingan eksponensial MPE. Selain itu juga ditentukan alternative kebijakan sistem pengembangan agowisata berbasis masyarakat dengan menggunakan analytical hierarchy process AHP dan Fuzzy. Selanjutnya ditentukan kendala-kendala pengembangan, analisis kelembagaan dan aktivitas yang diperlukan dengan menggunakan analisis interpretative structure modelling ISM Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengembangan kawasan agrowisata di Kabupaten Pasuruan sesuai dengan prioritas yang prospektif adalah Kecamatan Tutur. Namun jika dilihat dari sisi potensi dan prospek pengembangan kawasan yang memiliki prioritas tertinggi adalah Kecamatan Tutur Kecamatan Pandaan, dan Kecamatan Tosari. Kecamatan Tutur memiliki potensi komoditas unggulan seperti apel, durian, bunga krisan, paprika. Produk agroindustri yang memiliki prospektif pendukung pengembangan agrowisata adalah sari apel. Berdasarkan komoditi buah-buahan dan kesesuaian dengan agro-climate nya, komoditas yang berpeluang untuk terus dikembangkan diantaranya adalah apel dan durian. Dalam pengembangan agrowisatanya, Kecamatan Tutur sebagai prioritas tertinggi didukung potensi sumberdaya manusia yang besar, yakni tenaga kerjanya di sektor pertanian didominasi oleh petani apel maupun buruh taninya. Pengembangan agrowisata di Kecamatan Tutur ditetapkan pada lima desa sebagai kawasan prioritas yaitu Desa Ngembal, Desa Tutur, Desa Wonosari, Desa Tlogosari dan Desa Andonosari dan tujuh desa lainnya sebagai desa pendukung dalam paket wisata. Pemetaan kawasan agrowisata berdasar komoditas di Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dibagi menjadi Kawasan Agrowisata Zona I meliputi wilayah 7 desa yaitu Desa Ngembal potensi komoditas durian; Desa Tutur potensi komoditas pisang; Desa Tlogosari potensi komoditas Paprika; Desa Gendro potensi komoditas paprika dan bunga krisan; Desa Blarang potensi komoditas bunga krisan dan apel; Desa Kayukebek potensi komoditas apel dan Desa Ngadirejo potensi komoditas sayur-sayuran. Kawasan Agrowisatan Zona II ini meliputi wilayah 7 desa yaitu Desa Ngembal potensi komoditas Durian; Desa Kalipucang potensi komoditas Pisang dan Durian; Desa Tutur potensi komoditas pisang; Desa Gendro potensi komoditas paprika dan bunga krisan; Desa Wonosari pusat keramaian kota dan penghasil apel; Desa Andonosari potensi komoditas apel sebagai wisata petik; Desa Ngadirejo potensi komoditas sayur-sayuran Pengembangan agrowisata perlu memperhatikan faktor –faktor : pasar 51,1, potensi pengembangan agroindustri 13,1, potensi sumberdaya alam dan lingkungan 12,3, kualitas SDM 11,8 dan kelembagaan pendukung 11,8. Memperhatikan faktor-faktor penting, maka tujuan utama yang ingin dicapai dalam pengembangan agrowisata adalah mengembangkan potensi wisata 44,56, meningkatkan jumlah wisatawan 24,03, meningkatkan taraf hidup 18,59, dan meningkatkan pendapatan daerah 13,00. Strategi pengembangan agrowisata adalah peningkatan infrastruktur 16,8, peningkatan kualitas dan jumlah obyek wisata 16,8, Peningkatan hubungan dengan stakeholder 18,2, peningkatan promosi dan kerjasama 19,3, peningkatan kualitas SDM pengelola 19,2, dan peningkatan dukungan kelembagaan Pemerintah daerah 9,7. Kendala utama dalam pengembangan agrowisata adalah minimnya kualitas SDM dan lemahanya orientasi bisnis pengelola usaha agrowisata. Hasil analisis kelembagaan menunjukkan pentingnya memberdayakan pengusaha agrowisata dan secara bersamaaan meningkatkan daya beli dan apresiasi konsumen terhadap pengembangan agrowisata. Oleh karena itu maka aktivitas yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan agrowisata adalah pembinaan kualitas SDM dan peningkatan iklim usaha terutama yang mendukung pengembangan agrowisata.

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengembangan pariwisata menjadi salah satu sektor yang mendapat prioritas tinggi dalam pembangunan di berbagai negara World Tourism Organization, 2000; Postma, 2002; International Ecotourism Society, 2006. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini pariwisata dipertimbangkan sebagai salah satu sektor yang mampu menjadi kontributor utama dalam sumber pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Kecenderungan ini juga tampak di Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata dunia. Neraca Satelit Pariwisata Nasional NESPARNAS 2007 menunjukkan, total transaksi ekonomi yang dihasilkan kegiatan pariwisata mencapai Rp 129,5 trilyun. Heriawan 2004 menyatakan bahwa kontribusi pariwisata pada produk domestik bruto PDB adalah 5,39 persen, pada lapangan kerja 7,94 persen dan menghasilkan travel balance sebesar USD 1,12 milyar per tahun. Salah satu sektor pariwisata di Indonesia yang potensial untuk dikembangkan adalah agrowisata. Agrowisata merupakan diversifikasi produk wisata yang menggabungkan aktivitas pertanian agro dan rekreasi di sebuah lingkungan pertanian Sznajder et al., 2009. Beeton 2006 dalam Aref dan Gill 2009 menyatakan bahwa agrowisata agrotourism merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan wisata di pedesaan rural tourism, selain farm tourism, soft tourism dan ecotourism. Hal ini mengacu pada definisi yang diberikan dalam Knowd 2001 tentang rural tourism yang memposisikan pertanian dan lahannya sebagai fondasi atau dasar semua daya tarik yang dibangun di atasnya. Snajzder et al. 2009 menekankan bahwa agrowisata memberi peluang wisatawan untuk terlibat dalam aktivitas rekreasi pedesaan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha di bidang agro. Terdapat beberapa jenis agrowisata yang dapat diidentifikasikan berdasarkan potensi komoditas dan lingkungannya, antara lain agrowisata perikanan, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Masing-masing jenis agrowisata tersebut memiliki karakter yang berbeda sehingga memerlukan penanganan yang berbeda pula. Agrowisata perikanan merujuk pada penyediaan sarana wisata dan rekreasi bagi wisatawan mulai dari penangkapan komoditas perikanan hingga penyajiannya untuk siap disantap Ryan, 2010. Sementara Oredegbe dan Fadeyibi 2009 menyatakan bahwa agrowisata peternakan lebih banyak tercakup dalam wilayah farm-tourism yang antara lain meliputi aktivitas berburu binatang, berkuda dan suguhan pemandangan kehidupan liar alami. Sedangkan agrowisata kehutanan umumnya terkait dengan hutan produksi ataupun aktivitas rekreasi yang hanya dapat dilaksanakan di hutan sehingga menjadi sebuah daya tarik tersendiri Font and Tribe, 1999. Berdasarkan karakteristiknya yang mendasarkan seluruh operasi pada pertanian dan lahannya, maka pengembangan agrowisata selalu menuntut pengembangan seluruh sub-sistem pertanian secara terintegrasi. Seluruh sub- sistem agrowisata terikat dalam kesatuan kawasan, sehingga untuk mengembangkan agrowisata, pengembangan kawasan mutlak diperlukan. Pengembangan kawasan agrowisata dapat dilaksanakan berdasarkan interaksi sub-sistem yang ada Aref and Gill, 2009; Che et al., 2005, produk unggulan sebagai ciri khas penguat agrowisata Rene 2006; Kuswidiati, 2008 dan lingkungan di sekelilingnya Desbiolles, 2010; Xuling et al., 2009; Hakim and Nakagoshi, 2009. Dalam prakteknya, pengembangan agrowisata tidak bisa dilepaskan dari masyarakat di sekitar kawasan agrowisata. Masyarakat lokal berperan besar dalam keberhasilan sebuah agrowisata. Hal ini sampaikan oleh Ife 1995, Pigram 1994, Hunter and Green 1995, Cole 1999 dan Barlian 2000 yang menyatakan keterlibatan dan partisipasi masyarakat merupakan kriteria utama dalam pengembangan agrowisata yang berkelanjutan. Selain itu, menurut Narayan 2002 keterlibatan masyarakat dan pemberdayaannya juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan rakyat yang selama ini dinilai relatif lemah, serta sekaligus akan membantu pemerintah dalam memerangi terjadinya urban sprawl yang selama ini belum ada cara ampuh untuk memeranginya. Hal senada juga dinyatakan oleh Garrod 2003 bahwa agrowisata dan ekowisata merupakan strategi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu permasalahan yang berkaitan dengan sosial dan ekonomi di dalam masyarakat lokal, sekaligus sebagai satu alat yang efektif dan yang sesuai untuk konservasi lingkungan. Oleh karena itu maka keterlibatan masyarakat dalam pengembangan agrowisata dapat diwujudkan dalam intensitas yang paling rendah hingga yang sangat menentukan maju mundurnya sebuah agrowisata, sekaligus membantu masyarakat lokal di sekitar kawasan agrowisata, sehingga menjadi lebih berdaya. Cushnahan 1999 dalam penelitiannya mencontohkan peranan masyarakat lokal dalam mendukung pengembangan agrowisata yang diwujudkan dalam penyediaan akomodasi, kantin, transportasi, kerajinan tangan sebagai oleh-oleh dan jenis bisnis layanan lainnya. Sedangkan menurut Hu and Cai 2003 keterlibatan perusahan travel dan pengelola tujuan wisata serta pengembangan produk yang atraktif sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah wisatawan. Agrowisata merupakan kegiatan yang sangat potensial untuk dikembangkan melalui konsep pemberdayaan berbasis masyarakat. Namun penelitian tersebut masih sangat minim, penelitian yang ada antara lain adalah Interaksi Masyarakat Desa sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat Baharuddin, 2006; Model Pengembangan Kawasan Ekowisata Kars Berkelanjutan Ismanto, 2009; Pengembangan Ekowisata di Kawasan Ekosistem Leuser Burhanuddin, 2004; Factors Influencing People’s Participation in Forest Management in India Lise, 2000, Perencanaan Pengembangan Ekowisata Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata Lubis, 2006; Sistem Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman Nasional Nugraheni, 2002.; Pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser Bagian Bukit Lawang Berbasis Ekowisata Siburian, 2006.; Peranan Komunikasi dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Terhadap Lingkungan Hidup Melalui Ekowisata Soetopo, 2006; Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Berbasis Komunitas Lokal Supriyatin, 2006; Kajian Potensi Sumberdaya Alam dan Lingkungan untuk Pengembangan Ekowisata Pesisir Rahantoknam, 2009; Interaksi Komunitas Lokal di Taman Nasional Gunung Leuser Ginting, 2010, dsb. Kondisi tersebut di atas mendorong untuk dilakukan studi pengembangan agrowisata dengan mengadopsi konsep Community Based Management CBM seperti dalam Knuth 2004, Sebele 2010, Mongkolchairunya 2005 dan Suwarno et al. 2009. Menurut Sukandi 1999, Barlian 2000 dan Lagarense 2003 adanya keterlibatan masyarakat secara aktif tersebut akan lebih menjamin kelestarian dan konservasi sumberdaya alam seiring dengan pembangunan wilayah dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Pembangunan agrowisata berbasis masyarakat mempunyai peluang yang cukup prospektif Nasikun 2003, hal ini karena antara lain karena karakternya yang lebih mudah diorganisasi di dalam skala yang kecil, bersahabat dengan lingkungan, secara ekologis aman, dan tidak menimbulkan banyak dampak negatif seperti yang dihasilkan oleh jenis pariwisata konvensional yang bersifat massive. Di sisi lain, pendekatan pembangunan berbasis masyarakat yang diterapkan dalam pengembangan agrowisata dapat memberikan peluang bagi anggotanya untuk ambil bagian dalam pengambilan keputusan, tanggung jawab kolektif dan kepemimpinan kolektif. Perkins dan Zimmerman 1995 menyatakan proses dan hasil pemberdayaan terjadi pada semua tingkat analisis. Dengan demikian pengembangan agrowisata berbasis masyarakat bisa ditujukan untuk dapat memberikan manfaat yang besar dalam memberdayakan potensi masyarakat secara optimal. Meskipun memiliki banyak sisi positif, pengembangan agrowisata berbasis pemberdayaan masyarakat juga menghadapi beberapa tantangan. Sebele 2010 mengidentifikasi beberapa tantangan dalam pengembangan agrowisata berbasis pemberdayaan masyarakat lokal antara lain 1 keluhan masyarakat terhadap hilangnya sumber daya alam yang berharga, 2 ketrampilan pengelolaan, pemasaran dan kewirausahaan yang rendah, 3 kurangnya rasa memilki oleh masyarakat lokal terhadap obyek agrowisata dan 4 ketergantungan terhadap lembaga donor. Ketika agrowisata di negara-negara maju telah terbukti dapat memberikan manfaat yang besar terhadap aspek ekonomi maupun sosial kemasyarakatan, maka berbeda halnya dengan agrowisata di Indonesia. Dalam konteks potensi, maka berbagai keanekaragaman dan kekayaan potensi agrowisata yang dimiliki oleh Indonesia adalah bernilai sangat tinggi, namun hingga saat iniberbagai potensi yang ada tersebut belumlah dimanfaatkan secara optimal di Indonesia. Pearce 1989 menyatakan bahwa dalam pengembangan pariwisata perlu dilakukan strategi pengembangan yang baik, karena tanpa hal tersebut, maka pengembangan pariwisata hanya merupakan penghancuran terhadap sumber- sumber daya pembangun pariwisata itu sendiri. Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut maka diperlukan model strategi pengembangan agrowisata yang tepat. Perumusan strategi yang baik harus didasarkan pada identifikasi permasalahan yang menghambat beserta faktor-faktor yang dapat di akselerasi untuk mendukung terbentuknya kawasan agrowisata yang mapan. Oleh karena itu dengan menganalisis berbagai hal dengan menggunakan berbagai alat analisis yang tajam dan dengan dilakukan verifikasi lapang, diharapkan akan dihasilkan strategi pengembangan agrowisata yang mampu mengakomodasi potensi alam dan kondisi sosial daerah yang bervariasi di Indonesia.

1.2. Tujuan Penelitian

1 Menentukan kawasan pengembangan zonasi agrowisata 2 Menentukan komoditas unggulan dan produk olahan agroindustri prospektif yang mendukung pengembangan agrowisata dengan berorientasi pada potensi daerah. 3 Menganalisis faktor, tujuan dan strategi pengembangan agrowisata. 4 Merekaya sistem pengembangan agrowisata berbasis masyarakat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi, penyerapan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. Model yang disusun kemudian diverifikasi di lokasi yang ditentukan

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut: 1 Kontribusi pemikiran dan memperbanyak khasanah ilmiah khususnya pada studi pengembangan sistem agrowisata. 2 Menghasilkan suatu strategi yang dapat digunakan pemerintah atau pelaku usaha dalam pengembangan agrowisata. 3 Berkontribusi dalam pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan melalui peningkatkan nilai tambah dari kegiatan agrowisata.

1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Pengkajian sistem pengembangan agrowisata menggunakan pendekatan sistem dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal serta pelaku yang terkait. 2 Perumusan model pengembangan agrowisata; yang dalam penelitian ini menggunakan Kabupaten Pasuruan Jawa Timur sebagai suatu studi kasus. 3 Pengembangan sistem agrowisata berbasis masyarakat difokuskan pada pemberdayaan kepentingan masyarakat lokal yang terkait dengan agrowisata.

1.5. Kebaruan

Penelitian yang sudah dilakukan berbagai pihak selama ini adalah menyangkut interaksi masyarakat desa sekitar kawasan ekowisata dalam porses pengembangan kawasan ekowisata, partisipasi masyarakat di kawasan ekowisata, perencanaan pengembangan ekowisata berbasis komunitas pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat; pengelolaan taman nasional berbasis ekowisata, peranan komunikasi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap lingkungan hidup melalui ekowisata; pengembangan kawasan wisata pesisir berbasis komunitas lokal; potensi sumberdaya alam dan lingkungan untuk pengembangan ekowisata pesisir. Berdasarkan hal tersebut, maka kebaruan penelitian ini adalah pengembangan agrowisata yang dilakukan berbasis pada masyarakat dan berbasis pada komoditas unggulan serta produk olahan agroindustri dengan melalui pendekatan kesisteman, sehingga dari sini diharapkan akan dapat memecahkan permasalahan bangsa secara sistematis melalui peningkatkan perekonomian perdesaan, memunculkan pusat pertumbuhan baru, mengurangi terjadinya urbanisasi, mempromosikan kawasan perdesaan dan adanya pelibatan masyarakat yang berujung pada kemandirian masyarakat, lebih berdayanya masyarakat serta juga ikut bertanggung jawabnya masyarakat dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pariwisata dan Agrowisata

Pariwisata terutama pariwisata agro telah berkembang pesat dan menjadi suatu industri penting dalam masa sekarang dan mendatang. Pariwisata agro cenderung lebih cepat berkembang dibandingkan jenis wisata lainnya Sukandi, 2000. Pariwisata didefinisikan sebagai perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain yang bersifat sementara untuk mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu pengetahuan. Perjalanan wisata harus memenuhi tiga persyaratan, berikut: 1 bersifat sementara, 2 bersifat sukarela, dan 3 tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah atau bayaran Spillane, 1994; Ecker et al., 2010. Prideaux and Cooper 2002 mendefinisikan pariwisata sebagai perjalanan sementara seseorang dengan tujuan ke luar dari tempat tinggalnya dan tempat bekerjanya, melakukan kegiatan selama berada di tempat tujuan dan menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut ABS 2004 dalam AEGIS 2007 pariwisata adalah perjalanan menuju atau tinggal di suatu tempat selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan hiburan, bisnis atau keperluan lain. Definisi lain disampaikan Dove 2004 dalam Oredegbe dan Fadeyibi 2009 yang membatasi pariwisata sebagai perjalanan meninggalkan rumah dan lingkungan sekitar untuk tujuan liburan dan hiburan. Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Pariwisata merupakan anatomi dari gejala-gejala yang terjadi dari tiga unsur antara lain manusia man yaitu orang yang melakukan perjalanan wisata, ruang space yaitu daerah atau ruang lingkup tempat melakukan perjalanan wisata, dan waktu time yaitu waktu yang digunakan selama perjalanan dan tinggal di daerah tujuan wisata Wahab, 1994; Sznajder, Prezezborska and Scrimgeour, 2009. Berkembangnya pariwisata akan berakibat ganda terhadap sektor lainnya seperti pertanian, peternakan, industri, perdagangan, hotel dan restoran. Industri pariwisata merupakan mata rantai kegiatan yang sangat panjang mulai dari kegiatan biro perjalanan, kerajinan rakyat, kesenian daerah, pengangkutan, perhotelan, restoran, kegiatan pemanduan, pemeliharaan dan pengembangan objek wisata Spillane, 1994; Sugiarti, Ernawati dan Birtles, 2003; Sznajder, Prezezborska and Scrimgeour, 2009. Mangiri 2003 mengelompokkan empat kebutuhan dasar yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata di tempat tujuan wisata yaitu: 1 angkutan, 2 akomodasi dan pangan, 3 daya tarik, dan 4 kemudahan. Jenis-jenis pariwisata yang didasarkan pada motif wisata antara lain : 1 Pariwisata untuk bersenang-senang atau tamasya pleasure tourism yang umumnya berpindah-pindah tempat, 2 pariwisata untuk rekreasi recreation tourism, 3 pariwisata untuk kebudayaan cultural tourism, 4 pariwisata untuk olahraga sport tourism, 5 pariwisata untuk urusan dagang business tourism, 6 pariwisata untuk berkonvensi convention tourism, 7 pariwisata untuk kesehatan health tourism, 8 pariwisata sosial social tourism, dan 9 pariwisata untuk kepentingan spiritual atau keagamaan spiritual tourism Soekadijo, 1996; Hunt and Stronza, 2009. Agrowisata merupakan salah satu macam diversifikasi produk wisata yang dapat dimanfaatkan untuk penyajian beberapa paket wisata terhadap wisatawan yang akhir-akhir ini cenderung tertarik untuk menyaksikan dan menikmati obyek dan daya tarik wisata yang baru dan memiliki daya tarik tersendiri. Istilah Agrowisata berasal dari terjemahan Agrotourism Alikodra, 1989; Aref, 2009. Baik Agrowisata maupun Wisata Agro pada dasamya merupakan perpaduan dari dua kata yaitu agro dan wisata, yang mempunyai arti masing-masing pertanian dan perjalanan. Perpaduan dua kata tersebut secara keseluruhan mempunyai makna yang lebih luas. Lobo 2001 dalam Che et al. 2005 menyatakan agrowisata sebagai sebuah tindakan mengunjungi ladang pertanian, hortikultura atau bentuk agribisnis lainnya untuk mendapatkan hiburan, pendidikan, atau keterlibatan dengan aktivitas-aktivitas didalamnya. Menurut Snajzder et al. 2009 agrowisata merupakan sebuah sub-sektor wisata pedesaan dimana para wisatawan terlibat dalam aktivitas rekreasi dalam setting pertanian. Selain itu, Beeton 2006 dalam Aref dan Gill 2009 menyatakan bahwa agrowisata agrotourism merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan wisata di pedesaan rural tourism, selain farm tourism, soft tourism dan ecotourism. Hal ini mengacu pada definisi yang diberikan dalam Knowd 2001 tentang rural tourism yang memposisikan pertanian dan lahannya sebagai fondasi atau dasar semua daya tarik yang dibangun di atasnya. Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama Menparpostel dan Menteri Pertanian No. KM.47PW.004MPPT89 dan No. 204KPTSHK05041989, mendefinisikan “Agrowisata adalah suatu kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi dan hubungan usaha dibidang agro”. Ecker et al. 2010 menyatakan karakteristik utama agrowisata adalah adanya keterlibatan signifikan dari aktivitas masyarakat sekitar, sharing informasi antar pelaku dan inovasi serta eksperimen. Posisi agrowisata agritourism sebagai sebuah obyek wisata baru berbasis pedesaan rural area dijelaskan oleh Sznajder, dkk 2009 dalam piramida terminologi pariwisata dalam Gambar 1. Meskipun demikian, Avenzora 2008 menyatakan bahwa meskipun tipe sumberdaya wisata adalah tergolong sama tapi karakteristik suatu kegiatan wisata adalah pasti akan berbeda dari suatu tempat ke tempat yang lain. Atas hal itu, maka membangun tipologi kepariwisataan sebaiknya disandarkan pada tipe ruang dan “major characteristic of the space”, sehingga pemikiran tentang kepariwisataan dalam suatu ruang tertentu tersebut dapat lebih fokus dan terarah. Dengan demikian, tipologi eco-forest tourism, eco-agro tourism, eco-marine tourism, eco rural tourism dan bahkan eco-city tourism akan menjadikan terkonsentrasinya stake holder dan keahlian terkait dalam menjalankan fungsi dan peranannya. Lebih lanjut, Avenzora 2012; pers com menyatakan bahwa agro- tourism tidak boleh dijadikan sebagai sub-ordinat dari rural tourism; yaitu sejalan dengan perbedaan tujuan yang sangat signifikan diantara keduanya.

2.2. Jenis-jenis Agrowisata

Agrowisata Perkebunan. Kegiatan wisata dalam kelompok ini dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan pra produksi pembibitan, pemeliharaan dan pasca produksi pengelolaan dan pemasaran. Beberapa daya tarik perkebunan sebagai obyek wisata adalah sebagai berikut Sandra, 1994; Che, 2005: a. Daya tarik historis bagi wisata alam; b. Pemandangan alam yang indah dan berhawa sejuk; c. Cara tradisional dalam penanaman, pemeliharaan dan pengolahan; dan d. Jenis tanaman yang tidak dimiliki oleh negara asal wisatawan mancanegara. Gambar 1. Piramida terminologi pariwisata Sznajder dkk, 2009